Ada manusia yang hidupnya tidak diukur oleh pencapaian, tidak dihitung oleh keberhasilan, dan tidak dirayakan oleh dunia. Ia berjalan dengan langkah yang pelan, seperti seseorang yang sedang mendengarkan suara yang hanya bisa didengar dari dalam dirinya sendiri. Ia tidak menentang dunia, tapi juga tidak tunduk padanya. Ia sekadar ingin mengerti: mengapa manusia harus terus berpura-pura kuat di tengah sesuatu yang jelas rapuh sejak awal?
Kisah ini bukan tentang kemenangan, bukan pula tentang kebijaksanaan yang siap dijadikan kutipan motivasi. Ini adalah kisah tentang seseorang yang lebih sering gagal daripada berhasil, lebih banyak diam daripada berbicara, tapi di antara semua itu—ia terus berusaha untuk jujur pada dirinya sendiri.
Dan barangkali, di situlah letak keberaniannya yang paling manusiawi.
Ia lahir di dunia yang menganggap kesuksesan sebagai tolok ukur harga diri, namun ia tidak bisa menipu dirinya untuk ikut berlari di lintasan yang sama. Ia memilih berhenti, menepi, lalu mulai berjalan di jalannya sendiri—meski jalan itu sepi, meski tidak ada yang menunggu di ujungnya. Ia percaya, ada kebenaran kecil yang hanya bisa ditemukan oleh mereka yang berani kehilangan segalanya, termasuk pengakuan.
Dalam diamnya, ia memandang dunia seperti seseorang memandang cermin yang retak. Ia melihat bayangan manusia yang sibuk berdebat tentang kebenaran, saling menuduh, saling ingin menang, padahal di balik semuanya, mereka hanya takut: takut pada kesunyian, takut pada ketidakpastian, takut pada diri sendiri. Ia paham rasa takut itu, tapi tidak ingin diperbudak olehnya.
Maka ia mulai menulis. Bukan untuk menjadi penulis, tapi untuk mendengar dirinya berbicara tanpa gangguan suara lain. Setiap esai adalah potongan kesadaran yang lahir dari perlawanan kecil terhadap kekosongan—bukan kekosongan di luar, tapi yang mengintai di dalam dada. Ia menulis seperti orang menyalakan lilin di ruang gelap: tidak berharap mengusir malam, hanya ingin melihat wajahnya sendiri untuk sesaat.
Teks-teks ini adalah catatan dari perjalanan itu.
Perjalanan seseorang yang tidak ingin menjadi apa-apa, tapi ingin ada sepenuhnya—meski hanya sebentar.
Ia mungkin tidak akan diingat, dan itu tidak masalah.
Sebab tujuan hidupnya bukan agar dikenang, melainkan agar tidak berbohong kepada kehidupan itu sendiri.
Bukan Biografi, Bukan Apa Pun
➮ 01: Tentang Keheningan dan Kebisingan
➮ 02: Tentang Pengetahuan dan Kesepian
➮ 03: Tentang Ketidakcerdasan dan Kejujuran
➮ 04: Lelaki yang Tidak Menjadi Apa-Apa
➮ 05: Manusia yang Takut Menjadi Normal
➮ 06: Catatan di Sela Perjalanan
➮ 07: Kesunyian yang Tidak Ingin Disembuhkan
➮ 08: Tentang Waktu yang Tidak Ingin Dikejar
➮ 09: Di Antara Dua Nafas
➮ 10: Kematian yang Tidak Ingin Ditaklukkan
➮ 11: Catatan Terakhir di Tepi Waktu
Posting Komentar
...