Di Antara Dua Nafas

Ada jeda aneh yang tidak bisa dijelaskan: antara satu kesadaran dan kesadaran berikutnya, antara hidup yang terus berjalan dan hidup yang ingin berhenti sejenak. Di titik itulah ia sering berdiam, seperti seseorang yang berdiri di ambang pintu antara dua dunia—yang satu terlalu keras, yang lain terlalu sunyi.

Ia bukan sedang merenung, bukan juga melamun. Ia hanya menunggu sesuatu yang tidak ia tahu apa.
Barangkali itu jawaban, barangkali sekadar rasa lega.
Tapi setiap kali ia berpikir sudah menemukannya, sesuatu dalam dirinya berbisik: belum, belum sekarang.

Maka ia belajar untuk tidak terburu-buru memahami.
Ia mulai menganggap hidup seperti potongan kalimat yang belum selesai, yang tidak perlu segera diberi titik. Kadang ia merasa sudah terlalu jauh dari dunia, tapi tidak juga sampai pada langit. Mungkin ia memang ditakdirkan untuk menjadi pengembara yang tidak menemukan tujuan, hanya terus berjalan karena langkah itu sendiri adalah bentuk keberadaan.

Ia tahu—suatu hari semuanya akan berhenti: percakapan, tubuh, bahkan kesadarannya sendiri. Tapi anehnya, ia tidak takut. Karena baginya, ketakutan hanya muncul dari keinginan untuk mengontrol sesuatu yang sebenarnya tidak bisa dikendalikan. Ia sudah lama berhenti ingin mengatur akhir. Ia hanya ingin menyambutnya dengan tenang, sebagaimana seseorang menyambut sahabat lama yang datang tanpa undangan.


Posting Komentar

...

[blogger][facebook]

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.