Di Ambang yang Tak Pernah Dibuka

     Salju turun saat K. tiba. Begitu saja, turun dari langit kelabu yang tak berkata apa-apa, menutupi jejak, membungkam arah, dan menyambutnya dengan dingin yang tidak menolak tapi juga tidak menerima. Ia datang sebagai juru ukur—itu katanya—tapi tidak ada yang menunggu kedatangannya. Tidak ada surat panggilan. Tidak ada perintah. Tidak ada jalan masuk ke kastil yang menjulang di kejauhan tapi tak pernah terasa dekat. Sejak langkah pertama, K. telah menjadi pengganggu. Ia memasuki dunia yang tidak memintanya hadir, tetapi juga tidak mengusirnya dengan tegas. Dunia yang sibuk dengan administrasi internalnya, seperti organ tubuh yang terus bekerja meski tidak tahu sedang mempertahankan hidup atau sekadar menjaga kebiasaan.

     Dalam The Castle, Kafka merancang dunia yang bukan saja absurd, tapi juga acuh dengan cara yang amat menyakitkan. Tidak ada penindasan terang-terangan. Tidak ada hukuman. Tidak ada sidang. Hanya penundaan. Hanya janji-janji samar yang terdengar seperti gema dari dalam tembok yang terlalu tebal. K. tidak dihalangi secara langsung. Ia hanya tidak pernah diizinkan mendekat. Seperti seseorang yang mencoba masuk ke pesta yang katanya untuk umum, tapi ternyata daftar tamunya ditentukan oleh daftar yang tidak bisa ditunjukkan siapa pun.

     K. tidak datang untuk membuat masalah. Ia hanya ingin bekerja. Ia ingin menjalani peran yang ia yakini telah diberikan kepadanya, meski bahkan peran itu tampaknya tidak benar-benar ada. Ia tinggal di penginapan yang dingin, menghadapi birokrat yang selalu terlalu sibuk untuk berbicara langsung, ditemani oleh dua asisten yang lebih mengganggu daripada membantu, dan perlahan-lahan terjerat dalam jaringan sosial desa yang tidak sepenuhnya terbuka, tapi juga tidak sepenuhnya menolak. Dunia Kafka tidak membanting pintu di depan wajahmu. Ia membiarkan pintu terbuka sedikit, cukup untuk membuatmu berharap, tapi tidak pernah cukup untuk membuatmu masuk.

     Ada tokoh-tokoh yang disebutkan: Klamm, si pejabat dari kastil, yang konon bisa memberi keputusan. Tapi Klamm tidak pernah muncul. Namanya beredar, menjadi jantung kekuasaan yang tak pernah punya wajah. Semua orang tampaknya tahu tentangnya, punya hubungan dengannya, atau pernah melihatnya sekilas dari kejauhan. Tapi tidak ada yang benar-benar mengenalnya. K. mencoba menemui Klamm. Ia mencoba segala jalan yang mungkin: melalui penginapan, lewat wanita yang konon simpanan Klamm, lewat pelukis, lewat surat, lewat kabar burung. Tapi hasilnya selalu sama: tak ada hasil. Ia selalu berada di luar.

     Kafka, seperti biasa, tidak memberi klimaks, tidak memberi pencerahan, tidak menawarkan pelarian. Yang ada hanyalah hidup yang terus berjalan, semakin kabur, semakin berliku. Seperti berjalan di tengah kabut yang berubah bentuk setiap kali kau mendekat. Dan yang paling menyakitkan: K. terus mencoba. Ia tidak menyerah. Ia tetap percaya bahwa ada logika dalam sistem ini, bahwa ia bisa diterima, bahwa semua ini akan masuk akal jika ia cukup sabar. Tapi justru keyakinan itulah yang membuat penderitaannya tak terhindarkan. Dalam dunia Kafka, harapan bukan obat—ia adalah racun lambat.

     Ada cinta, konon. Ada Frieda, perempuan yang katanya membuka celah menuju Klamm, tapi bahkan cinta di dunia ini tidak pernah utuh. Ia lebih mirip transaksi yang dibalut emosi, lebih mirip strategi daripada kedekatan. Hubungan K. dan Frieda seperti tempat berteduh yang atapnya bocor. Ia tidak memberi hangat, hanya memberi ilusi bahwa hangat itu mungkin ada. Dan seperti segalanya di desa ini, cinta pun dibingkai oleh hierarki, koneksi, ketidakjelasan.

     Bila Joseph K. dalam The Trial dihukum karena menjadi bagian dari sistem yang tak dimengertinya, maka K. dalam The Castle dihukum karena mencoba masuk ke sistem yang tidak pernah benar-benar terbuka. Ia berdiri di ambang, tidak diusir, tidak diterima. Ia menjadi bayangan yang terus bergerak di pinggiran. Tidak ada tuduhan, tidak ada penahanan, hanya keterlambatan yang terus diperpanjang. Dan mungkin itulah bentuk kekuasaan paling total: bukan dengan mengikat, tetapi dengan tidak pernah menjawab.

     Ironi Kafka sangat halus di sini. Ia tidak menertawakan K. secara terang-terangan, tapi juga tidak memberinya martabat sebagai pahlawan tragis. Ia hanya membiarkan K. terus bergerak, terus mencari, terus bicara, dan membiarkan dunia sekitar menjawab dengan prosedur yang membingungkan, birokrasi yang melenyapkan makna, dan kesibukan administratif yang tidak pernah menyelesaikan apa pun. K. tidak dikalahkan. Ia dibiarkan terkatung-katung. Dan itu jauh lebih menyiksa.

     Novel ini tidak pernah selesai secara resmi. Kafka meninggalkannya dalam keadaan terbuka, seolah-olah K. masih terus mencoba masuk, bahkan setelah halaman terakhir. Dan bisa jadi, itu bukan kebetulan. Kafka tahu bahwa dalam dunia yang ia bangun, penyelesaian adalah ilusi. Tidak ada jawaban, tidak ada puncak. Hanya jalan yang terus mengabur, dan salju yang terus turun. Barangkali penyelesaian sejati dari The Castle bukan terletak pada akhir cerita, melainkan pada keputusasaan kita sendiri saat membaca dan berharap ada kejelasan.

     K. adalah lambang dari manusia yang hidup dalam dunia modern, di mana struktur sosial, hukum, dan kekuasaan tidak lagi tampil sebagai raja atau tiran, tapi sebagai sistem yang terlalu besar, terlalu ruwet, dan terlalu tak berwajah untuk dilawan. Ia adalah kita yang setiap hari menghadapi formulir, proses rekrutmen yang tidak transparan, suara mesin penjawab otomatis, surat balasan yang tak pernah datang. Ia adalah pekerja yang ingin berguna, warga yang ingin diakui, pencinta yang ingin dipercaya. Tapi semuanya dibalas dengan protokol, dengan penundaan, dengan "sedang dalam proses".

     Salju terus turun. Langkah kaki K. semakin berat. Tapi ia terus mencoba. Barangkali karena ia tahu bahwa berhenti berarti hilang. Atau barangkali karena tidak ada hal lain yang bisa dilakukan. Dan mungkin itulah tragedi K. yang paling sunyi: bukan karena ia gagal, tapi karena ia tidak tahu kapan ia seharusnya berhenti mencoba. (part 4 of 7)


K. dalam The Castle dihukum karena mencoba masuk ke sistem yang tidak pernah benar-benar terbuka. Ia berdiri di ambang, tidak diusir, tidak diterima.

Label: ,

Posting Komentar

...

[blogger][facebook]

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.