Dari jalan poros Takalar lalu berbelok ke arah kanan, menjangkau Puntondo 'terasa' jauh karena jalan raya yang tidak mulus seratus persen. Beruntung, pemandangan perkampungan yang asri, dan pantai yang indah, menghiasi sepanjang jalan itu menjadi pelipur bosan ketika berlambat-lambat di jalan yang tidak mulus.
Rombongan kami tiba di gerbang Puntondo sekitar setengah lima sore. Aroma laut berhembus ditimpali lembabnya udara bulan Desember mengiringi lelah sepanjang perjalanan. Di Barat terlihat awan hujan sudah menggelayut berat, menutupi matahari sore yang semakin merah. Dan tidak lama kemudian, hujan mendera dengan lebat, tetapi singkat. Hanya sekitar 20 menit, namun sudah mampu mengusir semua gerah yang menyertai.
Berbekal ponsel android berjudul cross A27 produksi vendor lokal (katanya, tapi tertulis made in china), saya mencoba mengabadikan spot-spot yang saya rasa penting, yang sebagiannya kemudian saya posting di artikel ini. Menyiasati kualitas kamera yang jauh dari harapan profesional, maka gambar-gambar saya edit kembali untuk sekadar mendapatkan sedikit sentuhan keseimbangan sehingga tidak perlu menganiaya mata kita ketika memandangnya.. :)
Puntondo yang didesign sebagai destinasi wisata, menerapkan aplikasi pemanfaatan energi alternatif di dalam sistem operasionalnya. Ini saya simpulkan ketika menelisik poster-poster yang dipajang di dalam ruangan seminar yang ada di lokasi ini, sambil bertanya-jawab dengan beberapa kru yang merawat kebersihan properti di sana. Prototype menjaring energi alternatif dipajang dengan tampilan yang mudah dicerna bahkan untuk anak level sekolah dasar. Sayang sekali, karena sajiannya hanya mengulas di bagian kulit pengetahuan lingkungan saja, tanpa disertai sajian data yang lebih dalam sehingga bisa dikaji secara terbuka untuk suatu diskusi yang sedikit lebih serius.
Melihat prototype langsung yang terpancang di halaman sekitar Puntondo, ada satu unit kincir angin, satu unit solar cell dan satu unit water destillation memanfaatkan energi panas matahari untuk mendapatkan air tawar dari air laut. Di situlah letak sayangnya, karena tidak ada data produktifitas dari masing-masing alat tersebut, setidaknya terhadap konsumsi energi yang digunakan untuk operasional Puntondo.
Gambar di atas adalah kincir angin pembangkit listrik, solar cell lalu alat destilasi air laut. Sebagai pusat pendidikan lingkungan hidup, sebaiknya bukan hanya menyasar pengunjung selayang pandang dengan informasi pengetahuan umum, tetapi mestinya juga bisa membuka wawasan pengunjung yang lebih kritis dengan data-data ilmiah. Sehingga slogan pelestarian lingkungan bukan hanya menjadi slogan sarat semangat namun miskin argumen data.
Sebagai contoh saja, berapa kapasitas produksi listrik (perhitugan detail) dari dua sumber (angin dan matahari) yang dimiliki, produktifitas dan efektifitas beserta kendala-kendala sosial budaya yang menyertai. Atau bagaimana daya tampung bunker air tawar sehubungan produksi alat water distillation ditambah tapungan air hujan, rasio daya tampung bunker tersebut terhadap kebutuhan konsumsi air di musim kemarau dan musim hujan, dan banyak fokus-fokus data lainnya yang bisa disajikan empiris. Sekadar catatan, bahwa kehadian kami di musim penghujan itu setidaknya memberi keleluasaan untuk menggunakan air tawar yang selalu sulit bila mengunjungi Puntondo di musim kemarau.
Bila data-data yang tersaji menjadi lebih lengkap hingga ke hitung-hitungan nilai keekonomian bila mengaplikasikan instalasi energi alternatif itu, disertai kondisi sosio kultur yang ada, makan akan menjadi bahan diskusi yang hangat mengisi malam sambil menikmati nyanyian ombak di teras restoran.
Salah satu yang menarik dari arsitektur di Puntondo, adalah menerapkan konsep rumah panggung khas Sulawesi Selatan, di tengah rimbunnya pepohonan di kawasan Puntondo. Bila imajinasi kita bisa sedikit melebar, maka akan terasa kita sedang berada di atas perkampungan rumah pohon. Pikiran saya seketika menjadi sedikit konyol, jangan-jangan efek itu yang memang sengaja diharapkan dari design yang ada, sehingga kita bisa flasback menelisik rasa yang terbawa di dalam 'gen' kita tentang suasana ketika kita belum berevolusi secara sempurna menjadi spesies yang seperti sekarang ini.
Setiap unit bangunan saling terhubung dengan 'path' melayang seperti terlihat di gambar atas. Begitu memasuki ruang informasi dan melintasinya, maka path kayu sudah menunggu, menuju restoran, ruang seminar, atau perpustakaan.. atau akan langsung menuju bungalow dan asrama.
bagian dalam ruang seminar berbentuk auditorium yang di dinding-dindingnya dipenuhi poster-poster idealisme lingkungan hidup beserta aset yang diaplikasikan di destinasi wisata Puntondo.
Pagi berikutnya, saya berkeliling pantai, melihat tanaman bakau dan gerbang cantik yang terbuat dari bambu menuju ke area mengrove. Beberapa gambar saya ambil dari tempat itu, sambil berimaginasi seandainya perawatan dan budidaya di tempat itu bisa lebih intensif. Tentu kenampakannya bisa jauh lebih lebat dari yang ada sekarang ini.
Hanya jalan berkeliling, menikmati hangatnya matahari pagi. Sayang sekali tidak berkesempatan menyaksikan langsung spot pengembangan rumput laut dan spot terumbu karang seperti yang saya lihat terpajang di poster-poster di ruang seminar kemarin.
Beberapa view dari sudut lain di tepian pantai sekitar Puntondo
Gambar bawah adalah salah satu fakta tentang buruh tani rumput laut.
Diskusi tentang ekosistem, bukan hanya tentang energi terbarukan dan bagaimana memanfaatkannya, tentang efek rumah kaca dan pemanasan global, apalagi tentang mengejek tentang ketidak pahaman sebahagian besar populasi manusia mengenai ekosistem yang lestari. Tetapi jauh lebih penting adalah bagaimana ekosistem mendukung kesejahteraan manusia secara nyata, bukan dalam hitung-hitungan teori dan statistik, apalagi dalam pepatah-pepatah politis praktis.
Dan akhirnya, harapan sederhana saya semoga Puntondo bisa tetap eksis di dalam idealisme pelestarian lingkungan yang bisa memberi dampak nyata terhadap kualitas masyarakat sekitarnya. Sesuatu yang pastinya hanya 'bagian kecil' dari rencana awal ketika Puntondo dirintis hingga terealisasi.
Posting Komentar
...