Antroposentrisme

     Antroposentrisme adalah pandangan filosofis yang menempatkan manusia sebagai pusat atau yang paling penting dalam sistem alam semesta. Dalam pandangan ini, nilai, keberadaan, dan fungsi segala sesuatu di dunia diukur berdasarkan hubungannya dengan manusia. Antroposentrisme sering muncul dalam berbagai bidang seperti etika, lingkungan, agama, dan filsafat.

     Pada zaman filsafat Yunani Klasik, pemikiran Aristoteles menonjol dalam mengembangkan narasi yang secara eksplisit menempatkan manusia di atas hierarki makhluk hidup. Dalam konsepnya tentang Scala Naturae (Tangga Kehidupan), Aristoteles memandang bahwa semua makhluk hidup memiliki kedudukan tertentu dalam hierarki alam, dengan manusia berada di puncaknya karena rasionalitas dan akalnya. Pandangan ini secara eksplisit menyatakan bahwa manusia memiliki peran istimewa di antara makhluk hidup lainnya.

     Lompatan lain terjadi pada masa Renaisans dan Revolusi Ilmiah. Narasi antroposentris menjadi lebih terang-terangan ketika Francis Bacon mengadvokasi gagasan bahwa sains harus digunakan untuk menaklukkan dan menguasai alam demi kepentingan manusia. Bacon, dalam karyanya Novum Organum, menjelaskan bahwa tujuan ilmu pengetahuan adalah untuk meningkatkan kontrol manusia atas dunia. Hal ini menandai pergeseran eksplisit dari pandangan harmoni manusia-alam ke dominasi manusia atas alam.

     Di sisi lain, tradisi agama Abrahamik juga mengokohkan narasi antroposentris secara eksplisit. Dalam Kitab Kejadian misalnya, dinyatakan bahwa manusia diciptakan "menurut gambar Allah" dan diberikan mandat untuk "menguasai bumi dan segala isinya". Konsep ini, yang sering disebut sebagai dominion theology, memberikan landasan teologis bahwa manusia memiliki hak istimewa untuk mengeksploitasi alam.

     Dengan semakin berkembangnya filsafat modern di era Pencerahan, pandangan ini mendapatkan penguatan melalui gagasan rasionalitas dan kemajuan manusia. René Descartes, misalnya, memandang manusia sebagai makhluk unik yang memiliki res cogitans (pikiran) yang membedakannya dari res extensa (alam material), yang dianggap sebagai objek untuk dimanipulasi. Ini adalah formulasi eksplisit yang mempertegas pemisahan manusia dari alam, sekaligus menempatkan manusia sebagai pengendali alam.

     Narasi antroposentris secara eksplisit—yang dengan tegas menempatkan manusia sebagai pusat alam semesta atau penguasa alam—mulai muncul dan menjadi jelas ketika manusia memasuki tahap peradaban yang lebih kompleks. Dalam sejarah pemikiran, ada titik-titik di mana gagasan antroposentris ini dirumuskan secara langsung, meskipun istilah "antroposentrisme" sebagai sebuah konsep formal baru banyak dibahas di era modern. 

     Istilah dan kritik terhadap antroposentrisme baru muncul belakangan ini, terutama di abad ke-21, sebagai respons terhadap dampak destruktif dari perilaku yang terlalu berpusat pada manusia. Antroposen, sebagai konsep geologis dan filosofis, adalah titik balik di mana manusia mulai menyadari bahwa dampaknya terhadap bumi telah melampaui ambang batas ekologis dan etis. Kritik ini muncul karena perilaku antroposentris dianggap telah mencapai fase "singular," yakni titik di mana pengaruh manusia terhadap planet ini menjadi begitu besar sehingga tidak ada bagian dari bumi yang tersisa tanpa jejak manusia.

     Sebagai respons terhadap kesadaran ini, narasi antroposentris yang eksplisit tidak lagi berbicara tentang keunggulan manusia, melainkan menjadi narasi reflektif yang menyoroti konsekuensi dari tindakan manusia. Kritik ini muncul dari berbagai bidang, seperti filsafat lingkungan, ekologi, dan bahkan seni, yang mencoba menunjukkan bahwa antroposentrisme yang tidak terkendali bukan hanya merusak alam, tetapi juga mengancam keberlanjutan manusia itu sendiri.

     Sebelum abad ke-21, narasi antroposentris lebih bersifat afirmatif—mendorong perilaku untuk mengeksploitasi alam demi tujuan manusia. Kini, narasi tersebut berubah menjadi alarm yang memperingatkan bahwa perilaku itu telah melampaui batas wajar. Dalam konteks ini, eksplisitnya pembahasan tentang antroposentrisme menjadi semacam "upaya bertahan hidup" baru, di mana manusia mulai mengkritisi dirinya sendiri untuk mencari keseimbangan antara keberadaan manusia dan keberlanjutan ekosistem global.

Antroposentrisme adalah pandangan filosofis yang menempatkan manusia sebagai pusat atau yang paling penting dalam sistem alam semesta.

Posting Komentar

...

[blogger][facebook]

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.