Bayangkan fragmen ini, kamu dibesarkan di desa terpencil, dikelilingi orang-orang yang percaya bahwa roh leluhur hidup di pepohonan. Sejak kecil, kamu diajarkan untuk menghormati pohon, memberikan persembahan, dan tidak pernah menebangnya sembarangan. Bagi kamu, ini adalah kenyataan yang tak terbantahkan.
Tapi, tahukah kamu? Di luar desamu, orang-orang tidak percaya hal yang sama. Bagi mereka, pohon hanyalah tumbuhan biasa. Tidak ada roh yang mendiami mereka.
Lalu, mana yang benar? Realitas mana yang nyata?
Ada realitas objektif, yang merupakan kenyataan yang ada di luar diri kita, seperti hukum gravitasi atau keberadaan gunung Everest. Realitas ini dapat diukur, dibuktikan, dan diamati oleh semua orang dengan cara yang sama.
Di sisi lain, ada pula realitas intersubjektif. Ini adalah kenyataan yang disepakati bersama oleh sekelompok orang, seperti konsep uang, negara, atau norma sosial. Realitas ini tidak memiliki bukti objektif yang kuat, namun ia menjadi nyata karena diyakini dan diterima oleh banyak orang.
Membedakan kedua realitas ini tidak selalu mudah. Ada beberapa faktor yang membuat kita sering terjebak dalam realitas intersubjektif dan menganggapnya sebagai realitas objektif:
Pengaruh Pembelajaran, Sosialisasi dan Orang Lain: Sejak masa kanak-kanak, manusia mengalami proses sosialisasi yang intensif di mana mereka diajarkan norma, nilai, dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat mereka. Proses ini dilakukan oleh keluarga, sekolah, media, agama, dan institusi sosial lainnya. Pengajaran ini begitu meresap dan konsisten sehingga individu mulai menerima banyak konsep intersubjektif sebagai kebenaran obyektif yang tidak dipertanyakan.
Kekuatan Cerita dan Mitos: Narasi kolektif dan mitos yang dipegang bersama oleh sebuah komunitas memainkan peran besar dalam membentuk realitas. Misalnya, konsep seperti negara, hak asasi manusia, atau sistem keuangan hanyalah konstruksi sosial. Begitu juga dengan legenda Ratu Pantai Selatan atau legenda orang yang membelah lautan, dapat membentuk realitas kita. Karena narasi konsep tersebut diterima secara luas dan dianggap benar oleh banyak orang, mereka mendapatkan kekuatan obyektif dalam kehidupan sehari-hari.
Validasi Sosial: Manusia memiliki kecenderungan untuk mencari validasi sosial dari keyakinan mereka. Jika mayoritas orang dalam komunitas percaya pada suatu hal, individu cenderung menerima kepercayaan tersebut sebagai kenyataan. Fenomena ini disebut "konfirmasi sosial", dan ini memperkuat keyakinan kita terhadap konstruksi sosial sebagai kenyataan obyektif.
Otoritas dan Lembaga: Lembaga-lembaga sosial seperti pemerintah, lembaga pendidikan, dan agama memiliki otoritas yang dapat melegitimasi realitas intersubjektif. Dengan mendukung nilai-nilai dan norma tertentu, lembaga-lembaga ini memperkuat persepsi bahwa realitas intersubjektif adalah kenyataan obyektif. Misalnya, hukum dan peraturan yang diberlakukan oleh pemerintah diterima sebagai kenyataan obyektif yang harus diikuti oleh semua anggota masyarakat.
Cara Otak Bekerja: Otak manusia cenderung mencari keteraturan dan pola dalam informasi yang diterima. Kecenderungan ini adalah mekanisme adaptif yang membantu manusia memahami dan merespons lingkungan dengan lebih efektif. Ketika kita melihat bahwa orang-orang di sekitar kita memiliki kepercayaan yang sama dan bertindak berdasarkan kepercayaan tersebut, otak kita menyusun realitas tersebut sebagai bagian dari dunia obyektif.
Kesulitan Memisahkan Persepsi dan Realitas: Kita sering mengalami kesulitan dalam memisahkan antara persepsi subyektif dan kenyataan obyektif. Pengalaman individu yang diperkuat oleh pengalaman kolektif membuat realitas intersubjektif tampak seperti kenyataan obyektif. Contohnya, persepsi keindahan atau moralitas yang sangat dipengaruhi oleh budaya dan masyarakat tempat kita hidup.
Kesulitan dalam membedakan antara realitas intersubjektif dan obyektif muncul dari kompleksitas cara otak kita memproses informasi, pengaruh sosial yang mendalam, dan kekuatan narasi kolektif. Dengan memahami mekanisme ini, kita dapat lebih kritis dalam menilai kepercayaan dan nilai-nilai yang kita pegang, serta lebih sadar terhadap pengaruh konstruksi sosial dalam membentuk pandangan kita tentang realitas.
Mari kita simak contoh kasus berikut:
Memahami perbedaan antara realitas obyektif dan intersubjektif penting untuk membuat keputusan yang lebih rasional dan kritis. Kita perlu mempertanyakan apa yang diajarkan dan diyakini di sekitar kita, dan tidak mudah terpengaruh oleh pandangan mayoritas. Dengan begitu, kita dapat membangun pemahaman yang lebih objektif tentang dunia dan diri kita sendiri.
Realitas tidak selalu sesederhana yang terlihat. Selalu ada ruang untuk mempertanyakan kembali dan mencari kebenaran kepada hal-hal yang sering bahkan sudah dianggap benar.
baca juga :
Posting Komentar
...