Articles by "Korpala"

Tampilkan postingan dengan label Korpala. Tampilkan semua postingan

     Tiba-tiba degup di dada sedikit lebih cepat. Ada rasa gugup yang menyeruak ketika bersiap-siap meninggalkan pos-8. Sebentar lagi kita akan bertemu, setalah sekian lama. Iya, setelah sekian lama tidak menyapa di berandamu. Malu hati ini, seakan saya sudah lupa kepadamu membuat rasa gugup itu enggan menguap.
     Namun rasa rindu yang mendera bertubi-tubi belakangan ini membuatku segera bangkit untuk mulai melangkah. Terserah apa katamu nanti setelah aku sampai di sana. Bersama kerabat lainnya, Piyu, Syam, Ikki, Andi dan Nuge, kami mulai bergerak menuju puncak. Hening mengiringi langkah-langkah kecil kami, di pagi yang begitu cerah dan hangat.
      Cuaca yang berubah drastis sejak sore kemarin, benar-benar membuatku hampir hilang kesabaran untuk segera summit. Ini seperti hamparan karpet merah yang sengaja digelar untuk kulalui. Ada 'ge-er' terbersit di benakku untuk semua sajian ini. Bagaimana tidak, hujan yang hampir tanpa jeda, sambung menyambung sejak meninggalkan Makassar hingga camping di hutan pinus Lembanna, seakan menjadi satu rangkaian sajian yang kontras dengan kehangatan yang terpampang sekarang. Ini bukan lagi tentang bermain semacam april mop. Tetapi agar rasa hangat itu bisa lebih terasa greget.
      Tiga minggu sebelumnya, saya menyempatkan ke Lembanna. Menatap puncakmu yang selalu berkabut waktu itu, sebenarnya saya hanya hendak menegaskan tentang rasa yang menggelitikku belakangan ini. Apakah ini hanya rasa yang timbul dari saya sendiri, ataukah selaras getar darimu yang saling menyapa. Dan ya, harus kuakui kalau ternyata kita memang saling merindu. Maka seketika kabut menyapu lembut Lembanna, ditimpali gemericik lembut hulu air tejun yang sudah terlalu akrab itu, aku yakin untuk menemuimu nanti.

Kenampakan wajah Pos 7 di cerahnya sinar matahari pagi dishoot dari arah sebelum pos 9, dengan guratan jejak longsor yang membentuk kurva (bagian tengah gambar di sebelah atas kepalanya Syam)
      Maka rangkaian kegiatan pendidikan dasar Korpala Unhas ke-29 yang direncanakan selesai di akhir Januari 2016 kujadikan jadwal untuk itu. Memilih bersama dengan para titisan darah-K, bersama keluarga di Korpala, telah banyak meninggalkan guratan ingatan yang terpateri tentangmu. Dan kuingin kali inipun kenangan menjumpaimu setelah jeda 23 tahun, turut menjadi bagian kenangan sebagian keluarga itu.
      Menjadi luar biasa dan tidak terduga, beberapa keluarga yang juga sudah lama tidak menjejak berandamu, turut menapak bersama. Canda yang sambung menyambung, kreatif, selalu menjadi bumbu bercita rasa kuat di setiap kesempatan. Aku suka, tidak perlu ada rasa sungkan yang timbul diantara kami karena gap waktu yang relatif lebar dengan mereka.
Sekitar pos 10.
Bawah, kenampakan lembah Sungai Jeneberang terlihat dari pos 9
     Terimakasih untuk jamuan hangatmu. Sungguh, cuaca cerah dengan sinar matahari hangat itu, terasa jauh lebih hangat dibanding seluruh kopi yang disuguhkan di semua tempat di pagi itu. Begitu tersanjung menerima semua sajian itu, sehingga terasa tidak sebanding dengan kunjungan lutut reot berkarat itu, yang tertatih-tatih untuk sampai di berandamu. Tetapi ah.. sudahlah, rindu itu, rindu kita, akan selalu ada..

     Ada semacam rasa rindu yang sebentar lagi hendak terbayarkan, ketika merencanakan untuk kembali menyambangi Gunung Lompobattang. Tidak banyak persiapan yang ruwet, dipilih 1 Juni di tahun 1988 itu menjadi kesepakatan untuk berada di puncak yang pertama kali dikunjungi di tahun 1986 dua tahun sebelumnya. Banyak suka cita, tentu saja selalu menggelorakan setiap rencana perjalanan ke puncak gunung.
     Apalagi di pendakian kali ini, beberapa generasi baru titisan darah-K neranaikan keriuhan yang tercipta. Selain beberapa produk dikdas satu, ada juga beberapa orang simpatisan yang turut meramaikan.
 Afras Pattisahusiwa, Dwi 'Ammy' Rahmiaty, Nevy Tonggiroh, saya sendiri Hero Fitrianto, juga ada Long dan beberapa lainnya simpatisan yang ramanya tidak sempat tertinggal lama di ingatan saya.
 sekitar pos-7 sebelum puncak Lompobattang. Pemandangan yang indah dan sesi foto-foto menjadi alasan untuk sekadar satu dua tarikan  napas yang lebih panjang. 
hehehe.. U know lah What I mean.. :)
 sekitar puncak Gunung Lompobattang.
ada juga As'adi Abdullah, Husnia Asaf, Mappalologau Tantu, Nevy, Long, Hero, Welly Turupadang, Agus Cippe'.
     Ada yang tidak terlupakan di perjalanan ini, bagaimana Agus Cippe' yang dengan susah payah di tarik-tarik dan di paksa-paksa untuk bisa sampai ke puncak. Dan begitu sampai di dekat tugu, langsung duduk berselonjor setengah baring dengan wajah sangat pucat. Saat itu tidak ada yang tahu apa yang dialami oleh Agus. Senda gurau berseliweran ke mana-mana tanpa belas kasihan.
     Setelah perjalanan ini tuntas, beberapa hari setelahnya, Agus menjadi bahan diskusi yang hangat, Dokter yang menangai kasus kesehatan Agus menjadi kaget, Hb Agus melonjak menjadi 11 point, dalam rentang waktu seminggu saja. Rupanya sebelum pendakian itu, Hb Agus hanya 6. Keheranan yang dialami oleh dokter itu menjadi senda gurau, yang mengantarkan tawa sesaat namun menyisakan kegetiran karena tidak mengetahui bagaimana keadaan Agus sebenarnya sebelum ikut mendaki. Nasib baik masih berpihak kepada kita semua.
 gambar atas dengan salah satu peserta yang anggota Menwa Unhas.
Really miss that moment.
bawah dengan Yani Abidin dan Bakhtiar Baso
 tim sweeper di kegiatan ini, Asadi Abdullah, Iwan Amran, Wahyuddin dan saya sendiri Hero Fitrianto. Beruntung tikar daun pandan yang menjadi alas semalam, tidak sempat terekam.
 Pos-9 sebelum puncak Lompobattang. Banyak coretan yang menghiasi ceruk batu itu. Namun, menikmati senja di ceruk yang menghadap ke barat itu sungguh luar biasa. Di cuaca yang indah, lukisan alam seperti gambar di bawah ini menjadi salah satu imbalannya.
      Dan perjalanan itu, tentu saja meninggalkan begitu banyak pelajaran berharga di perjalanan perkembangan Korpala selanjutnya.
Seperti tulisan-tulisan sebelumnya, dengan segala kerendahan hati saya menunggu tambahan kenangan di setiap kita yang sempat bersama di kegiatan itu. Memperkaya kenangan, membantu teman-teman yang lain menikmati dan mensyukuri salah satu momen yang terentang indah di perjalanan hidup ini.

     Lebih seratus orang sedang bersiap di Lembanna, menatap puncak Bawakaraeng yang sebentar lagi menjadi tujuan mereka. Beberapa jam lagi, rangkaian puncak kegiatan pendidikan dasar akan segera mereka rampungkan. Di tempat yang lainnya, beberapa kelompok yang mengarahkan beberapa puluh anggota lainnya, sementara bergelut menuntaskan serangkaian prosesi untuk menyelesaikan pendidikan khususnya.
     Pendidikan khusus yang akan menjadi bekal, untuk persiapan rencana ekspedisi mereka, menyusul kakak-kakak lainnya yang sementara mengayunkan langkah menuju summit-summit tertinggi di dunia. Beberapa kakak lainnya, sementara membentangkan layar di atas perahu untuk merapat ke pantai-pantai yang jauh di belahan bumi yang lain. Lainnya lagi sementara merambah lorong-lorong gelap menyusuri perut bumi yang mungkin belum sempat terjamah oleh penelusur lainnya.
     Mendampingi setiap tahapan pendidikan itu, instruktur-instruktur handal yang telah menuntaskan seluruh rangkaian pendidikannya, yang tentu saja adalah para veteran ekspedisi. Seluruh rangkaian pendidikan dilakukan dengan teliti, bersungguh-sungguh, disiplin tinggi yang tentu saja dengan eror tolerance yang mendekati nol. Bukan apa-apa, kualitas alumni dari setiap jenjang pendidikan, haruslah kualitas premium. Dan itu hanya bisa didapatkan salah satunya dengan arahan para instruktur yang juga berkualitas premium.
     Suatu siklus regenerasi yang begitu intens, mapan dan juga begitu terarah. Meminjam istilah mereka yang hendak mengabdikan diri menjadi seorang samurai, maka yang bersangkutan harus melakoni tata hidup dalam suatu istilah ‘jalan pedang’. Tata hidup yang penuh disiplin, berlatih dengan tekun menerapkan metode yang rumit, sulit dan penuh tantangan. Semuanya adalah untuk mencapai kualitas diri yang mumpuni secara teknis, mapan secara mental dengan kualitas karakter yang terpilih. Dan tentu saja pada puncaknya, untuk memahami dan menerapkan filosofi yang melandasi setiap gerak laku hidupnya.
     Itulah u-ka-em bernama Korpala Unhas. Di saat setiap lembaga kemahasiswaan maupun wadah-wadah ekstra kurikuler lainnya sedang lesu darah, di Korpala justru sebaliknya. Orang berduyun-duyun bersaing mendapatkan kesempatan menempa diri di sana. Jumlah anggota yang begitu melimpah, memungkinkannya melakukan serangkaian kegiatan yang melibatkan kuantitas anggota yang berkualitas, di waktu yang hampir bersamaan. Konsekwensinya, penyaringan untuk menjadi anggota berlangsung ketat. Bahkan beberapa orang tua mahasiswa sampai perlu membantu merengek untuk anaknya, menghubungi si anu dan si anu demi mendapatkan kesempatan sekali seumur hidup itu.
     Beberapa dari mereka pasti dengan sukarela mau melakukan suap demi anaknya diterima di Korpala. Namun mereka pasti gentar dan berpikir beribu kali, karena mereka tahu, itu bukan idealisme yang dianut oleh para pencinta alam itu. Terlalu naif dan tentunya sangat hina, yang bisa saja menutup selamanya kesempatan bergabung di Korpala. Bila ada akreditasi mengenai u-ka-em, maka pastilah Korpala meraih akreditasi A yang masih ditambah acungan jempol, plus dan plus.
     Keberhasilan organisasi ini mengembangkan, menerapkan dan menjaga filosofi yang kuat untuk setiap anggotanya, telah begitu memikat para pencinta alam di manapun berada. Serangkaian jenjang pendidikan dan kegiatannya, telah membentuk suatu standar keterampilan yang begitu rapi dan handal. Biasnya adalah, kualitas karakter yang dilandasi kualitas mental yang tepercaya, menjadi trade mark  yang mapan yang melekat di dalam diri setiap anggota.
     Bila pada umumnya pencinta alam selalu gamang, ragu tentang apa itu definisi, apa penjabaran yang tepat untuk sebutan pencinta alam, maka di sini semuanya sudah begitu jelas. Serangkaian siklus yang dilakoni dengan penuh disiplin, menghasilkan pribadi yang beretika sesuai kode etiknya. Baris-baris kode etik bukan hanya sebagai penghias bibir di setiap upacara atau seremoni, tetapi menjadi laku keseharian yang akrab dan tidak sakral. Ketahanan mentalnya juga luar biasa, bahkan mampu beradaptasi di dalam evolusi hingga ribuan tahun. Trend setternya adalah idealisme, bukan pragmatisme yang oportunis.
     Logika yang dikembangkan adalah logika tentang kesadaran. Membaca setiap ayat Tuhan dalam keping pahatan-pahatan terkecil hingga terbesar, membantu memahami tentang kompleksitas semesta. Kompleksitas yang terangkum di dalam satu miniatur yang namanya manusia. Kesadaran tentang manusia sebagai metafora alam dalam bentuk kecil, juga kesadaran tentang semesta sebaagi metafora manusia dalam bentuk super. Cosmos conciousness – kesadaran sejagad bukan hanya menjadi wacana untuk ruang-ruang seminar yang tidak jelas ke mana mengaplikasikannya. Di korpala, sekali lagi semua itu menjadi hal yang lumrah di dalam kehidupan keseharian.
     Begitulah, bila di hari ini di usia yang menginjak 28 tahun, Korpala sarat kegiatan yang mehadirkannya di setiap summit di berbagai belahan dunia dengan jumlah anggota yang melimpah, semuanya bukan karena individu-individu yang menonjol atau hebat di suatu rentang waktu tertentu. Seperti yang biasa didengungkan para awam, bahwa di setiap masa punya aktornya sendiri, maka di Korpala sebenarnya hanya konsisten menerapkan –istilah pinjaman- jalan pedang nya sendiri. Hal itu juga mengacu sebenarnya pada pemahaman yang awam yang mengakui dengan sedikit getir tentang pentingnya proses dibanding hasil. Nah, proses yang bagus dan matang, tidak lain akan menelurkan hasil yang baik.
     Semua orang di seluruh dunia, menginginkan Korpala ada terlibat di dalam organisasi mereka. Proses di dalam jalan pedang korpala telah melahirkan insan-insan yang handal berkualitas. Setiap institusi, berlomba untuk bisa menjadi sponsor kegiatan Korpala, bagaimanapun riskan dan tidak logisnya dalam takaran proses kehidupan yang normal. Sudah tidak ada anggota yang mengemis berkeliling dunia, demi membiayai sepenggal kegiatan remeh. Summit demi summit digapai bukan karena kita memfokuskan diri untuk mencapai setiap summit yang ada. Semuanya dicapai karena kualitas setiap anggota memang layak untuk berada di semua summit itu.
     Lalu antrianpun semakin panjang di depan pintu mabes korpala, adalah kenyataan bahwa di dalam curriculum vitae yang mencantumkan korpala sebagai ekskul semasa kuliah, telah menjadi nilai tawar yang sangat tinggi di dunia profesional. Disiplin yang tinggi menjalani setiap proses pendidikan dan berkegiatan, menghasilkan kepercayaan yang begitu tinggi. Gemblengan di dalam jalan pedang korpala telah mampu memenuhi setiap ekspektasi tinggi di dalam pasar kehidupan.
     Selamat ulang tahun ke-28 Korpala Unhas. Jalan Pedang itu adalah keniscayaan, bukan kemustahilan.
gambar : bigstockphoto.mountainclimb

     Malam dingin pekat Lembang Bu'ne memeluk erat peserta wisata alam ke-3 yang digelar Korpala di tahun 1990 itu. Jam masih menunjukkan pukul 10 malam, masih empat jam sebelum mengeksekusi rencana wisata itu. Rumah panggung Daeng Mengngu' cukup lapang untuk menampung kami semua. Perjalanan rencananya akan dimulai pukul 2 dinihari nanti. Panitia menginformasikan agar peserta sebisa mungkin terlelap tidur sambil menanti empat jam berikut. Tentu saja, selain agar waktu menunggu menjadi tidak terasa, istirahat itu bisa memulihkan tenaga untuk mempersiapkan perjalanan nanti menuju puncak Lompobattang. Maklum saja, tidak semua peserta wisata ini adalah anggota Korpala. Sebahagian partisipan dari berbagai jurusan di Unhas, beberapa diantaranya adalah anggota tetangga-tetangga ukam di pkm.
     Tetapi alih-alih bisa terlelap, rasa kantuk sedikitpun sama sekali tidak muncul di kepalaku. Lalu, apakah aku akan menunggu kesunyian empat jam berikut diantara mereka-mereka yang bisa terlelap? Ah, aku menjadi usil. Mulailah aku melontarkan joke-joke kecil, setengah berbisik untuk satu dua orang di samping. Namun di malam yang sunyi itu, suara bisik itu masih cukup nyaring untuk terdengar. Dan mulailah, dari seorang dua orang, akhirnya keriuhan menjadi hangat oleh joke-joke yang saling bersahutan dari masing-masing penutur. Selamatlah, empat jam berlalu tanpa sempat terpejam sedikitpun.
     Rombongan wisata sukses melalui puncak Lompobattang, bergerak sedikit lebih lanjut, menemukan Ko'bang, makam tua yang terletak di puncak yang sedikit lebih rendah dari puncak Lompobattang. Ko'bang merupakan sebutan untuk makam Tuanta Salamaka, atau yang dikenal sebagai Syekh Yusuf. Tentu saja makam itu bukan makam yang benar-benar makam yang mengandung jasad Syekh Yusuf. Tetapi merupakan simbolisasi ikatan batin para pengikut beliau secara turun temurun. Namun demikian, bagi awam yang rutin berziarah ke Ko'bang, mereka akan meyakini dengan sepenuh jiwa, bahwa jasad beliau memang ada bersemayam di sana.
     Matahari sudah sangat condong ke cakrawala barat, rombongan berhenti untuk melewatkan malam, di posisi yang sedikit lebih rendah dari Ko'bang. Banyak batu yang membentuk ceruk-ceruk kecil menjadi tempat berlindung semalaman dari hembusan angin dingin. Kebetulan, ceruk batu yang saya gunakan cukup kecil, sehingga hanya bisa untuk memuat diri saya sendiri. Malam yang indah, disinari kerlip bintang yang lebih terang. Malam ini tidak ada joke. Lelah, tentu saja mengantar tidur yang begitu lelap menjelang pagi keesokan hari.
 Awaluddin Lasena, Arifin Jaya, Hero Fitrianto,
Ada Nurdin, Yusran Wahid, Aco Lologau, Nona, Rustam Rahmat dan Bastian.
     Aku sedang mempersiapkan sarapan, ketika ada Bastian mendekat ke ceruk tempatku bermalasan di pagi yang masih dingin. Ikan kaleng yang saya panaskan di kompor parafin, segera dibedah begitu terasa sudah hangat. Dan terjadilah, kami menyantap roti tawar yang membalut isi kaleng yang hangat itu. Burger ala Ko'bang, begitu Bastian nyelutuk menikmati setiap gigitan roti di tangannya. Ah.. miss this moment bro..
     Matahari sudah mulai tinggi, ketika rombongan melanjutkan langkah, menuju Majannang. Perlahan-lahan meninggalkan ketinggian, menyusuri lereng menuju lembah hulu sungai Jeneberang. Sasaran camping berikutnya adalah Raulo.
 membekukan permainan cahaya.. ada Uci Kasim dengan temannya anak menwa cewek berkacamata (lupa namanya)
 siap-siap meninggalkan Majannang, berdoa bersama.. ada Saribuana Nur.
 camping di Raulo. Gagahnya Yani Abidin..
     Lebih banyak kesempatan berpose di depan kamera setelah tiba di Raulo. Masak-masak, bercanda dan foto-foto. Hangatnya pagi terasa berbeda dibanding pagi di Ko'bang. Serangkaian memori telah tergurat, tentu saja dengan joke kekonyolan selama perjalanan wisata ini, yang sebentar lagi akan dibagikan untuk kerabat di kampus yang tidak sempat berwisata bersama di kesempatan ini.
 menikmati hangatnya Raulo. Ada Asri, juga Guntur
lalu doa-doa.. mengiringi langkah yang sebentar lagi meninggalkan Raulo.
  once upon a time, Ko'bang sekitar Lompobattang
     Beberapa nama tidak sempat terekam baik di memori saya. Karenanya, melengkapi kenangan perjalanan wisata itu, dengan senang hati saya menunggu tambahan komentar di bawah.

     Sudah begitu banyak orang dan penggiat kegiatan alam bebas menguasai dengan baik pengetahuan dan keterampilan bagaimana membuat bivak, mendapatkan makanan, membuat api disertai perlengkapan standar navigasi yang begitu canggih, kemudian sukses melanjutkan kelangsungan hidupnya menghadapi situasi survival. Beberapa penggiat lainnya yang tidak pernah melatih diri atau mungkin hanya sedikit  mendapat latihan survival, juga ternyata mampu untuk mengendalikan situasi yang mengancam hidupnya. Namun sayang sekali, beberapa lainnya harus mati meskipun sudah melalui serangkaian Training yang intensif tentang survival skill.
    Ternyata kunci utama menghadapi situasi survival adalah ‘sikap mental yang tepat’ dari individu yang ada di dalam situasi itu. Sangat penting mempunyai keterampilan teknis survival, namun yang menjadi intinya adalah ‘memiliki keinginan untuk bertahan hidup’. Tanpa keinginan untuk bertahan hidup, maka semua keterampilan yang dimiliki menjadi tidak berguna. Semua teori dan pengetahuan mengenai survival hanya menjadi sampah di dalam kepala.
     Di dalam lingkungan survival, kita akan menghadapi banyak tekanan pada mental atau stres yang lambat laun ataupun kadang secara tiba-tiba, akan mempengaruhi pikiran kita. Stres itu akan menghasilkan pikiran pikiran dan emosi yang bila tidak dipahami, akan dapat mengubah rasa percaya diri kita. Orang yang penuh percaya diri akan menjadi peragu, menjadi individu yang tidak efektif sehingga kemampuan survivalnya bisa dipetanyakan. Oleh karenanya Anda harus bisa menyadari dan mampu mengenali aneka macam tekanan mental yang secara umum terkait dengan survival.
     Untuk penjabaran selanjutnya, saya coba untuk membantu menjelaskan sedikit seluk beluk stres, faktor-faktor tekanan mental dari survival, serta beberapa reaksi reaksi yang mungkin muncul dari dalam diri kita ketika berada di dalam situasi survival yang sebenarnya. Semoga sekelumit penjabaran ini bisa membantu kita mempersiapkan diri melalui saat-saat tersulit dalam bertahan hidup.
     Sebelum kita mengetahui reaksi psikologis kita di dalam satu desain survival, baiknya terlebih dahulu kita mengetahui secara sederhana, apa yang dimaksud stres dan efek yang ditimbulkannya. Stres sebenarnya bukanlah satu penyakit yang perlu disembuhkan ataupun dihilangkan. Justru, stres adalah merupakan satu kondisi yang memperkaya pengalaman yang telah kita miliki. Stres bisa digambarkan sebagai ‘reaksi kita terhadap tekanan’. Sebutan atau penjabaran itu untuk setiap pengalaman yang kita alami ketika mendapatkan tekanan secara fisik, tekanan mental, tekanan emosi termasuk tekanan secara spiritual, sebagai respons atas tekanan hidup yang kita terima.
     Karenanya, kita membutuhkan stres, karena banyak manfaat positif yang bisa kita peroleh. Stres membantu kita menemukan kekuatan dan nilai-nilai yang ada di dalam diri.  Stres dapat menunjukkan kemampuan kita menangani tekanan tanpa perlu melanggar nilai-nilai kemuliaan sebagai manusia. Juga akan menjadi media menguji kemampuan adaptasi dan fleksibilitas kita yang nantinya akan bisa memicu kita untuk bisa melakukan hal-hal terbaik dari kemampuan yang kita miliki. Biasanya kita meremehkan peristiwa menyenangkan, yang melenakan (tingkat stresnya rendah), sehingga stres bisa menjadi indikator yang signifikan untuk menyadari hal-hal apa saja yang ternyata penting untuk hidup kita.
     Kita membutuhkan beberapa tekanan di dalam hidup, tentu saja di dalam porsi yang secukupnya. Terlalu banyak stres akan memberi dampak yang buruk. Bahkan bukan hanya stres, hal apapun yang berlebih-lebihan tentu saja akan menjadi buruk. Jadi marilah memiliki stres secara proporsional. Terlalu banyak stres tentu saja akan menimbulkan penderitaan pada diri sendiri, masyarakat dan organisasi. Stres bisa menyebabkan ketidak nyamanan, lalu kita memilih untuk menghidar atau malah melarikan diri dari situasi yang ada.
     Daftar berikut adalah beberapa tanda ketidak nyamanan yang bisa saja diakibatkan oleh terlalu banyaknya stres yang kita alami.
        - Kesulitan membuat keputusan
        - Menjadi pelupa
        - Kemampuan fisik menurun, mudah lelah.
        - Emosi yang meledak-ledak
        - Selalu dalam perasaan kuatir
        - Cenderung berbuat kesalahan, menjadi kikuk.
        - Kadang berfikir tentang kematian atau bunuh diri
        - Menjadi sulit bergaul dengan orang lain.
        - Menarik diri dari pergaulan.
        - Ceroboh
        - Bersembunyi dari tanggung jawab.

     Mengamati daftar di atas, terlihat bahwa stres bisa berfungsi sebagai hal yang konstruktif, namun bila berlebihan maka akan menjadi destruktif. Bisa sebagai pendorong kita untuk terus berkembang atau malah menjadi bencana yang mematikan kita di atas jalan hidup yang sementara berlangsung.
     Stres bisa menginspirasi kita untuk bertindak hingga berhasil sambil mengekspresikan performa maksimum yang efisien dari diri kita, di dalam situasi survival. Sebaliknya stres juga bisa mengakibatkan kita menjadi panik sehingga lupa pada semua materi dan hasil latihan selama ini. Kunci kita untuk survival adalah ‘kemampuan kita memanage dan menghadapi setiap tekanan yang ada’. Kita akan berhasil survival bila kita bisa mengendalikan stres, bukan sebaliknya malah stres yang mengendalikan kita.

     Stressor. Setiap kejadian bisa mengakibatkan stres, Dimana kejadian-kejadian itu kadang tidak muncul satu persatu tetapi bersamaan menyergap kita. Kejadian-kejadian itu bukanlah stres, tetapi ‘penyebab stres’ yang di dalam bahasan selanjutnya saya istilahkan sebagai ‘stressor’. Jadi sederhananya, stressor adalah penyebab, sementara stres adalah respons terhadap adanya stressor.
     Di dalam situasi survival, ketika tubuh kita menyadari dan mengakui adanya stressor, maka ia mulai bertindak untuk melindungi diri. Sebagai tanggapan terhadap stressor, maka akan ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama tubuh mempersiapkan diri dengan baik untuk melawan, atau yang kedua, melarikan diri.
     Bila tubuh menanggapi stressor dengan melawan, maka tubuh akan mengaktifkan sistim SOS di dalam tubuh. Sinyal sos yang terkirim ke seluruh tubuh akan direspon dalam bentuk sebagai berikut:
     - Tubuh melepaskan bahan bakar yang berbentuk (gula dan lemak) untuk memberikan suplay energi dengan cepat, begitu dibutuhkan.
     - Intensitas pernapasan meningkat, untuk memasok lebih banyak oksigen ke dalam darah.
     - Ketegangan otot meningkat untuk mempersiapkan tindakan dalam kewaspadaan.
     - Mekanisme pembekuan darah diaktifkan untuk mengurangi pendarahan dari luka (bila tubuh mempunyai luka).
     - Panca indera menjadi lebih peka. Pendengaran lebih sensitif, pupil mata membesar, penciuman bau menjadi lebih tajam.
     - Denyut jantung dan tekanan darah meningkat untuk mengalirkan lebih banyak darah ke otot.

     Celakanya, stressor itu sangat tidak sopan. Bila stressor lain muncul, bukan berarti stressor pertama akan pergi. Mereka malah akan berkolaborasi, menambah tekanan kepada kita. Hal lainnya lagi, bisa saja stres yang timbul sebenarnya mempunyai intensitas yang rendah, dalam kondisi normal bisa saja diabaikan. Namun bila munculnya stressor-stressor kecil terakumulasi dalam rentang waktu yang berdekatan, atau malah bersamaan, maka bisa menjadi pemicu stres yang luar biasa.
     Sebagai reaksi alamiah, tubuh akan bertahan. Pada titik ini, kemampuan bertahan terhadap stres atau menggunakan stres sebagai pemicu ‘sikap positif’ akan muncul. Mengantisipasi stressor dan mengembangkan strategi mengatasinya memenjadi dua unsur penting dalam memanage stres. Karenanya sangat penting bagi kita untuk menyadari jenis-jenis stres yang akan dihadapi.

     Cedera, sakit dan kematian. Merupakan kemungkinan yang nyata yang harus Anda hadapi. Mungkin tidak ada yang lebih stres bila berada sendirian di satu lingkungan asing dimana Anda bisa saja meninggal karena kecelakaan yang terjadi, mengalami cedera, atau karena keracunan oleh makanan tak dikenal. Cedera akan menambah stres karena membatasi kemampuan kita untuk bermanuver mendapatkan makanan dan minumam, mencari tempat berlindung dan membela diri. Meskipun cedera dan penyakit yang ada tidak menyebabkan kematian, namun mereka menambah stres melalui rasa sakit dan ketidaknyamanan yang timbul. Hanya dengan kemampuan mengendalikan stres yang terkait dengan kerentanan pada cedera, penyakit dan kematian, maka Anda bisa memiliki keberanian untuk mengambil resiko yang terkait untuk tetap bertahan hidup.
     Lingkungan. Dalam bertahan hidup, Anda harus mengahadapi stressor berupa cuaca, medan bentang alam dengan berbagai macam makhluk hidup yang menghuni daerah tersebut. Panas, dingin, hujan, angin, gunung, rawa, gurun, serangga, reptil berbahaya dan segala jenis hewan lainnya hanyalah sebahagian dari tantangan yang kita hadapi di dalam survival. Sehingga, segala sesuatunya tergantung pada bagaimana Anda menangani stres oleh faktor-faktor lingkungan tersebut. Apakah akan menjadikan lingkungan kita sebagai sumber makanan sekaligus tempat berlindung yang baik atau malah lingkungan menjadi penyebab ketiaknyamanan yang secara ekstrim akan mengarahkan kita pada cedera, sakit dan akhirnya mati.
     Lapar dan Haus. Tanpa makanan dan air, Anda akan menjadi lemah kemudian akhirnya mati. Jadi, mendapatkan dan mencadangkan makanan dan air akan memberi peluang memperpanjang waktu dalam survival. Mencari makanan bisa menjadi sumber stres yang besar karena Anda membutuhkan banyak energi sehingga mengakibatkan kelelahan.
     Kelelahan. Memaksakan diri untuk tetap bertahan hidup tidaklah mudah. Banyak energi yang terkuras, yang kemudian Anda menjadi sangat lelah. Ada kemungkinan Anda menjadi begitu lelahnya sehingga Anda tetap terjaga, tidak bisa tidur sehingga mendapatkan jenis stres yang baru lagi.

Reaksi Alamiah.
     Manusia sudah mampu bertahan hidup setelah melalui berbagai macam perubahan lingkungan selama berabad-abad. Kemampuan adaptasi yang luar biasa secara fisik dan mental terhadap alam yang terus berubah, sementara banyak spesies lain di sekitarnya yang kemudian punah perlahan-lahan. Mekanisme yang telah dikembangkan oleh nenek moyang kita, bisa kita gunakan untuk membantu kita tetap survive.
     Hal itu sebenarnya tidak mengherankan, karena setiap orang akan memiliki beberapa reaksi psikologis yang khas dalam situasi survival. Namun demikian, ada beberapa gejala umum yang akan dihadapi oleh setiap orang setelah munculnya stressor.

     Rasa Takut. Ketakutan adalah respons emosi kita oleh keadaan berbahaya, yang dipercaya berpotensi menyebabkan kematian, cedera atau sakit. Bahaya yang timbul karena Anda cedera, mengancam kestabilan emosi kita hingga bisa menimbulkan rasa takut.
     Jika Anda dalam situasi survival, rasa takut sebenarnya bisa berfungsi positif bila hal itu akan membuat Anda menjadi lebih berhati-hati dimana kecerobohan bisa mengakibatkan cedera. Sayangnya, rasa takut juga bisa melumpuhkan Anda. Hal itu bisa menyebabkan Anda menjadi begitu takut bahwa Anda akan gagal untuk melakukan kegiatan penting demi tetap bertahan hidup. Kebanyakan orang akan memiliki tingkat rasa takut yang berbeda ketika dalam kondisi yang buruk berada di satu lingkungan yang tidak dikenalnya. Kita tidak perlu malu untuk mengakui hal ini, karena itu sangat manusiawi.
     Kita hanya perlu untuk terus melatih diri supaya tidak dikendalikan oleh rasa takut yang muncul. Idealnya, setiap kita memerlukan pelatihan yang realistis, sehingga memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk meningkatkan rasa percaya diri. Dengan kepercayaan diri yang memadai, kita bisa mengatasi rasa takut yang timbul.

     Cemas. Terkait dengan masalah takut adalah cemas. Karena takut itu adalah reaksi yang alami, maka rasa cemas juga salah satu reaksi yang natural. Kecemasan bisa berbentuk rasa gelisah, khawatir karena situasi yang berbahaya (secara fisik, mental dan emosi).
     Bila kita bisa mengendalikannya secara sehat, maka kecemasan bisa mendorong Anda bertindak untuk menuntaskan satu ancaman, setidaknya bisa menguasai stressor yang mengancam keberadaan Anda. Jika kita tidak pernah cemas, maka kita hanya akan memiliki sedikit motivasi untuk membuat perubahan di dalam hidup. Di dalam situasi survival, kita bisa mengurangi rasa cemas dengan melakukan hal-hal yang setidaknya bisa memastikan Anda untuk bertahan dalam situasi yang ada.
     Ketika kita bisa mereduksi rasa cemas, kita juga sekaligus mengendalikan sumber rasa cemas itu, yaitu ketakutan kita. Sampai di titik ini, maka rasa cemas berfungsi sebagai hal yang positif. Bila tidak berjalan di arah yang benar, maka kecemasan akan berdampak menghancurkan. Rasa cemas bisa menjerumuskan kita ke titik dimana kita menjadi mudah bingung dan sulit untuk berfikir. Sekali kita berada di situasi ini, maka keadaan akan semakin bertambah sulit untuk bisa membuat pertimbangan logis dan keputusan yang baik.
     Untuk survive, kita harus belajar dan berlatih cara menenangkan kecemasan, cara mengendalikan kecemasan sehingga tetap berada di rentang yang bisa memberi dampak yang positif.

     Marah dan Frustrasi. Frustrasi bisa muncul ketika kita terus-menerus gagal di dalam upaya mencapai tujuan. Tujuan survival adalah supaya tetap hidup sampai kita bisa mencapai bantauan atau sampai tim penolong menemukan kita. Untuk mencapai tujuan itu, kita harus bisa menuntaskan hal-hal yang diperlukan dengan menggunakan sumber daya seminimal mungkin.
     Frustrasi yang menumpuk akan menimbulkan kemarahan. Tersesat, rusaknya peralatan, cuaca yang tidak bersahabat, medan yang sulit dengan beberapa cedera yang mungkin sudah menimpa kita bisa menjadi sumber frustrasi dan marah. Reaksi impulsif yang ditimbulkannya bisa berupa perilaku yang tidak rasional, keputusan yang tidak dipertimbangkan dengan matang, bahkan dalam beberapa kasus akan bersikap merajuk, berhenti berusaha melakukan hal-hal yang tidak dikuasai dengan sempurna.
     Sangat penting untuk bisa mengendalikan intensitas emosi yang berkaitan dengan rasa frustrasi dan marah, sehingga kita bisa lebih produktif menghadapi setiap tantangan di dalam situasi survival. Bila kita bisa mengalihkan fokus dari rasa marah, kita bisa menghemat banyak energi yang terbuang percuma akibat penyaluran pelampiasan rasa marah itu.  Kita bisa menciptakan peluang hidup lebih besar untuk orang lain di sekitar kita.

     Depresi. Anda akan menjadi manusia langka, bila tidak dihinggapi perasaan sedih, meski hanya sesaat, ketika berhadapan dengan kesulitan hidup. Rasa sedih yang mendalam akan berubah menjadi depresi. Depresi sendiri berhubungan erat dengan rasa marah dan frustrasi
     Frustrasi akan menyebabkan kita menjadi semakin marah ketika gagal mencapai tujuan. Jika kemarahan tidak berhasil membantu kita untuk berhasil, maka tingkat frustrasi akan semakin tinggi. Sebuah siklus destruktif akan terus berlangsung antara kemarahan dan frustrasi, yang akan menggerogoti kondisi kita secara fisik, emosi dan mental. Ketika kita sampai di titik ini, maka kita biasanya akan menyerah. Fokus kita akan bergeser dari “apa yang bisa saya lakukan’ menjadi “tidak ada yang bisa saya lakukan”.
     Depresi adalah satu ungkapan putus asa, ungkapan perasaan tidak berdaya. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan perasaan sedih. Kita menjadi sedih karena memikirkan orang yang kita cintai dan ingat untuk membawa kembali kehidupan ini ke ‘peradaban’ atau ‘dunia yang normal’. Pikiran-pikiran seperti itu pada dasarnya bisa  menimbulkan keinginan dan dorongan untuk berusaha lebih keras, demi hidup ‘satu hari lagi’.
     Di sisi lain, bila kita membiarkan diri kita untuk tenggelam dalam keadaan tertekan, maka akan menguras sebagian besar energi yang sebenarnya bisa digunakan untuk hal lain yang berguna. Maka di sini menjadi penting bagaimana memelihara ‘kemauan untuk bertahan hidup’. Kita harus menolak untuk menyerah pada depresi.

     Sepi dan bosan. Manusia adalah makhluk sosial. Karenanya hanya sedikit orang yang ingin sendiri sepanjang waktu. Karenanya rasa sepi dan bosan bisa mengantarkan kita ke arah depresi. Bila kita dalam situasi survival, entah sendirian atau dengan beberapa orang lain, penting untuk bisa selalu menemukan cara untuk membuat dan menjaga fikiran kita tetap sibuk dan produktif.

     Rasa bersalah. Kadang kita berada dalam situasi survival oleh suatu keadaan yang dramatis dan tragis. Mungkin oleh satu kecelakaan, sehingga Anda adalah satu-satunya korban yang selamat. Sementara Anda selamat, disaat bersamaan orang lain yang kurang beruntung, yang mungkin saja sangat kita cintai, telah menjadi korban meninggal. Hal ini bisa saja menimbulkan rasa bersalah di dalam diri kita.
     Perasaan ini bila digunakan secara positif akan bisa mendorong kita untuk berusaha bertahan hidup hingga tim penolong tiba, atau malah menemukan jalan sendiri menyelamatkan diri. Kita harus mempunyai perasaan bersyukur karena telah selamat, sekaligus menyadari bahwa masih ada skenario kehidupan yang lebih besar yang harus kita selesaikan, sehingga kita masih diberi kesempatan tidak menjadi korban meninggal dalam kecelakaan itu. Kita bisa menanamkan keyakinan di dalam diri bahwa kita sekarang memegang amanah untuk menyelesaikan tugas yang belum sempat dituntaskan oleh orang-orang yang telah menjadi korban.
     Apapun alasan yang bisa kita temukan, yang penting jangan membiarkan rasa bersalah yang timbul menghalangi kita untuk melanjutkan kehidupan. Hidup yang menyia-nyiakan kesempatan hidup tidak akan mempunyai arti apa-apa. Dan hal itu akan menjadi tragedi besar kehidupan.

Mempersiapkan Diri
     Misi kita dalam survival adalah untuk tetap hidup. Bermacam-macam pikiran dan emosi yang kita alami dalam survival bisa dikendalikan, atau malah sebaliknya mereka yang mengendalikan kita.
     Rasa takut, cemas, marah, frustrasi, rasa bersalah, depresi dan kesepian adalah jenis-jenis stres yang secara umum kita hadapi di dalam situasi survival. Ketika kita mengontrol dengan baik setiap reaksi tadi, akan meningkatkan peluang kita untuk bertahan hidup. Tentu saja, kita perlu meluangkan banyak waktu, tenaga dan fokus latihan untuk bisa mengendalikan setiap stres yang muncul. Bagaimana melawan rasa takut, bagaimana bereaksi untuk menciptakan rasa aman, bagaimana mempertahankan rasa percaya diri setiap anggota tim kita, untuk tetap berusaha menghadapi setiap rintangan.
     Bila kita gagal mengontrol reaksi tersebut dengan cara yang sehat, maka reaksi stres itu akan membuat kita berhenti. Jangankan bisa mengerahkan sumber daya internal dalam diri kita, kita malah mendengarkan dan mengembangkan kekhawatiran dari dalam diri. Ketakutan itu akan menyebabkan kita kalah secara psikologis, jauh sebelum kita benar-benar kalah secara fisik.
     Ingatlah, survival adalah kondisi alamiah untuk setiap orang, yang tiba-tiba saja terperangkap dalam situasi perjuangan hidup-mati di dalam kondisi survival. Jangan kuatir akan ‘reaksi alamiah dari situasi yang tidak biasa’. Persiapkan diri kita untuk menguasai reaksi ini sehingga kita bisa manfaatkannya untuk bertahan hidup dengan cara terhormat dan bermartabat.
     Mempersiapkan diri dengan pengetahuan tentang reaksi yang mungkin muncul di dalam suatu situasi survival, merupakan tindakan yang produktif. Tantangan di dalam survival sudah menghasilkan banyak contoh terpuji dalam bentuk karakter kepahlawanan, keberanian dan kerelaan berkorban. Kualitas-kualitas itu akan kita dapatkan bila bisa mempersiapkan diri secara efektif.

     Berikut ini, beberapa tip untuk membantu persiapan diri secara psikologis untuk bertahan hidup. Kita bisa mengembangkan ‘sikap survival’ yang baik dengan melakukan pelatihan yang tepat dan terarah.

1. Kenali diri sendiri
     Luangkan waktu dan ikuti pelatihan, tanya pada keluarga dan teman-teman untuk menemukan siapa diri anda sebenarnya. Perkuat mutu diri Anda menjadi semakin kuat dan kembangkan potensi yang Anda ketahui diperlukan untuk survive.
2. Antisipasi rasa takut
     Jangan pernah berpura-pura bahwa Anda tidak punya rasa takut. Mulailah berfikir tentang hal-hal yang paling menakutkan bila Anda berada dalam situasi sendirian. Latihlah diri untuk mengendalikannya, namun bukan menghilangkan rasa takut sama sekali. Kembangkan rasa kepercayaan diri yang baik dalam setiap kemampuan yang Anda miliki sehingga bisa mengendalikan dan mereduksi kekhawatiran-kekhawatiran yang timbul.
3. Bersikap realistik
     Jangan takut untuk melakukan penilaian yang jujur terhadap suatu situasi atau kondisi. Pandang permasalahan di dalam kacamata pandangan orang lain. Perhatikan dan pelihara apa yang Anda harapkan dari perkiraan situasi yang ada. Jangan membuat harapan yang di luar perkiraan, karena nanti akan menjadi bibit kekecewaan yang sangat pahit. Ikuti pepatah lama, ‘berharap yang terbaik, bersiap untuk yang terburuk’. Kita tentunya lebih mudah beradaptasi dengan ‘kejutan’ tentang situasi yang menyenangkan dari suatu nasib baik yang tak terduga, dibanding menjadi marah oleh keadaan mengecewakan yang tidak terduga sebelumnya.
4. Menerapkan Sikap Positif
     Pelajari dan lihatlah potensi baik di dalam segala hal. Menemukan hal-hal baik bukan hanya akan meningkatkan moral kita, tetapi juga sangat penting dalam mengolah imajinasi dan mengeksplorasi kreativitas.
5. Ingat apa yang Anda pertaruhkan
     Gagal mempersiapkan diri secara psikologis untuk mengatasi situasi survival akan menyebabkan reaksi seperti depresi, ceroboh, kurang konsentrasi, kurang percaya diri, tidak bisa membuat keputusan yang baik. Ingatlah selalu, bahwa hidup Anda dan hidup orang lain sedang dipertaruhkan di tangan Anda.
6. Latihan
     Melalui pelatihan intensif dan pengalaman hidup yang keras, bisa menjadi modal untuk mempersiapkan diri menghadapi situasi survival. Ingat, semakin realistik suatu pelatihan, semakin memperkecil kemungkinan kita gagal dalam suatu situasi survival.
7. Belajar teknik Manajemen Stres
      Orang di dalam tekanan stres berpotensi untuk menjadi panik jika tidak disiapkan secara psikologis untuk menghadapi situasi yang mungkin terjadi. Meskipun kita sering tidak bisa mengatur keadaan apa saja yang boleh menimpa kita di dalam satu kondisi survival, tetapi kita punya kemampuan untuk mengendalikan reaksi kita di dalam merespon setiap keadaan.
     Mempelajari teknik Manajemen Stres bisa meningkatkan kemampuan kita untuk tetap tenang dan fokus saat kita berusaha menjaga diri dan hidup orang lain. Beberapa teknik penting misalnya keterampilan relaksasi, keterampilan manajemen waktu, keterampilan ketegasan, juga keterampilan restrukturisasi kemampuan kognitif (kemampuan untuk mengontrol bagaimana kita bisa melihat situasi secara realistis).

     Sebagai penutup artikel ini, satu ungkapan kunci di dalam survival yaitu ‘keinginan bertahan hidup’ bisa juga ditransformasikan menjadi bentuk ungkapan lain: ‘menolak untuk menyerah’.
 rujukan : US Army Survival Manual

      Karena aku bukan climber, makanya cerita selanjutnya bukan tentang urusan panjat memanjat. Tetapi ini hanya sekeping jejak perkembangan Korpala di rentang suka dukanya yang panjang. Dinding di gambar ini dirakit di tahun 1990, menggunakan rangka kayu. Iya, rangka kayu, karena belum sanggup untuk punya yang rangka besi, sementara kebutuhan dinding panjat sudah begitu mendesak.
      Maka jadilah, beberapa balok dikonstruksi, di samping D-4 untuk keperluan itu. Beberapa baut panjang dibutuhkan untuk menyambungkan konstruksi itu dengan dinding D-4, yang selanjutnya berfungsi sebagai supporting yang begitu kokoh dan stabil. Dan seperti harapan yang menyertai kehadiran dinding panjat itu, maka kegiatan latihan berlangsung lancar hampir setiap hari.
     Bahkan bukan hanya menjadi sarana latihan rutin, dinding ini juga pernah digunakan untuk mengadakan lomba di tahun 1991. Saya agak lupa kisah lomba itu, namun pesertanya lumayan banyak, dari sekitar Makassar tentunya. Yang teringat dengan baik, adalah karena lomba tersebut, salah seorang teman saya mendapatkan jodoh yang menjadi istrinya hingga saat ini, setelah berkenalan dengan salah seorang peserta pemanjat putri dari UMI.
     Begitulah, di dinding panjat sederhana itu, para titisan K berlatih dengan rutin hampir setiap hari. Namun sayang sekali, saya termasuk salah satu yang tidak terlalu rutin ikut berlatih. Lalu mungkin terbawa romantisme masa sulit pertama kali memiliki dinding panjat itulah, maka 'Sekadar Mimpi Sepele' saya lahir begitu saja ketika Korpala mendapatkan dinding panjat yang begitu representatif di tahun 2010 lalu.
     Semoga, mimpi itu menjadi nyata di suatu hari nanti..

     Menyadari pentingnya proses regenerasi dan kelanjutan hidup organisasi yang masih muda itu, Korpala di tahun 1987 menyelenggarakan proses pendidikan dasarnya yang pertama kali. Simpel saja, kegiatan itu langsung disingkat menjadi Diksar. Sebutan yang sangat familiar di waktu itu, pada kegiatan pelatihan dasar untuk keperluan apapun. Nanti di tahun 1989, ketika hendak menyelenggarakan untuk yang ketiga kalinya, muncullah ide untuk membuat sebutan yang bisa 'berbeda' dengan yang sering terdengar itu. Selanjutnya disepakatilah menggunakan singkatan 'Dakdas" menggantikan diksar.
     Semangat menggelar pendidikan dasar itu begitu menggebu, meski dengan peralatan yang begitu sedikit dan begitu sederhana. Beberapa buah carabbiner, satu buah 'figure 8' dan tentu saja, tali tambang menjadi tumpuan kegiatan tali temali. Begitu juga untuk pelajaran navigasi, ya Tuhan.. untuk mendapatkan peta begitu sulitnya. Jadilah pendidikan hanya bermodal kompas, dan coret-coret tangan untuk belajar konsep dasar bernavigasi.
     Namun satu point penting yang menjadi pagangan, adalah asupan materi 'pengetahuan lingkungan' yang dibawakan langsung oleh salah seorang pakar yang dimiliki oleh Unhas, yaitu Prof. Paembonan. Mencintai alam tidak bisa cukup hanya sekadar meregang otot di alam bebas sana. Pembekalan pengetahuan dan kesadaran tentang lingkungan hidup, tentang ekosistem, mutlak menjadi parameter standar mutu setiap titisan di Korpala. Dan itu akan menjadi bekal yang berharga untuk setiap insan akademis yang menjadi anggota Korpala.
Salah satu sesi pembekalan untuk peserta diksar-1, pelajaran tali temali di ruangan kelas sebelum menuju ke lapangan.
(bawah) pendalaman materi tali temali di Bili-Bili, sebelum melanjutkan ke materi 'rappeling'. Salah satu yang penting dipelajari adalah 'merakit' bekal tali hesti ke sekitar pinggul untuk membentuk seat harness. Iwan Amran sedang serius memberi instruksi kepada Aco Lologau.
 
 Phiphi, instruktur rappeling memperagakan 'self belaying rappeling' yang begitu atraktif.
Dua dari empat peserta putri pada diksar-1 itu, Husnia Asaf dan Putri Jauhar
 ada acara meluncur di tambang, menggunakan utas tali yang menjadi media luncur. Seperti 'flying fox' yang kita kenal sekarang ini. Toggle rope (koreksi saya bila keliru mengeja) adalah tali kecil yang dipegang, meluncur membawa beban pemegangnya melalui bentangan tali tambang.
Lalu ada juga acara merayap di tambang.
 Yang banyak digemari oleh peserta pendidikan, adalah rappeling di tebing Lebong.
 Indra dengan sepatu Eagle 'kebanggaannya' dikombinasi dengan jeans pendek nan seksi, memperagakan rappeling di tebing Lebong.
 
 bertempat di bagian atas air terjun Lembanna, dilakukan inisiasi kepada setiap peserta yang telah merampungkan seluruh rangkaian kegiatan pendidikan dasar.
 Dinihari Puspita lagi 'baca-baca' segala sesuatu, termasuk kode etik PA sebelum prosesi inisiasi. Ada Phiphi sbg 'tukang senter', ada Mappalologau Tantu dan juga M.Yani Abidin.
Indra Diannanjaya menyalami peserta setelah pelantikan. (bawah) ada Putri Jauhar, alm Yanti Abd.Azis dan Andi Nurwida.
     Oleh keterbatasan sarana, maka beberapa momen penting dalam diksar-1 tersebut tidak sempat terdokumentasi. Misalnya kegiatan survival yang dilaksanakan di kaki bawakaraeng sekitar pos 3 hingga 5. Lalu menjangkau puncak Bawakaraeng begitu selesainya survival.
     Banyak koreksi yang kemudian dilakukan untuk memperbaiki kualitas pendidikan di tahun-tahun berikutnya. Namun demikian, semua item perbaikan itu tidak pernah keluar dari falsafah dasar mengenai mengapa pendidikan itu dilakukan. Dasar yang kemudian menajdi fondasi kuat yang melandasi setiap semangat yang bergelora di Korpala. (baca: Pendidikan Napak tilas yang saya posting di buletin online Lembanna).
 wajah-wajah peserta diksar-1. dengan rendah hati saya mohon bantuan teman-teman untuk mengidentifikasi wajah yang nampak, lalu menuliskannya di bagian komentar di bawah.

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.