Mengenang dekade akhir 80-an, mengunjungi Lembanna bukan hanya
sekadar untuk mendaki ke Bawakaraeng. Ada getar tersendiri di dalam
batin, ketika kebersahajaan penduduk menyambut kita para 'tamu' yang
mampir sebelum mendaki. Penerimaan yang tulus, menyambut dengan hangat
dalam keramahan yang ikhlas tidak dibuat-buat kepada para tamu yang beberapa
diantaranya sudah dikenal baik, setengah kenal bahkan sebahagian besar
yang baru berjumpa.
Tidak peduli, apakah tetamu itu orang baik-baik, orang bermartabat
atau rakyat kebanyakan, atau mungkin ada yang pelaku tindak kriminal,
semuanya mendapat perlakuan yang sama. Hanya alur kalimat yang sedikit
membedakan, bagi mereka yang sudah sering berkunjung ke sana, ditimpali
candaan ala kadarnya khas masyarakat pedesaan, dibandingkan dengan
mereka yang baru dikenal. Namun itu tidak berlangsung lama, karena
keakraban itu akan segera muncul yang segera menjadi kental ketika kaki
sudah menjejak ke dalam rumah.
Kopi yang tersaji adalah hasil proses rebusan air menggunakan kayu
bakar. Belum ada listrik sama sekali sehingga untuk mendengarkan siaran
radio saja, menggunakan baterai yang telah dijemur berkali-kali dan
sudah penyok-penyok digebuk demi mengeksporasi sisa-sisa tenaganya.
Lantai rumah yang sebagian tanah dan sebagian lainnya tertutup papan
yang sudah termakan rayap di beberapa tempat, menjadi penyangga
kehangatan antara tuan rumah dan tetamu yang mampir.
Ketika sampai saatnya meninggalkan Lembana, tuan rumah akan
mengantar dan melepaskan kepergian tetamu dengan berat hati. Banyak
pesan agar hati-hati di perjalanan pulang, sambil menitipkan tentengan
ala kadarnya hasil dari halaman belakang untuk oleh-oleh orang di kota
nanti. Itupun kadang masih desertai rengekan agar tetamu masih mau
tinggal lebih lama.
Ah.. manusia itu menemukan kedamaiannya ketika berinteraksi dengan sesama manusia..
Di hari-hari belakangan ini, Korpala juga disesaki oleh tetamu,
yang bukan hanya tamu domestik tetapi juga tamu mancanegara. Dan belajar
dari kearifan lokal yang diwariskan melalui rentang waktu yang tidak
sedikit, menjadi kebanggaan tersendiri ketika kita mampu 'melayani'
dengan baik, tulus dan ikhlas. tetamu yang sempat mampir ke Korpala.
Menjadi tuan rumah yang begitu manusiawi, telah mengetuk sisi nurani
kemanusiaan para tetamu, yang mungkin telah lama tidak mereka rasakan.
Sisi paling primitif dan paling sering terlupakan atau mungkin tidak
sempat muncul di keseharian tetamu kita, adalah 'rasa kesadaran sebagai
manusia' yang tak sanggup terlukiskan dengan kata-kata, ketika orang
diperlakukan sebagai manusia oleh manusia lainnya.
Salam hangat dari D4,.. :)
Tamu
mengunjungi Lembanna bukan hanya sekadar untuk mendaki ke Bawakaraeng. Ada getar tersendiri di dalam batin, ketika kebersahajaan penduduk menyambut kita para 'tamu' yang mampir sebelum mendaki.
Posting Komentar
...