Tidak lama berselang seseorang menghampiri saya. Dengan keramahan khas penduduk desa, dia menyapa. Kami ngobrol kesana kemari, juga menanyakan mengapa saya hanya sendiri dengan beban yang kelihatan berat. Rupanya si Bapak ini sudah mengamati saya sejak tadi. Dengan singkat saya jelaskan bahwa saya sedang merampungkan tugas mengumpulkan sampel batu dari daerah sekitar ini. Saya tunjukkan bukit di depan, Bulu' Paria dimana tadi menjadi tujuan saya dan mendapatkan sampel-sampel batuan yang ada di dalam ransel. Bulu Paria yang mengerucut khas bentuk gunung api, tepat di depan Gunung Bulusaraung bila dipandang dari arah Leang-leang.
Benar, saya sedang di daerah Leang-leang. Si Bapak masih dengan ramah ngobrol dan bercerita apa saja. Apa lagi ketika saya menunjuk ke Bulu Paria yang mana telunjuk saya sekligus menunjuk Bulusaraung di belakangnya, beliau menjadi semakin bersemangat. Satu kalimat yang begitu terkesan, ketika beliau berkata '..itu Bulusaraung..lihat mi.. itu mi gunung paling tinggi di dunia..coba lihat keliling, tidak ada mi yang lebih tinggi..'
Begitu polos, begitu tulus tanpa keangkuhan sedikitpun, begitu sederhana dan yakin dengan apa yang diucapkannya. Saya hanya mengangguk-angguk mendengarkan. Penggalan percakapan itu yang kemudian selalu tersimpan di dalam ingatan saya, untuk selalu mengusik keingintahuan saya sehingga si Bapak bisa berkesimpulan demikian.
Kami berpisah setelah saling bersalaman, si Bapak melangkah menjauh, sayapun melanjutkan langkah ke tujuan semula. Banyak tanya dan jawab yang silih berganti selama bertahun-tahun melintasi benak saya. Juga tak kalah banyaknya wawasan yang terlontar, ketika cerita ini saya sampaikan di kala senda gurau. Namun saya juga yakin masih banyak wawasan lainnya yang belum sempat terlontar untuk dicerna bersama. Wawasan yang terpendam bersama senyap di dalam tafakur.
Adakah jawab yang lain.?
Posting Komentar
...