Impian Tabib Cabul

     KANG SO sudah lama berpraktek sebagai seorang tabib di negeri Siok. Sudah banyak jasanya dalam soal menolong orang sakit. Karena itu namanya menjadi harum dan terkenal. Setiap kali ia berhasil menyembuhkan orang sakit, ia meminta balas jasa, baik berupa uang maupun barang. Tabib itu masih muda dan belum mempunyai istri. Ia sudah menjadi kaya, tetapi kekayaannya terasa belum sempurna mendampingi hidupnya.
     Lalu selain masih tetap menjalankan praktek ketabibannya, ia kemudian menjadi orang yang suka berderma. Namun hal ini dilakukannya hanya untuk mencari kepuasan nafsu yang ada di dalam darah mudanya. Secara diam-diam ia mengunjungi tempat-tempat mesum, sampai pernah sempat menderita penyakit sipilis sebagai akibat pergaulannya yang terus-menerus dengan perempuan-perempuan mesum itu. Namun penyakit yang dideritanya itu dapat disembuhkan dengan ramuan obat-obatan buatannya sendiri.
     SUATU kali ia menyembuhkan seorang wanita yang menderita sakit berat. Wanita itu bernama Ching-ping An. Tabib muda itu menahannya di rumahnya, untuk beberapa hari, karena sebelumnya telah dikatakannya bahwa sewaktu-waktu penyakitnya dapat kambuh, apalagi sesungguhnya kesehatan Ching-ping An belum sembuh benar. Tabib Kang So akan menjaga dan merawatnya baik-baik sampai sembuh benar, kemudian barulah ia mengizinkan wanita itu kembali ke rumahnya.
     Ching-ping An sudah tertidur nyenyak di dalam kamarnya yang disediakan oleh tabib muda Kang So. Tabib ini memasuki kamarnya, kemudian pelan-pelan menyingkap selimut, dan membuka pakaian yang dikenakan Ching- ping An sehingga ia dalam keadaan telanjang bulat. Dan karena tidurnya terlalu nyenyak ia tak sadar juga sebelum ia diperkosa.
     Dan akhirnya Ching-ping An tidak mau pulang. Ia menjadi istri tabib muda yang telah memerkosanya itu, karena sesungguhnya ia sudah menjadi seorang janda. Namun perkawinannya tidak berlangsung lama. Ching-ping An yang akhirnya mengetahui perbuatan yang dilakukan suaminya di tempat-tempat mesum, meminta cerai dan mengancam akan mencemarkan nama Kang So kalau tabib itu tak mau memberinya banyak uang. Kang So memenuhi kedua permintaan yang diajukan oleh istrinya itu, tetapi sebelumnya Ching-ping harus berjanji bahwa setelah dicerai, ia tidak akan mencemarkan nama Kang So.
     "Maukah engkau berjanji begitu?" kata Kang So.
     "Aku berjanji tidak akan mencemarkan namamu, tetapi berhubung kau mendesakku begini, maka tuntutanku tentang uang, jadi dua kali lipat."
     "Aku tak mengerti apa maksudmu." Ching-ping An memberikan senyumnya yang manis, dan Kang So meneruskan kata-katanya setelah ia berpikir sesaat. "Baiklah, asal kau menepati janjimu. Sebab bila tidak, engkau tahu sendiri akibatnya. Engkau akan jatuh sakit lebih parah lagi dan aku tak akan mau menolongmu."
     Ching-ping An malah tertawa kemudian berkata dengan semangat tinggi. "Karena sekarang kau mengancam, maka jadinya aku meminta tiga kali lipat dari jumlah uang yang kuinginkan!"  Tabib Kang So merasa dipermainkan oleh istrinya. Lalu ia berkata, "Baiklah akan kupenuhi semua tuntutanmu itu, tetapi sebagai perpisahan terakhir, aku minta pula kepadamu, maukah engkau menuruti kemauanku?"
     "Sekarang aku yang tidak mengerti apa maksudmu."
     "Dengarkan, uang yang kauminta akan kuberikan kepadamu bukan tiga kali lipat, tetapi naik menjadi empat kali lipat, asal.." ia kemudian mendekat ke istrinya dan membisikkan sesuatu di telinganya. Ching-ping An tertawa geli sampai tubuhnya terguncang-guncang.
     "Engkau mau mengabulkan permintaanku bukan? Sebagai perpisahan terakhirku denganmu."
     "Ha-ha   dasar tabib cabul! Tetapi karena ini kesalahanmu juga, maka sekarang aku minta bukan empat kali lipat, melainkan lima kali lipat."
     "Sudahlah  jangan banyak bicara, nanti aku terjerat oleh banyak lipatan-lipatan itu.”
     Ching-ping An memenuhi permintaan suaminya. Ia tidak menyangka sama sekali bahwa suaminya akan menipunya. Tabib muda Kang So merasa puas sekarang, karena ia telah memperlakukan istrinya dengan tidak semena-mena. Ia telah memerkosanya berkali-kali, kemudian memakan daging istrinya yang telah dibunuhnya.Seterusnya tabib itu menjalankan prakteknya seperti biasa. Namun ia sudah tak berkemauan lagi bernikmat-nikmat dengan perempuan-perempuan di tempat mesum.
     Waktu itu baru terjadi perselisihan paham antara negeri Siok dengan negeri Giok soal perbatasan. Negeri Siok diserang secara tiba-tiba oleh tentara negeri Giok. Karena sebelumnya tak mengetahui akan adanya serangan itu, tentara negeri Siok banyak yang menjadi korban. Namun tidak sedikit pula korban-korban yang berjatuhan di pihak negeri penyerang.
     Kang So tidak pilih kasih dalam soal menolong orang-orang sakit. Beberapa orang yang luka-luka parah dari pihak musuh negerinya, termasuk panglima perang negeri Giok, Jan To, ditolongnya juga sampai sembuh. Panglima Jan To kemudian meneruskan memimpin pe-perangan. Pasukan negeri Siok yang dipimpin oleh panglima perangnya bernama I-ma, mengalami pukulan berat dan pasukannya tercerai-berai, namun masih dapat mempertahankan negerinya di kota Tjong-phek.
     Kemudian sebagai akibat tindakan tabib muda Kang So yang menolong musuh itu ia lalu ditangkap, kemudian dimasukkan ke dalam penjara. Ia sangat sedih, sebab tak dapat lagi membuka praktek penyem¬buhannya dan sekaligus kehilangan penghasilan. Tetapi pada suatu malam di dalam penjara ia bermimpi, bahwa tidak lama lagi ia akan dikeluarkan dari penjara. Karena mimpinya itu ia menjadi gembira.
     Tetapi walau sudah lama ditunggu impiannya itu tidak juga terwujud, kembali ia bersedih hati. Waktu itu panglima perang negeri Siok, I-ma, mendengar kabar bahwa istri dan seorang anak perempuannya jatuh sakit. Ia teringat kepada tabib muda yang termasyhur yang kini dipenjarakannya itu. I-ma menyuruh orang untuk mengeluarkan tabib itu dari penjara dan seterusnya disuruhnya tabib itu menyembuhkan sakit istri dan seorang anak perempuannya.
     Betapa gembiranya Kang-So, karena impiannya ternyata menjadi kenyataan dan ia berhasil menyembuhkan istri dan anak panglima perang itu. Tetapi Kang-So mudah menjadi berbalik pikiran. Waktu ia berusaha menyembuhkan gadis anak panglima I-ma, diam-diam ia jatuh cinta kepadanya.
     Gadis itu memang cantik sekali, dan si tabib ingin mengawininya. Tetapi ia menyadari bahwa keinginannya itu tak mungkin terlaksana sebab ia hanya seorang tabib. Ia menjadi bingung, tetapi kemudian menemukan akal. Ia bukannya hendak menyeberang ke pihak musuh, melainkan apa yang dilakukannya ini adalah demi tercapainya keinginan. Gadis itu dilarikannya ke negeri Giok.
     Orang-orang Giok merasa senang karena memiliki seorang tabib yang termasyhur, namun sesungguhnya Kang So sendiri tetap tidak berpihak kepada satu pihak. Ia akan memberikan pertolongan kepada siapa saja asalkan memperoleh imbalan jasa. Ia dengan Kuan-tjie, gadis anak Panglima Perang I-ma, ditempatkan di sebuah rumah di dekat sebuah kuil Budha.
     Tetapi belum sampai pada hari pernikahan, gadis itu diminta untuk dibawa ke istana Jan To. Kang So tidak mengerti apa maksud panglima perang itu mengambil calon istrinya. Di sepanjang jalan gadis itu terus meratap  sedih. Ia menangis terisak-isak, meratapi nasibnya yang malang.
     Ketika dibawa lari oleh Kang So, ia dalam keadaan tidak sadar. Kang So sebelumnya telah menyuruhnya meminum obat yang katanya untuk menjaga kesehatannya, tetapi sesungguhnya obat itu adalah obat tidur. Kemudian gadis Kuan-tjie berada di dalam kekuasaan Kang So di dalam kamar, dan sesungguhnya tabib itu telah menghamilinya.
     Tetapi gadis itu tidak dihadapkan kepada Panglima Jan To. Kedua penyelidik yang ditugaskan oleh ayah gadis itu telah berhasil menemukan anak panglima mereka. Kuan-tjie dibawa pulang ke negeri Siok. Sesampainya di istana ia tidak menjumpai ayahnya.
     "Apakah Ayah masih memimpin peperangan?" ia bertanya kepada ibunya. Lalu dengan sedih ibunya berkata, "Sesungguhnya ayahmu telah ditawan oleh musuh, dan tidak akan dilepaskan sebelum kau diserahkan kepada Panglima Jan To untuk dinikahinya."
     "Apakah ini berarti negeri kita sudah jatuh ke tangan musuh?"
     "Belum sama sekali, dan Ibu yakin tak akan jatuh. Pahlawan-pahlawan kita masih tetap bersemangat tinggi untuk melanjutkan peperangan. Engkau tidak usah memikirkan soal ini, anakku. Ibu itu menghendaki Kuan-tjie untuk diserahkan kepada panglima musuh, dan Kuan-tjie sendiri menyatakan tidak ragu-ragu untuk dinikahkan dengan panglima itu, karena begitu yang dikehendaki oleh ayahnya. Ia sangat percaya kepada kebijaksanaan ayahnya, dan apabila nanti Kuan-tjie telah menjadi istri panglima perang negeri Giok, ia akan berusaha keras untuk membujuk suaminya agar suaminya mau memberi keterangan tentang berapa besar kekuatan tentaranya sehingga dapat menaklukkan negeri Siok.
     Tetapi perhitungan Kuan-tjie itu bagi I-ma sangat berbahaya. Panglima perang negeri Siok itu mempunyai perhitungan lain yang pada dasarnya pernah diajarkan oleh almarhum Perdana Menteri Khong-beng yang ahli dalam siasat perang dan pernujuman pada zaman dahulu.Panglima Perang Negeri Siok I-ma telah mengirim penyelidiknya dan harus berhasil membawa pulang Kuan-tjie.
     Lalu dengan ditinggalkannya Tabib Kang So di tempat persembunyiannya di sebuah rumah di dekat kuil Budha, maka kemudian akan dilontarkan berita palsu bahwa Kuan-tjie terpaksa tidak dapat dihadapkan kepada Panglima Jan To karena telah dibunuh oleh tabib itu setelah ia memerkosanya. Dengan demikian Panglima Jan To tentu akan marah besar, dan seperti diketahui bahwa di negeri Giok masih berlaku hukuman tradisional. Tabib itu pasti akan ditangkap kemudian dijatuhi hukuman mati yang akan ditonton oleh para pembesar dan prajurit-prajurit.
     Hari itu adalah merupakan hari yang istimewa, dan panglima perang I-ma tidak menyia-nyiakan kesempatan yang baik itu. Ia memastikan dapat melarikan diri, dan tentaranya akan menyerang secara mendadak dari berbagai arah.
     Waktu Kang So ditangkap ia menyangkal keras tuduhan yang ditimpakan kepadanya sebagai pembunuh gadis Kuan-tjie. Ia mengatakan bahwa gadis itu dibawa pergi oleh kedua orang yang mengaku sebagai utusan panglima perang. Tetapi semua kata-kata tabib ini tidak dipercayai.. Tabib cabul itu menerima hukuman mati dengan disaksikan oleh tentara dan rakyat, juga panglima perang negeri Siok, yang kemudian secara diam-diam meloloskan diri dari kekuasaan Jan To.
     Kang So mati di atas tiang besar dengan tubuh ditancapi beribu-ribu anak panah. Arena tempat Kang So dibunuh segera berubah menjadi ajang pertempuran sengit. Banyak sekali tentara negeri Giok yang menjadi korban. Tentara negeri Siok berhasil mendesak musuh sampai ke luar tembok batas kota. Kemudian gegap-gempitalah sorak-sorai orang-orang Siok. Lagu-lagu kemenangan berkumandang, diiringi oleh bunyi terompet dan genderang-genderang perang! (cerita oleh LO KUAN-CHUNG)

Posting Komentar

...

[blogger][facebook]

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.