Articles by "Geology"

Tampilkan postingan dengan label Geology. Tampilkan semua postingan

     Kepunahan massal adalah peristiwa dramatis dalam sejarah Bumi yang menyebabkan hilangnya banyak spesies secara bersamaan. Dalam skala waktu geologi yang sangat luas, kita melihat lima peristiwa utama yang menciptakan titik balik dalam evolusi kehidupan. Mari kita telusuri setiap kepunahan, diberi penanda penting dalam istilah geologi.
 

1. Kepunahan Ordovisium-Silur, yang terjadi sekitar 443 juta tahun yang lalu, menandai akhir dari periode Ordovisium dan merupakan salah satu peristiwa kepunahan terbesar dalam sejarah Bumi. Peristiwa ini mengakibatkan hilangnya sekitar 85% spesies laut yang ada pada waktu itu, menjadikannya salah satu kepunahan paling signifikan dalam sejarah kehidupan di planet kita.

     Pada masa ini, kehidupan sebagian besar terkonsentrasi di lautan, dengan banyak spesies invertebrata seperti trilobit, brachiopoda, dan graptolit yang mendominasi ekosistem laut. Namun, menjelang akhir Ordovisium, planet ini mengalami perubahan lingkungan yang dramatis yang menyebabkan kepunahan massal tersebut.

     Salah satu penyebab utama kepunahan Ordovisium-Silur kemungkinan besar adalah penurunan drastis permukaan laut yang diakibatkan oleh pembekuan es besar-besaran. Saat benua-benua masa kini berada di dekat kutub selatan, kondisi iklim menyebabkan pembentukan lapisan es yang luas. Proses ini mengurung sejumlah besar air dalam bentuk es, mengakibatkan penurunan signifikan permukaan laut.

     Penurunan permukaan laut ini memiliki dampak yang dahsyat pada habitat laut, mengakibatkan hilangnya wilayah-wilayah dangkal tempat banyak organisme hidup. Ketika wilayah-wilayah ini mengering, banyak spesies kehilangan habitat mereka dan tidak mampu bertahan dalam kondisi lingkungan yang berubah dengan cepat. Perubahan drastis dalam kimia air laut dan suhu juga menambah tekanan pada organisme-organisme tersebut.

     Dalam istilah geologi, kepunahan Ordovisium-Silur ditandai dengan batas Ordovisium-Silur. Batas ini menunjukkan perubahan besar dalam endapan laut yang dapat diamati di berbagai lokasi di seluruh dunia. Lapisan-lapisan batuan dari periode ini menunjukkan tanda-tanda perubahan lingkungan yang drastis, seperti variasi dalam komposisi fosil dan struktur sedimen. Kehadiran isotop oksigen dalam endapan ini juga memberikan petunjuk tentang perubahan suhu dan iklim yang menyertai peristiwa tersebut.

2. Kepunahan Devon Akhir, yang terjadi sekitar 359 juta tahun yang lalu, mengakibatkan hilangnya sekitar 75% spesies yang ada pada waktu itu, mencakup berbagai organisme laut dan darat. Devon adalah periode yang terkenal dengan "Zaman Ikan", di mana ikan berrahang pertama kali mendominasi lautan, sementara tanaman darat dan serangga juga mulai berkembang pesat.

     Penyebab utama kepunahan Devon Akhir kemungkinan besar adalah kombinasi dari beberapa faktor lingkungan yang ekstrem. Salah satunya adalah perubahan iklim yang mendadak, yang bisa disebabkan oleh perubahan besar dalam siklus karbon dioksida. Fluktuasi dalam kadar CO₂ atmosfer bisa memicu perubahan iklim global, yang berdampak pada habitat laut dan darat.

     Selain itu, letusan vulkanik besar-besaran mungkin telah melepaskan sejumlah besar debu dan gas ke atmosfer, menyebabkan penurunan suhu global dan perubahan kimia air laut. Letusan ini juga dapat menyebabkan hujan asam yang merusak lingkungan darat dan laut. Efek gabungan dari pendinginan global dan perubahan kimia air laut kemungkinan besar menekan banyak organisme, menyebabkan stres lingkungan yang parah.

     Penurunan kadar oksigen di laut, atau anoksia laut, juga diyakini berperan penting dalam kepunahan ini. Ketika laut mengalami stagnasi, yaitu ketika sirkulasi air melambat atau terhenti, kadar oksigen di dalam air bisa menurun drastis. Organisme yang hidup di laut dangkal, seperti terumbu karang dan ikan, sangat rentan terhadap kondisi anoksik ini. Penurunan kadar oksigen akan menghambat metabolisme organisme laut dan akhirnya menyebabkan kematian massal.

     Dalam rekaman geologi, kepunahan Devon Akhir ditandai oleh lapisan endapan yang menunjukkan tanda-tanda stagnasi air laut. Lapisan sedimen ini sering menunjukkan perubahan dalam komposisi mineral dan inklusi dari fosil-fosil yang mengalami stres lingkungan. Fosil-fosil ini memberikan bukti bahwa organisme pada masa itu harus bertahan dalam kondisi lingkungan yang keras sebelum akhirnya banyak dari mereka punah.
 

3. Kepunahan Perm-Trias, yang terjadi sekitar 252 juta tahun yang lalu di akhir periode Perm,  sekitar 96% spesies laut dan 70% spesies darat punah, menjadikannya kepunahan yang sangat signifikan dan merusak ekosistem global.

     Faktor penyebab utama kepunahan Perm-Trias mencakup beberapa perubahan lingkungan yang ekstrem dan peristiwa geologis besar. Salah satu penyebab utama yang sering disebut adalah aktivitas vulkanik besar-besaran di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Siberia. Letusan vulkanik ini, yang dikenal sebagai Siberian Traps, melepaskan sejumlah besar lava dan gas ke atmosfer, termasuk karbon dioksida (CO₂) dan belerang dioksida (SO₂). Gas-gas ini menyebabkan pemanasan global yang ekstrem dan hujan asam, yang merusak ekosistem darat dan laut.

     Perubahan iklim ekstrem yang disebabkan oleh aktivitas vulkanik ini juga memainkan peran penting dalam kepunahan. Peningkatan kadar CO₂ di atmosfer menyebabkan efek rumah kaca yang memperburuk suhu global, sementara SO₂ di atmosfer menyebabkan hujan asam yang merusak tumbuhan dan ekosistem. Dampak gabungan dari pemanasan global dan hujan asam ini menciptakan kondisi lingkungan yang sangat keras, yang tidak dapat diadaptasi oleh banyak spesies.

     Selain itu, kondisi anoksia laut (kekurangan oksigen) juga merupakan faktor kunci dalam kepunahan Perm-Trias. Aktivitas vulkanik dan perubahan iklim menyebabkan stagnasi dalam sirkulasi air laut, yang mengurangi oksigen yang larut dalam air. Anoksia laut ini mengakibatkan kematian massal bagi organisme laut yang bergantung pada oksigen untuk bertahan hidup, termasuk terumbu karang, moluska, dan berbagai spesies ikan. Organisme yang tinggal di laut dangkal, yang paling rentan terhadap perubahan kadar oksigen, mengalami dampak yang paling parah.

     Secara geologi, kepunahan Perm-Trias dikenal sebagai batas Perm-Trias. Batas ini dapat diidentifikasi dalam lapisan-lapisan batuan di seluruh dunia dan ditandai oleh perubahan dramatis dalam komposisi fosil dan endapan sedimen. Lapisan-lapisan ini menunjukkan penurunan tiba-tiba dalam keberagaman fosil dan adanya lapisan abu vulkanik yang tebal, yang menjadi saksi bisu dari aktivitas vulkanik besar-besaran pada masa itu.

     Batas Perm-Trias juga menunjukkan perubahan besar dalam kimia batuan, termasuk peningkatan signifikan dalam isotop karbon yang menunjukkan fluktuasi besar dalam siklus karbon global. Data isotop ini memberikan bukti bahwa perubahan iklim dan kondisi lingkungan selama periode ini sangat ekstrem dan berdampak besar pada kehidupan di Bumi.
 

4. Kepunahan Trias-Jura, yang terjadi sekitar 201 juta tahun yang lalu di akhir periode Trias, mengakibatkan hilangnya sekitar 80% spesies yang ada pada waktu itu, termasuk banyak spesies reptil besar dan organisme laut. Kepunahan ini menciptakan landasan bagi dinosaurus untuk mendominasi ekosistem darat selama periode Jura yang mengikuti.

     Faktor penyebab utama kepunahan Trias-Jura kemungkinan besar melibatkan aktivitas vulkanik yang intens dari Pematang Tengah Atlantik. Pematang Tengah Atlantik adalah zona rift di tengah Samudera Atlantik di mana lempeng tektonik saling menjauh, menciptakan letusan vulkanik yang masif. Letusan ini melepaskan sejumlah besar gas ke atmosfer, termasuk karbon dioksida (CO₂) dan metana (CH₄), yang menyebabkan peningkatan signifikan dalam efek rumah kaca dan pemanasan global.

     Perubahan iklim yang diakibatkan oleh aktivitas vulkanik ini berkontribusi pada kepunahan massal dengan menciptakan kondisi lingkungan yang sangat tidak stabil. Suhu global yang meningkat menyebabkan perubahan besar dalam habitat yang ada, merusak ekosistem darat dan laut. Selain itu, pelepasan gas vulkanik juga dapat menyebabkan hujan asam, yang lebih lanjut merusak tumbuhan dan organisme laut.

     Dalam rekaman geologi, kepunahan Trias-Jura ditandai dengan batas Trias-Jura. Batas ini dapat dilihat dalam lapisan-lapisan sedimen yang menunjukkan perubahan besar dalam jenis fosil dan endapan. Lapisan ini menunjukkan hilangnya tiba-tiba banyak spesies dan perubahan dalam komposisi fosil yang menandakan adanya stres lingkungan. Perubahan besar dalam endapan sedimen juga menunjukkan adanya gangguan lingkungan yang signifikan, seperti perubahan dalam kimia air laut dan struktur sedimen.

     Batas Trias-Jura juga menunjukkan adanya peningkatan dalam isotop karbon yang mencerminkan perubahan dalam siklus karbon global. Data isotop ini memberikan bukti bahwa perubahan lingkungan yang terjadi selama periode ini sangat ekstrem dan berdampak besar pada kehidupan di Bumi. Peristiwa ini menunjukkan bagaimana aktivitas geologis yang intens dapat menyebabkan perubahan besar dalam ekosistem global dan memicu kepunahan massal.

5. Kepunahan Kapur-Paleogen, yang terjadi sekitar 66 juta tahun yang lalu, mungkin adalah peristiwa kepunahan massal paling terkenal dalam sejarah Bumi karena mengakhiri era dinosaurus. Peristiwa ini mengakibatkan hilangnya sekitar 75% spesies di Bumi, termasuk banyak spesies yang mendominasi daratan dan lautan. Kepunahan ini menciptakan perubahan besar dalam ekosistem global dan membuka jalan bagi evolusi mamalia dan akhirnya manusia.

     Penyebab utama kepunahan Kapur-Paleogen adalah tumbukan asteroid besar yang menciptakan kawah Chicxulub di Yucatán, Meksiko. Tumbukan ini melepaskan energi yang sangat besar, setara dengan miliaran bom atom, yang menyebabkan kebakaran hutan global, gelombang tsunami, dan pelepasan partikel debu dan gas ke atmosfer. Partikel-partikel ini menghalangi sinar matahari, menyebabkan penurunan suhu global yang drastis, dan memicu efek rumah kaca yang signifikan.

     Akibat dari tumbukan ini adalah gangguan besar dalam rantai makanan. Tanaman tidak dapat melakukan fotosintesis karena kurangnya sinar matahari, yang menyebabkan keruntuhan ekosistem darat dan laut. Banyak spesies dinosaurus, baik karnivora maupun herbivora, tidak dapat bertahan hidup dalam kondisi lingkungan yang berubah dengan cepat ini. Selain itu, hewan-hewan kecil yang bergantung pada tumbuhan dan hewan lainnya juga terdampak parah.

     Selain tumbukan asteroid, aktivitas vulkanik di Deccan Traps, India, juga berperan dalam kepunahan ini. Letusan vulkanik ini melepaskan sejumlah besar gas seperti belerang dioksida (SO₂) dan karbon dioksida (CO₂) ke atmosfer. Gas-gas ini berkontribusi pada hujan asam dan pemanasan global, yang lebih lanjut merusak lingkungan darat dan laut. Kombinasi dari tumbukan asteroid dan aktivitas vulkanik menciptakan kondisi lingkungan yang sangat tidak stabil dan tidak bersahabat bagi banyak spesies.

     Dalam rekaman geologi, batas geologi ini dikenal sebagai batas Kapur-Paleogen (K-Pg), yang sebelumnya disebut batas Kapur-Tersier (K-T). Batas ini ditandai dengan lapisan tipis iridium yang sangat tinggi dibandingkan dengan lapisan batuan di sekitarnya. Iridium adalah unsur yang jarang ditemukan di kerak bumi tetapi umum di meteorit, memberikan bukti kuat tentang tumbukan asteroid. Selain itu, perubahan mendadak dalam fosil plankton juga menjadi indikator penting dari kepunahan ini. Di bawah batas K-Pg, fosil plankton menunjukkan keanekaragaman yang tinggi, tetapi di atas batas ini, keanekaragaman fosil plankton menurun tajam.

     Dengan memahami kepunahan massal ini, kita dapat melihat bagaimana perubahan besar dalam lingkungan Bumi dapat memicu transformasi dramatis dalam evolusi kehidupan. Setiap peristiwa kepunahan membuka jalan bagi munculnya spesies baru dan mengatur panggung bagi evolusi berikutnya, menunjukkan ketahanan dan adaptasi kehidupan di planet kita.

 

Rujukan:

George R. McGhee, The Late Devonian mass extinction: the Frasnian/Famennian crisis (1996). Columbia University Press

T.J. Algeo, "Terrestrial-marine teleconnections in the Devonian: links between the evolution of land plants, weathering processes, and marine anoxic events" (1998)

Michael J. Benton, When Life Nearly Died: The Greatest Mass Extinction of All Time (2003). Thames & Hudson.

Douglas H. Erwin, Extinction: How Life on Earth Nearly Ended 250 Million Years Ago (2006). Princeton University Press.

Peter D. Ward dan Joe Kirschvink, A New History of Life: The Radical New Discoveries about the Origins and Evolution of Life on Earth (2015). Bloomsbury Publishing.

Robert M. DeConto dan David Pollard, "The Role of CO2 and Ocean Acidification in the End-Cretaceous Extinction" (2003). Science.

     Terletak di tengah Gurun Mojave di perbatasan antara California dan Nevada, Death Valley atau lembah kematian - seperti namanya, tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Di lembah itu ada dataran Bardwater yang terletak 86 meter di bawah muka laut. Sementara area lainnya bernana Furnace Creek di lembah ini memegang rekor suhu udara terpanas dengan 56,7 derajat Celcius pada 10 Juli 1913.
     Tetapi bukan fenomena kedua tempat itu yang menjadi daya tarik utama Death Valley - terutama untuk para geolog, melainkan suatu tempat di barat laut lembah ini bernana Racetrack Playa. Berbeda dari dataran Bardwater, Racetrack Playa merupakan danau kering yang terletak di ketinggian 1.130 meter di atas permukaan laut. Panjangnya 4,5 km dengan lebar 2 km.
     Para Geolog yang menyambangi Racetrack Playa akan berhadapan denga teka teki yang terpecahkan selama bertahun-tahun. Bagaimana batu dari berbagai ukuran, entah yang beratnya hanya satu dua kilogram atau bahkan dengan berat ratusa kilogram, akan bergerak dengan sendirinya di permukaan danau kering yang sangat datar itu. Lakukan percobaan dengan meletakkan batu dengan ukuran berat berapa saja, lalu kembalilah beberapa tahun kemudian. Batu itu telah bergerak jauh, meninggalkan jejak lintasan dari posisinya yang semula diletakkan. Sepertinya, fenomena tersebut yang juga menjadi dasar memberi nama untuk wilayah ini, 'Racetrack'.
     Pertanyaannya adalah siapa yang menggeser batu-batu tersebut sedemikian jauh, sementara tidak ada jejak air ataupun jejak hembusan angin di sana.? "Semakin lama kalian berada di sana, maka kalian akan merasakan misteri tersebut", kata Alan Van Valkenburg, penjaga di Taman Nasional Death Valley, yang sudah bekerja di tempat itu selama 20 tahun.
     Dua peneliti dari Badan Survei Geologi Amerika Serikat di tahun 1948 menyampaikan hipotesisnya. Mereka menduga tiupan angin dan banjir yang menyebabkan batu-batu itu bergeser. Tetapi tidak ada bukti yang mendukung hipotesis mereka.
     Dua puluh tahun kemudian, Robert Sharp dari California Institute, melacak pergerakan 30 batu di permukaan Racetrack Playa. Setiap tahun dua kali timnya mendatangi tempat itu. Namun mereka selalu gagal mendapatkan jawaban akan fenome batu bergeser itu.
     Pauh Messina, geolog lain dari San Jose State University, memetakan pergerakan batu-batu di danau Death Valley itu menyimpulkan bahwa batu-batu itu tak bergerak paralel, sehingga dugaan bahwa sangat kecil kemungkinannya batu-batu itu bergeser oleh tiupan angin.
     Tahun 2007, Ralph Lorenz, peneliti planet dari John Hopkins University bersama NASA memasang stasiun cuaca di Death Valley. Hipotesis dari tim ini bahwa selama musim dingin, terbentuk lapisan es dan air di sekeliling batuan sehingga batu-batuan tersebut seakan-akan terapung di Recetrack Playa. Batu-batu dalam keadaan terapung itu akan mudah bergeser oleh tiupan angin kencang di Death Valley tersebut. Menurut Lorenz, model hipotesis yang dikemukakannya jauh lebih meyakinkan daripada teori lainnya, karena tidak membutuhkan gaya yang besar untuk menggeser batu di sana yang dalam keadaan terapung.
     "Orang selalu bertanya, apa penyebab batu-batu itu bergeser. Namun masalah sebenarnya adalah, ketika para ahli mencoba membuat penjelasan tentang fenomena tersebut, 'mereka' tidak selalu mendengarkannya," kata Alan.
     Mungkin benar apa yang dikatakan oleh Alan tentang 'orang yang tidak mendengarkan penjelasan' itu. Namun satu sanggahan sederhana sepertinya masih memerlukan jawaban, bila batu-batu itu bergeser oleh karena mereka terapung di atas lapisan es, bagaimana mereka bisa meninggalkan jejak goresan di permukaan tanah? Sepertinya fenomena ini masih tetap merupakan undangan terbuka untuk para geolog di seluruh dunia.
gambar dan data : epaper harian Detik

     Letusan Gunung Toba pada 74 ribu tahun yang lalu merupakan letusan gunung paling dahsyat dalam 2 juta tahun terakhir. Benarkah letusan itu nyaris memusnahkan manusia?

               The bright sun was extinguish'd, and the stars
               Did wander darkling in the eternal space,
               Rayless, and pathless, and the icy earth
               Swung blind and blackening in the moonless air;
               Morn came and went—and came, and brought no day

     Darkness, puisi itu dibuat Lord Gordon Byron, pada Juli 1816, di Jenewa, Swiss. Setahun setelah Gunung Tambora meletus, menyemburkan 50 kilometer kubik abu ke atmosfer, Jenewa, menurut Lord Byron, masih diselimuti gelap sepanjang hari. “Lilin dinyalakan seakan-akan tengah malam,” Lord Byron menuturkan.
     Pada 5 April 1815, Gunung Tambora di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, mulai menyemburkan lava panas. Tak berapa lama, dentuman kencang bertubi-tubi terdengar hingga jauh. Konon, suara dentuman itu terdengar hingga ke Makassar dan Batavia yang berjarak ratusan kilometer. Ditaksir, letusan Gunung Tambora dua abad silam itu mencapai skala 7 indeks ekplosivitas vulkanik (VEI) dan energinya empat kali lipat dari letusan Gunung Krakatau di Selat Sunda pada 1883.
     Efeknya sungguh dahsyat. “Di sepanjang jalan masih ada beberapa jenazah... Desa-desa rata dengan tanah, dan penduduk yang tersisa bertebaran mencari makan,” Letnan Phillips, melaporkan. Dia ditugaskan oleh Sir Thomas Stamford Raffles, penguasa di Batavia, untuk memeriksa letusan Gunung Tambora.
     Debu tebal yang menutup atmosfer membuat selama setahun nyaris tak ada musim panas di Eropa dan belahan bumi utara. Suhu bumi tahun itu rata-rata turun 0,4-0,7 derajat Celsius. Di mana-mana makanan langka karena tanaman rusak tertimbun debu. Tahun itu adalah sebuah kiamat kecil.
     Beribu-ribu tahun lalu, jauh sebelum Tambora mengamuk, letusan satu gunung di Sumatera Utara membuat bumi seperti “kiamat” selama bertahun-tahun. Konon, gara-gara letusan itu, selama sepuluh tahun bumi mengalami musim dingin, dan selama beberapa abad, temperatur atmosfer bumi mendingin. Itulah letusan gunung paling dahsyat dalam dua juta tahun terakhir. Akibatnya, menurut hipotesis Stanley H. Ambrose, profesor antropologi di Universitas Illinois, Urbana-Champaign, pertumbuhan populasi manusia melambat (population bottleneck). Bahkan ada kemungkinan populasi manusia kala itu berkurang signifikan.
✩✩✩
     Craig A. Chesner, profesor geologi di Universitas Eastern Illinois, menghitung saat Gunung Toba meletus pada sekitar 74.000 tahun silam, menyemburkan material dengan volume 2.800 kilometer kubik. Jumlah material yang disemburkan Gunung Toba hampir dua puluh kali lipat kala Gunung Tambora mengamuk dua abad silam dan hampir 250 kali dari yang dimuntahkan Gunung Krakatau di akhir abad ke-19.
     Ditaksir, letusan Gunung Toba 740 abad silam itu mencapai skala 8 indeks ekplosivitas vulkanik (VEI) dengan kekuatan lebih dari 8 skala magnitude, merusak wilayah seluas 20.000 kilometer persegi. Gas sulfur dan debu yang disemburkan ke lapisan stratosfer, menghalangi matahari, dan membuat suhu permukaan bumi anjlok ratarata 3-5 derajat Celsius. Debu itu terbang hingga ke Afrika, Semenanjung Arab hingga ke utara Laut Cina Selatan. Letusan inilah yang melahirkan danau vulkanik terbesar di dunia, yakni Danau Toba.
     Menurut Stanley Ambrose, selama enam tahun berturut-turut, tak ada musim panas di sebagian besar wilayah dunia. Disusul kemudian, terjadi proses glasialisasi yang melahirkan zaman es selama 1.000 tahun. Sejumlah penelitian penelusuran perkembangan DNA manusia juga membuktikan terjadi genetic bottleneck sekitar tahun meletusnya Gunung Toba.
     “Genetic bottleneck yang bertahan hanya satu generasi tak akan meninggalkan jejak signifikan,” kata Ambrose, beberapa tahun lalu, mengutip penelitian lain. “Karena itu, enam tahun musim dingin mungkin telah menyebabkan anjloknya populasi manusia.”

     Penyokong teori bottleneck ini tak sedikit, tapi tak sedikit pula yang meragukannya. Di antara yang menyangsikan hipotesis Ambrose adalah F.J. Gathorne-Hardy, peneliti di Museum Natural History, London, dan W.E.H. Harcourt Smith, paleontolog dari Museum American Museum of Natural History, New York.
     Dengan meminjam data kerusakan akibat letusan Gunung Krakatau pada 1883, Hardy dan Smith memperkirakan radius kerusakan langsung dari letusan Gunung Toba tak akan lebih dari 350 kilometer. Dia meragukan kesimpulan Ambrose yang menyatakan letusan Gunung Toba bisa jadimembunuh banyak orang di Asia Selatan. Sebab, di Pulau Mentawai saja, yang hanya berjarak sekitar 350 kilometer dari Gunung Toba, populasi beberapa primata endemik di pulau itu relatif tak terganggu. “Jadi kecil kemungkinan, efek kerusakannya mencapai India atau Indochina di utara atau Pulau Jawa di selatan,” Hardy menulis dalam artikelnya.
     Penelitian terbaru oleh tim dari Universitas Oxford, Inggris, membuktikan bahwa debu dari Gunung Toba terbang lebih dari 7.000 kilometer hingga ke Afrika Timur. Christine Lane dan timnya menemukan lapisan tipis abu Gunung Toba ini terkubur puluhan meter di bawah endapan di Danau Malawi.
     Dari penelitian endapan di Danau Malawi, mereka juga membuktikan bahwa tak terjadi penurunan temperatur udara secara dramatis dalam waktu sangat panjang seperti yang diduga Ambrose. “Bisa jadi, lingkungan di sana pulih sangat cepat setelah perubahan atmosfer akibat letusan Gunung Toba,” kata Christine Lane.
✩✩✩
     Selama 1 juta tahun terakhir, paling tidak tiga kali letusan besar terjadi di Gunung Toba. Letusan pertama terjadi sekitar 800 ribu tahun lalu, disusul letusan kedua sekitar 300 ribu tahun kemudian. Yang terakhir dan paling dahsyat terjadi sekitar 74 ribu tahun lampau.
     Menurut hipotesis geolog dari Belanda, Reinout Willem van Bemmelen, yang sangat intensif meneliti gununggunung di Indonesia antara 1930-1940-an, letusan itu membuat sebagian besar magma di perut Gunung Toba terkuras. Karena “perutnya” kosong, maka runtuhlah puncak Gunung Toba, dan menghasilkan kaldera sangat besar. Itulah “bayi” Danau Toba.
     Walaupun sebagian besar material Gunung Toba telah disemburkan, namun menurut Danny Hilman Natawidjaja, geolog dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, masih ada dapur magma di perut Danau Toba sekarang. Volumenya sekitar 30 ribu kubik di kedalaman 10.000 meter. “Tapi kami belum yakin apakah dapur magma itu terisi lava cair atau tidak, atau hanya hidrotermal saja,” kata Danny, pekan lalu.
     Surono, mantan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana, mengatakan penelitian lokal mengenai Gunung Toba memang sangat minim. “Bagi para peneliti, memang sangat mengasyikkan, tapi bagi sistem mitigasi bencana tidak ada perlunya karena, toh Danau Toba bukan merupakan gunung api aktif yang berpotensi menimbulkan bencana,” kata Surono.
source : Popular Reportase
Majalah Detik no. 96 

     Penghujung kemarau tahun 1982, acara penyambutan mahasiswa geology Unhas itu dilakukan. Belum ada format baku tentang apa saja yang akan dilakukan oleh para senior kepada wajah-wajah culun itu. Semua berlangsung spontan, sederhana dengan semangat yang begitu murni, untuk memberi pengenalan lapangan dan gambaran umum mengenai dunia geolgy nantinya.
     Karenanya, tidak ada wajah-wajah tegang. Sama sekali tidak ada kekuatiran anarkisme dalam bayang-bayang kegiatan perpeloncoan. Di beberapa tenda sederhana, senior dan junior berbaur tanpa batasan. Nyanyi bareng, masak-masak bareng dan tentu saja makan bareng dalam tradisi geology. Sungguh, lebih terasa sebagai kegiatan piknik.
Pak Budi menjelaskan panjang lebar segala sesuatu gambaran umum geology, sambil duduk santai di bendung Pa'bunoang juku' yang kering.
     Karenanya, keberadaan dosen di dalam rombongan, bukan menjadi sesuatu yang menimbulkan gatal-gatal alergi di dalam aktifitas kepanitiaan. Justru, kehadiran dosen dimanfaatkan untuk memberi penjelasan sepanjang perjalanan tentang geology secara umum.
     berdiri dari kiri: Amri, Kadoarjuna, Sulaeman, Nurman, Yustin, Amir Jaya dan Samsul Bahri.
duduk dari kiri: lupa, Nunuk, Hero, Muniati, Imran Umar, Selle, Pak Budi, Jalaluddin, Hance, Rafiudin, Stepanus dan Abd. Muis.
 di atas ada Hero, Muniati dan Junahan Satria.
bawah ada Ramlan Nawawi, Muniati, Nunuk dan yang kacamata tanpa topi itu, lupa namanya.
 sekitar puncak Bulu' Paria. Sama sekali tidak ada wajah tegang di dalam acara kemahasiswaan ini.
 setelah bagi-bagi syal geology, santai sambil foto-foto
     Tentu banyak cerita, banyak kenangan yang menyertai langkah para calon geologist itu. Karenanya, dengan segala kerendahan hati, saya menunggu tambahan komentar di bagian bawah, melengkapi serpihan memori yang melekat di kenangan kita masing-masing. Getar rasa kita di kebersamaan waktu itu, dengan mozaik joke-joke konyol sepanjang jalan pasti akan semakin menyegarkan indahnya kenangan yang telah kita ukir bersama.
Jadi jangan ki' ragu-ragu atau keberatan memanjang lebarkan rangkaian mozaik itu. Komentar ta' sangat di tunggu.

     Waktu itu belum ada kampus lapangan yang permanen seperti sekarang ini. Lokasi base camp kulap masih ditentukan sesuai selera kordinator kulap yang bersangkutan. Maka, kulap-dua ku yang berlangsung juli-agustus 1987 itu memilih lokasi base camp di Ralla, Barru. Dan seperti biasa, rumah kepala desa menjadi sasaran untuk itu, ditambah beberapa rumah tetangga, sebagai tempat kost sementara kuliah lapangan berlangsung. Tidak ketinggalan pastinya gedung sekolah dasar yang ada, dimanfaatkan untuk perkuliahan dalam kelas, sekaligus sebagai tempat menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan laporan dan gambar-gambar peta.
      Dokumentasi foto-foto kegiatan kulap-2 ini tidak terlalu lengkap, beberapa arsip yang saya miliki sudah rusak bersama negatifnya. Jadilah, sisa-sisa gambar yang masih selamat saja yang sebisa mungkin saya repro kembali sehingga bisa tampil seperti sekarang ini.
     Hari pertama pastinya dimulai dengan orientasi medan. Semua komponen yang terlibat, beramai-ramai keliling area kulap. Langkah kaki di hari pertama itu terasa masih begitu jauh, untuk membayangkan langkah terakhir di kegiatan ini, 32 hari kemudian. Berangkat dengan prasangka baik untuk setiap langkah yang terayun, hari demi hari dilalui dengan suka cita, tentu saja dengan segala jurus kalasi yang berhasil dan mampu diterapkan. Pokoknya, dibawa happy saja.
     Mengambil pengalaman dari hasil nilai kulap satuku yang jebok, satu strip lagi tidak lulus, maka untuk kulap dua ini saya lebih fokus. Pasang kaca mata kuda, jangan tengok kiri kanan, apalagi sampai odo'-odo' tetangga ataupun kerabat pak desa atau ibu kost. Bukan apa-apa, sebagai praktikan pastinya kita tidak akan sanggup untuk bersaing dengan para asisten dosen ataupun denagn dosennya seklian, dalam urusan odo'-odo' itu. Pengalaman dari kulap satu telah mengajarkan hal itu. hehehe...
     Pak Budi Rohmanto, Ibu. alm Bunga, Pak Kaharuddin MS, mengantar peserta kulap untuk oritntasi medan. Setelah di padang lampe' kita sempatkan untuk foto-foto sambil baku calla-calla karena banyak sudah ketularan penyakit 'okkotz' selama di lapangan.
Persiapan memulai kulap, baris-baris sambil dengar petuah-petuah, lalu berdoa sebelum meninggalkan kampus menuju Barru.
Ada Hermiati Eppang, Selle Hafid, Wawan Purnawarman, Clara Cussoy, Khaerul, Aspa, Idris dan lain-lain..
pasir kuarsa dan batu bara. Selalu ada keriangan di setiap stasiun yang disinggahi. Bukan karena singkapan yang ditemukan, tetapi kesempatan untuk melepas lelah, meneguk air dari botol bekal sambil mencari kesempatan untuk sekadar meluruskan punggung di keteduhan yang tidak termonitor oleh asisten.
     Kebetulan, pelaksanaan kulap dua waktu itu, mengambil jadwal yang juga perayaan Idul Adha. Luar biasa, karena kulap baru selesai seminggu setelah hari raya itu. Saya ingat sekali. Laode Ilva Ania sempat meneteskan air mata, ketika sore menjelang sebaran keesokan harinya, kami jalan pulang menuju base camp, sepanjang jalan tercium bau aroma ketupat yang sementara direbus. Saat-saat berkumpul dengan keluarga di hari raya itu, harus dilewatkan ditempat kulap sambil digoda oleh suasana dan aroma yang membuat kerinduan itu semakin memeras keharuan.
malam terakhir di lokasi, ada panggung nyanyi-nyanyi, juga acara penyerahan hasil kulap ke setiap peserta. Beruntung sempat diabadikan, waktu Ibu Ratna menyerahkan dokumen jatah saya.
     Setelah pelaksanaan kulap, ternyata panitia masih menyimpan banyak sisa anggaran yang berhasil dihemat selama pelaksanaan kemarin. Karenanya, kemudian disepakati diadakan pembubaran panitia di Pulau Samalona. Luar biasa rasanya, kesempatan berkumpul lagi dalam suasana lebih santai, bukan dalam kondisi 'under pressure' seperti waktu masih kulap.
     Tentu saja, makan-makannya juga penting. Menu yang ada lumayan bagus, bahkan sangat layak untuk konsumsi yang menopang peradaban manusia. Hehehe..sudah tidak ada menu paku jembatan, ayam turki ataupun telur dadar setipis kertas dengan campuran tepung (lebih terasa sebagai tepung goreng dibanding telur dadar).
hampir semua hadir, termasuk para dosen dan karyawan jurusan geology.
Ada Nandang, Sulaeman, Nasrullah, Hendro, Alam, dan lain-lain.
terus lagi, ada pak Inji, pak Agustinus ET, pak Bustan, pak Jamal dan ibu.
Selle in action ditimpali oleh Stepanus dengan gitarnya yang tidak jelas menyanyikan lagu apa, Ada Andi Temmu, Hermiati, Pak Inji, Jalaluddin, Asri, Idris dll.
kemesraan ini janganlah cepat berlalu.. syair lagu Iwan Fals yang selalu menemani setiap acara lapangan.. kenangan yang selalu hangat...

     Maka mungkin akan terjadi kiamat di bumi ini. Kutub utara menjadi kutub selatan, membawa sebahagian ilmuwan berkesimpulan bahwa kepunahan kehidupan massal benar-benar akan nyata.  Skenario kiamat jika kutub berbalik adalah, benua akan bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain, memicu gempa besar, perubahan iklim secara mendadak, lalu diikuti kepunahan spesies di Bumi.

     Kutub bisa terbalik jika susunan atom besi yang ada di lapisan dalam Bumi mengalami perubahan, seperti magnet-magnet kecil yang berubah arah. Jika susunan atom-atom besi ini berubah, maka secara umum medan magnet Bumi pun akan mengalami perubahan.
     Analisa tentang terbaliknya kutub, juga bukan sekadar rekaan tanpa dasar yang kuat. Ilmuwan menemukan di dalam rentang sejarah bumi, tencatat bahwa kutub terakhir terbalik pada masa 780.000 tahun yang lalu, atau pada Zaman Batu. Dan yang menarik untuk disimak selanjutnya, bahwa Bumi kita saat ini sedang berada dalam proses pembalikan kutub.
     Jean-Pierre Valet, peneliti yang melakukan riset tentang putaran geomagnetik, mengatakan, "Perubahan paling dramatis jika kutub terbalik adalah adanya penurunan besar total intensitas medan magnet Bumi."
     Monika Karte Niemegk Geomagnetic Observatory di GFZ Postdam, Jerman, menguraikan, proses terbaliknya kutub bisa terjadi dalam waktu 1.000-10.000 tahun. Proses itu tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi didahului oleh proses melemahnya medan magnet Bumi.
      John Tarduno dari University of Rochester memaparkan bahwa medan magnet Bumi sangat berpengaruh pada perlindungan terhadap badai Matahari. "Beberapa partikel terkait lontaran massa korona akan diblok dari Bumi. Jika medan magnet lemah, perlindungan menjadi kurang efisien," katanya.
     Tarduno melanjutkan, partikel Matahari yang masuk ke atmosfer tanpa perlindungan medan magnet bisa membentuk lubang ozon oleh reaksi kimia. Meskipun lubang yang terbentuk itu tidak permanen, tetapi bisa bertahan selama 10 tahun yang akan meningkatkan risiko kanker kulit.
     Valet, seperti dikutip Life Little Mysteries, sepakat dengan dampak tersebut. Tahun lalu, dalam paper ilmiahnya, ia menguraikan bahwa kepunahan Neanderthals terjadi pada periode yang sama ketika medan magnet Bumi melemah.
     Dampak lain bila medan magnet Bumi melemah, bisa merusak teknologi yang ada jika badai Matahari menghantam. Medan magnet yang melemah sendiri akan mengganggu banyak spesies yang mengandalkan geomagnetik untuk navigasi, seperti lebah, salmon, paus, dan penyu.

     Beberapa fakta dan analisa yang telah dikemukakan para ilmuan tadi mungkin bisa meyakinkan beberapa kalangan bahwa kiamat benar-benar bisa terjadi. Namun, tak sedikit juga ilmuwan yang meragukan skenario kiamat akibat terbaliknya kutub. Bahkan beberapa lainnya malang menganggap hal itu sepenuhnya merupakan produk fantasi.
     Alan Thompson dari British Geological Society mengatakan, "Tak ada bencana akibat benua bergeser. Geolog bisa melihat dari fosil dan bukti lain." Argumen ini untuk menyanggal teori yang menyebut terbaliknya kutub bisa mengakibatkan bencana luar biasa akibat benua bergeser dan gempa.
     "Bahkan jika medan magnet Bumi melemah, kita yang ada di permukaan akan dilindungi oleh atmosfer. Sama halnya kita tak pernah melihat dan merasakan medan magnet, maka kitapun takkan merasakan perubahannya."
     Apakah Anda memercayainya? Yang jelas, menurut Thompson, perubahan susunan atom besi memang sedang terjadi di bagian bawah Brazilia dan Atlantik Selatan. Medan magnet berkurang sejak 160 tahun terakhir, memicu spekulasi adanya pembalikan kutub.
     Namun, Thompson juga mengatakan bahwa pembalikan kutub bisa saja batal. Bumi adalah sistem yang terlalu kompleks untuk diketahui masa depannya. Di samping itu, waktu perubahan yang masih ribuan tahun, akan memberi kesempatan bagi spesies manusia untuk beradaptasi.
pict: commons[dot]wikimedia[dot]org

     Untukku, ini suatu kemewahan yang luar biasa, bisa menumpang kapal dengan fasilitas 'wah' di saat itu. Belum banyak kapal laut mewah yang menghubungkan pulau-pulau Indonesia. Dan Kambuna waktu itu merupakan salah satu dari kapal yang merintis kemewahan transportasi antar pulau melalui laut.
     Menuju Tanjung Priok Jakarta, membutuhkan dua hari dua malam dari Ujung Pandang. Begitulah waktu yang terasa sangat singkat, untuk rombongan kami 19 orang mahasiswa Geology Unhas menuju Jakarta untuk menghadiri Pertemuan Ilmiah Tahunan IAGI 1985. Lalu jadilah, keriuhan penumpang kelas ekonomi semakin menjadi oleh rombongan kami.
     Kelas ekonomi, iya.. namun kemewahan kapal itu masih dapat dirasakan. Misalnya saja untuk urusan mandi, biasanya kami menuju ke lantai atas dimana kelas satu dan kelas dua terletak, lalu menggunakan fasilitas kamar mandi di sana. Fasilitas lainnya, bar, restoran, bioskop.. semuanya bisa.. kecuali satu hal, tidak bisa ikut makan bareng dengan penghuni kelas berbeda. Kami di kelas ekonomi harus ngantri di depan pantri, yang antriannya bisa melingkar-lingkar panjang hingga ke dek 7 depan mushallah.. Luar biasa sekali.
 Rukmini Nento, Jhoni Malinggi, Minhajuddin, Chaeruddin Rasyid dan saya sendiri Hero Fitrianto.
 ada Clara Cussoy, Abd.Madjid, Musri M, Ahmad Haerudin, Ashari Aras, Ahmad Habib, Najamudin, Bustanudin
     Di antara keriuhan dek ekonomi yang kami tempati, maka ada peristiwa yang pastinya begitu menghebohkan. Mengisi kejenuhan suasana perjalanan, maka beberapa teman bermain kartu domino. Biar kelihatan lebih seram, maka beberapa lembar uang ribuan digelar di sekitar kartu yang dimainkan. Tidak ada yang berjudi, hanya sekadar aksi-aksian biar kelihatan wah.
     Dan ternyata selanjutnya benar-benar wah. Ketika permainan semakin seru, pemain dan supporter begitu bersemangat banting membanting kartu, muncullah beberapa satpam kapal. Dengan sopan, semua yang terlibat di sekitar kartu, digelandang ke kantor satpam. Dilarang berjudi di atas kapal. Kartu dan uang yang berserakan semuanya disita.
     Semua argumen dikemukakan, namun tidak satupun yang bisa meyakinkan bahwa apa yang dilakukan tadi semuanya hanya senda gurau, tidak ada yang benar-benar berjudi. Begitu kapal merapat di pelabuhan nanti, mereka akan diserahkan ke pihak kepolisian. Wah..
     Melengkapi proses pendataan mereka yang 'tertangkap' tadi, petugas keamanan kapal meminta kartu identitas. Kaget bukan kepalang, semuanya adalah mahasiswa.. lalu satunya lagi, aduh mak.. Master. Satpam itu geleng-geleng kapala, antara percaya tidak percaya. Buku ditutup, semua kartu ID dikembalikan.
     Mestinya bapak-bapak memberi contoh yang baik kepada masyarakat. Kali ini saya bebaskan kalian semua. Ingat, jangan berjudi di atas kapal. Rupanya pak Satpam itu tetap tidak percaya kalau semuanya hanya sekadar bermain kartu saja tanpa judi.
     Ketika singgah transit di Surabaya, beberapa teman nekad ke Pasar Turi untuk lihat-lihat mall. Maklum saja, di Ujung Pandang waktu itu belum ada mall. Jalla sekali kodong. Lalu tragedi itu muncul. Lagi-lagi antara percaya dan tidak percaya, ada sendal jepit dari salah seorang 'rusa masuk kota' itu yang terjepit dan tertelan oleh eskalator di Pasar Turi. Untung hanya sendal, jari kakinya tidak ikut-ikutan masuk.
atas dengan Darwis Limbung, bawah dengan Sulaeman Qamar
 
     Dan sederet cerita konyol lainnya yang tidak terekam di memori saya, masih bisa ditambahkan di kolom komentar di bawah. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati saya menunggu kerelaan teman-teman untuk melengkapinya.

     Salah satu kegiatan belajar di Jurusan Geology Unhas di sekitar tahun 80-an adalah Kuliah Lapangan-1. Waktu kegiatannya hampir dua minggu, sebagai pengantar untuk nanti kuliah lapangan yang lebih heboh dengan durasi satu bulan yaitu kuliah lapangan kedua.
     Untuk kegiatan kuliah lapangan pertamaku di tahun 1984 itu, meninggalkan bekas yang begitu banyak, tentu saja denagn berbagai rasa yang fantastis. Mulai dari berkenalan pertama kali bagaimana bekerja menerapkan teori-teori yang selama beberapa semester awal sudah menguras konsentrasi dan emosi di laboratorium, hingga eksplorasi naluri 'kalasi' yang begitu spektakuler.
     Siang hari ke lapangan mengumpulkan data dan sampel sesuai peruntukan dan petunjuk para asisten dosen yang mendampingi, malam harinya berkutat dengan semua data yang sudah dikumpulkan seharian tadi untuk ditransfer ke atas kertas-kertas kerja. Namanya juga kuliah lapangan. Yang rasanya tidak terlalu nyaman hanyalah penggunaan sarana meja bangku milik Sekolah Dasar setempat yang dipinjam untuk keperluan kegiatan kuliah malam hari. Ukuran yang mini karena tentu saja disesuaikan dengan ukuran tubuh anak-anak sekolah dasar, menjadi tidak seimbang dengan gelaran kertas gambar dan peta-peta yang lebar.
Orientasi medan hari pertama, diantar langsung oleh koordinator lapangan waktu itu, Bapak Chaeruddin Rasyid. Pengalaman pertama saya jalan dengan seorang geologist yang mempunyai kepekaan lapangan sangat tinggi. Bercanda sepanjang jalan, mulai dari banyolan paling konyol hingga banyolan porno, tidak ada yang tersisa.. semuanya lengkap namun tidak mengurangi sedikitpun kepekaan beliau sebagai geologist.
 catat ini itu selama di lapangan, lalu sore hari terkapar di teras balai desa.
 suasana kerja tugas malam hari setelah kuliah. perlu dua meja digabungkan untuk menampung perlengkapan kerja yang diperlukan. Rapidograph, sablon huruf, mistar segitiga, busur dan lain-lain.. tidak ketinggalan larutan hitam manis di gelas..
 ada Nasrullah, alm.Muis, Elias Kondolele dan Kado Arjuna.
 ada Ahmad Negarawan, NunukSriwijayati dan aisten Imran Musa.
 rutinitas harian ke lapangan, dengan Wawan, Muniati dan Darwin Tangkelalo
 belok sedikit dari lintasan, tersangkut di teras rumah penduduk, menikmati sekerat dua kerat gula merah.
 ada juga Zaenab, lalu asisten favorit Baso Junain, Hance Tatang, Rafiuddin, Jalaluddin, Muniati bersama Nunuk mengerubuti juragan pisang.
 bila tugas belum selesai di ruangan kelas, maka tugas ikut menemani sampai ke tempat menginap. Jadi bila sudah tidak tahan ngantuknya, bisa langsung melambai..
 dengan Ibu Maryam, ibu kost kita selama di Mallawa. Rindu kepada beliau, semoga masih sehat selalu.
 sore hari setelah dari lapangan, bersantai sejanak menunggu magrib. Tentu saja setelah bersih-bersih dan rapi, ditemani cairan hitam manis lagi. Bercengkerama bersama asisten, salah satunya Muh.Nur dan tentu saja korkulap, bapak Chaeruddin.
 malam terakhir di lokasi kuliah lapangan, selalu dengan acara panggung hiburan dadakan. Panggung sebagai ajang silaturahmi dengan warga setempat, sekaligus sebaagi tempat menyampaikan rasa terimakasih untuk semua penerimaan terhadap kami selama beberapa hari ini, sekaligus maaf dan memohon kesempatan untuk bisa kembali lagi di tahun-tahun mendatang.

 dua gambar ini adalah acara penutupan kulap di tahun 1985. Ada bapak Budi Rohmanto, bapak alm Chaeruddin Rasyid. Gambar bawah, ada anaknya Pak Udin, Indra. Teman-teman lainnya, Nurhamdan, Simon Sampesongga, Jalaluddin, Bustan, Abd. Madjid dan tentu saja saya sendiri Hero Fitrianto.

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.