Tidak pernah terbayangkan sebelumnya untuk melewatkan pergantian tahun ke 2015 di kota Tomohon. Jauh hari sebelumnya, mumpung sedang di Sulawesi Utara, maka Manado sudah menjadi destinasi idaman. Berbagai tutur yang 'wah' tentang apapun ketika malam pergantian tahun di Manado, sudah membentur-bentur dinding telinga saya.
     Namun angan-angan tinggallah angan-angan, karena akhirnya Tomohon lah yang secara tak sengaja yang menjadi tempat melewatkan 2014. Hujan gerimis mengiringi putaran roda perlahan menyusuri basahnya aspal dari Tondano. Masih sekitar pukul 22, namun suara petasan dan pijar kembang api sudah nampak marak.
     Beberapa kelompok orang, bergerombol di pinggir jalan, dengan bermacam petasan di dalam genggaman. Ada juga yang berkumpul di teras rumah, dengan dentuman musik yang lumayan bising bersaing dengan ledakan petasan. Tentu saja semuanya berwajah ceria, penuh canda di latar nuansa semarak.
     Ketika melintasi pemakaman yang di malam Natal beberapa malam lalu begitu meriahnya, saya melambatkan laju kendaraan. Rupanya masih ada juga yang 'berziarah' di saat jelang pergantian tahun itu. Petasan tentu saja juga terdengar dari gelapnya pemakaman, diselingi pijar kembang api yang berseliweran di gelapnya langit. Namun kemeriahannya tidak seheboh ketika malam Natal itu.
     Saya kemudian sampai di Tomohon. Depan rumah sakit Bethesda saya pilih untuk memarkirkan kendaraan, selanjutnya berjalan menuju panggung yang telah disiapkan oleh pemerintah kota Tomohon untuk hajatan malam itu. Masih sepi, hanya pembawa acara yang hilir mudik mengatur ini dan itu. Saya kemudian melangkah ke arah Pasar Kuliher kota Tomohon.
     Sepanjang jalan menuju bangunan induk pasar, malam itu disesaki oleh pedagang kaki lima yang menawarkan aneka petasan dan kembang api. Bisa dikatakan tiga perempat dari barang dagangan yang terlihat adalah dua macam benda itu, mercon dan kembang api. Terselip diantaranya adalah penjual bunga segar dan juga penjual buah.
     Rupanya bunga segar adalah dagangan yang cukup laris di malam itu.
 suasana pasar Kuliner Tomohon jelang pergantian tahun 2014 ke 2015. Jalanan yang masih basah oleh sisa hujan yang baru saja reda, dengan rinai yang masih membayang di bias sinar lampu. Masyarakat yang ramai lalu lalang ditimpali tawaran aneka mercon dan kembang apai oleh para pedagang kaki lima yang mendominasi sepanjang jalan menuju pasar dan di dalam pasar sendiri.
 Aneka jenis petasan dan kembang api, menyesaki lapak-lapak pedagang. Saling berebut tempat dengan pedagang makanan, pedagang bunga dan pedagang panganan lainnya.
     Setelah berkeliling dan menganbil beberapa gambar di dalam pasar kuliner, saya kembali ke depan panggung. Rupanya acara sudah dimulai. Sambutan-sambutan, lalu do'a-do'a silih berganti dilantunkan, tentu saja oleh para pemimpin agama. Ada pendeta dan juga ada Imam mesjid raya Tomohon.
     Ketika sesi doa selesai, Bupati Tomohon kemudian mengambil alih kendali acara. Dengan menyampaikan harapan-harapan untuk Tomohon yang lebih baik di 2015 nanti, beliau memandu hadirin untuk bersama-sama melewati pergantian tahun. Ketika semua perangkat pemerintahannya telah berkumpul di atas panggung, maka bapak Bupati juga mengajak rakyatnya, untuk turut serta ke atas panggung. Namun hanya tiga orang sebagai simbol, karena keterbatasan luas panggung.
     Jadilah momen itu, mengantarkan saya turut naik ke panggung, karena orang yang memilih 'rakyat' itu menggandeng tangan saya untuk menuju panggung. Ah.. lagi-lagi tidak terbayangkan sebelumnya..
jelang detik-detik pergantian ke tahun 2015, bupati Tomohon bersama perangkat pemerintahannya (lurah, camat dan kepala-kepala dinas), tokoh masyarakat dan masyarakat biasa (termasuk saya -bertopi dengan kemeja kotak-kotak). Doa-doa dan harapan dipanjatkan untuk 2015 yang lebih baik.
gelas di genggaman (berisi anggur merah) diangkat tinggi untuk 'toast' mengakhiri rangkaian doa yang bertepatan dengan saat pergantian tahun ke 2015
gambar atas, masyarakat berjajar di pinggir jalan memandang ke arah panggung, menantikan aneka kembang api yang petasan yang sebentar lagi akan memeriahkan saat pergantian tahun.
gambar bawah, asap yang timbul oleh petasan dan kembang api membentuk kabut asap yang lumayan pekat yang menyelimuti Tomohon hingga menjelang subuh.
     Dan begitulah, 2014 berlalu di kota Tomohon. Di kota kecil, sejuk dan bertabur bunga itu saya mulai 2015 bi asma Allah.

ps: spesial thanks untuk si Panda 'Ahmad' yang berinisiatif mengabadikan moment-moment ketika untuk beberapa saat saya melepaskan kamera dari genggaman untuk turut dalam seremoni bersama para petinggi kota Tomohon.

     Inilah Minahasa yang ibukotanya adalah Tondano. Menyongsong perayaan Natal oleh masyarakat Minahasa yang sejatinya sebahagian terbesar adalah pemeluk agama yang disebarkan oleh Nabi Isa a.s benar-benar merupakan fenomena yang sangat menarik bagiku. Mungkin karena selama ini saya melalui suasana Natal di lingkungan yang mayoritas adalah penganut Islam, sehingga hanya sedikit dari nuansa Natal yang menyerempet ke permukaan keseharianku. Namun sungguh sangat berbeda ketika hari demi hari saya habiskan di Tondano.
     Tiga minggu menjelang hari-H itu, suasananya sudah begitu hangat tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan simbol-simbol Natal. Hiasan lampu kerlap-kerlip dengan pohon berbentuk kerucut, sudah menghiasi hampir setiap rumah di sepanjang jalan-jalan yang saya lalui. Segala macam kreasi tertuang ke sana. Ornamen-ornamen yang menghias teras, halaman, pagar, gapura, bahkan trotoar dan apa saja, semuanya sangat mudah dikenali adalah sesuatu untuk menyambut perayaan kelahiran sang Nabi.
gambar atas adalah tugu 'monas' nya Tondano yang telah penuh dengan lampu aneka warna yang menyemarakkan suasana menyambut hari Natal.
gambar bawah adalah 'jalan Boulevard' nya Tondano. sepanjang kiri kanan jalan dipasang lampu hias berbentuk salib dan pohon natal warna merah dan  hijau. Beruntung kamera di genggaman saya bisa merekam suasana syahdu malam-malam menjelang hari Natal 2014.
     Ada yang menarik dan agak tidak lazim menurut saya, adalah keriuhan di pemakaman di 24 desember malam. Pemakaman yang terletak di jalan poros Tondano-Tomohon sungguh sangat riuh malam itu. Karenanya saya tertarik untuk singgah ketika melintas disana di malam natal itu. Rupanya di saat itu sangat banyak peziarah  yang mengunjungi makam. Lilin-lilin dinyalakan dan dipasang di atas nisan kuburan yang dikunjungi oleh para kerabat. Lalu doa-doa dipanjatkan.
     Yang tidak kalah menarik tentunya, hamburan kembang api disertai suara mercon yang sahut menyahut yang berasal dari area pemakaman. Rupanya sebahagian peziarah mengekspresikan perasaan mereka (yang saya tidak tau bagaimana membahasakannya) di pemakaman itu dengan keriuhan mercon dan kembang api. Jadilah di kegelapan pekuburan yang syahdu oleh nyala lilin-lilin yang mengantar doa-doa, kemeriahan mercon dan sinar aneka warna kembang api, saling berebut kuasa di tangkapan indera-indera kita.
gambar atas adalah suasana kuburan yang terekam lensa di genggamanku.
jalan-jalan yang ramai, disemarakkan oleh aneka kendaraan hias bernuansa Natal. Penumpangnya pun mengenakan kostum beraneka rupa seperti sedang karnaval.
berkeliling kota sambil berkelompok menggunakan sepeda motor, atau bahkan menggunakan 'bendi' menjadi pemandangan yang lazim. Kendaraan roda empat ditumpangi dengan membiarkan pintu belakang terangkat tinggi sehingga penumpang bisa bersantai bergerombol menikmati kendaraan yang melaju perlahan.
tidak ketinggalan bapak polisi lalulintas dengan penutup kepala 'warna merah putih' menggantikan sementara topi standar seragam sehari-harinya.
     Tiga minggu menyongsong hari Natal adalah hari-hari dimana semarak sambung menyambung menghangatkan semangat masyarakat Minahasa. Tak tampak ada lelah karenanya. Bahkan seakan sedang berlari menuju garis finish, keriuhan yang tercipta seakan support yang memacu semangat untuk meraih kemenangan ketika hari yang dinantikan telah tiba.

     Cabo adalah sebutan atau istilah untuk pakaian bekas yang diperjual belikan di daerah Tondano dan sekitarnya. Sebutan yang tentu saja terdengar sedikit aneh di telinga saya, karena untuk barang yang sama, di daerah Sulawesi Selatan disebut 'cakar'. Barang berupa pakaian bekas yang disesakkan ke dalam karung, untuk kemudian dibongkar dan digelar setiap hari pasar.
     Hari Minggu adalah hari pasar untuk si 'cabo'. Dan untuk Tondano, cabo itu digelar di sekitar pertigaan ujung jalan Tonsea Lama kampung Jawa. Itulah satu-satunya lokasi untuk gelaran dagangan itu. Dari berbagai penjuru Tondano, tukang ojek silih berganti mengantarkan penumpangnya ke tempat ini
inilah pertigaan jalan Tonsea Lama (ke kiri) dan jalan menuju Mesjid Kyai Mojo (menara mesjid terlihat di kejauhan). Halaman rumah di sekitar pertigaan jalan itu menjadi ajang gelaran 'cabo'.
 asyiknya berburu barang yang sesuai dengan kebutuhan. Butuh sedikit tenaga ekstra untuk membongkar tumpukan lalu memilah dengan teliti.
      Dan untuk yang gemar berburu cabo, yang kebetulan berada di sekitar Tondano, maka hari Minggu adalah hari yang dinantikan. Hanya sekali dalam seminggu, destinasi itu ramai menyambut pengunjungnya dari pagi hingga lewat tengah hari. Harga 'ceper' sangat sering meluncur dari mulut para pedagang. Tentu saja 'ceper' maksudnya adalah harga yang sama untuk sekumpulan item yang sama.
      "Ayo mari jo, mari.. jaket 25 ribu ceper.. dipilih-dipilih.. " begitu teriakan pedagang bersahut-sahutan. So, mari jo.. jangan sampai ketinggalan.. :-)

     Di salah satu sudut jalan Walanda Maramis kota Manado, ada satu destinasi yang cukup menarik terutama bagi penikmat kopi. Siang menjelang sore ketika pertama saya menginjakkan kaki di gerbang Jalan Roda, suara hentakan musik elekton langsung menyambut. Semula saya pikir ada warga yang sedang hajatan, malihat banyak motor terparkir rapih di depan gerbang jalan.
     Tetapi saya sama sekali salah. Ketika melangkah lebih dekat, teman seiring menggamit, Inilah Jalan Roda, katanya. Dari arah Walanda Maramis, memasuki gerbang Jalan Roda langsung nampak di sebelah kanan adalah jajaran pertokoan sementara di sebelah kiri adalah jajaran warung kopi. Jalan roda hampir sepenuhnya ditutupi atap sejak mulai melintasi pintu gerbangnya. Karena ini adalah hari Minggu, maka pertokoan tutup. Namun di hari kerja biasa, keriuhannya maksimal oleh aktifitas pertokoan dan aktifitas kedai kopi.
     Kejutan tidak hanya sampai di situ, ternyata jajaran meja kursi di bawah naungan atap Jalan Roda, dipenuhi pengunjung yang menikmati rasa khas kopi ginseng yang terkenal bersama dengan nama Jalan Roda. Musik yang menghentak, siap mengantar alunan suara dari pengunjung yang hendak berbagi keriangan ataupun berbagi nostalgia melalui lagu-lagu yang dinyanyikan.
      kopi ginseng ~ rasanya begitu menggemparkan syaraf-syaraf rasa di lidah saya. Dari tegukan pertama, aku tahu kalau di kesempatan besok hari, harus kembali lagi ke tempat ini untuk menikmati kembali rasa dahsyatnya.
bawah, gerbang Jalan Roda dari arah Walanda Maramis
          Kami mampir ke Cafe Jarod. Di tempat ini, selain kopi ginseng bercampur susu kental, juga ada coklat susu dan kopi coklat. Tidak ketinggalan beberapa jenis jajanan pasar terhidang di lemari pajangan.
     Di sebelah rak berisi kue-kue, juga ada lauk yang yang disiapkan untuk disantap bersama nasi putih. Semua disajikan secara prasmanan. Pilih menu sesuai selera, sesuai volume yang dibutuhkan. Tidak ketinggalan beberapa jenis mie instan turut memperkaya pilihan menu.
sajian lauk di Cafe Jarod.
bawah, susu coklat yang disajikan dengan es - sangat nikmat untuk mengimbangi gerahnya udara kota Manado
saya menyempatkan melihat langsung keterampilan peracik kopi yang saya nikmati.
 dari sinilah suara hentakan musik yang terdengar ketika pertama menjejak gerbang Jalan Roda. Kebetulan letak instalasi sound system dan peralatannya tepat di hadapan cafe Jarod. Beberapa pelantun lagu mendapat aplaus yang hangat ketika nada-nada dan baris syair yang mengalun sempat menyentil gairah dari pengunjung di sepanjang Jalan Roda.
  dengan Pak Hari (topi biru), Pak Yono (topi hitam) dan Jaelani.
     Sajian dan instalasi yang digelar di Jalan Roda, sama sekali tidak bisa dibilang mewah apalagi glamor. Namun denyut keunikan hidup jalan roda yang dimulai dari pukul sembilan pagi hingga pukul tujuh petang, sungguh serasi dengan citarasa kopi ginseng yang begitu menggelitik lidah. Jadi, kita bisa sedikit menyempatkan waktu bila mampir di kota Kawanua, untuk beberapa teguk keistimewaan kopi Jalan Roda.

if You think this article is utilitarian
You may donate little cents for next more exploration

     Setelah sekian lama mendengar gaung yang samar tentang Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup Puntondo, maka hasrat melihat langsung gaung samar-samar itu kemudian terjadi di akhir Desember 2013 lalu. Puntondo adalah salah satu destinasi wisata berkonsep pendidikan pelestarian lingkungan yang terletak di sepotong bentangan bibir pantai Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan.
     Dari jalan poros Takalar lalu berbelok ke arah kanan, menjangkau Puntondo 'terasa' jauh karena jalan raya yang tidak mulus seratus persen. Beruntung, pemandangan perkampungan yang asri, dan pantai yang indah, menghiasi sepanjang jalan itu menjadi pelipur bosan ketika berlambat-lambat di jalan yang tidak mulus.
     Rombongan kami tiba di gerbang Puntondo sekitar setengah lima sore. Aroma laut berhembus ditimpali lembabnya udara bulan Desember mengiringi lelah sepanjang perjalanan. Di Barat terlihat awan hujan sudah menggelayut berat, menutupi matahari sore yang semakin merah. Dan tidak lama kemudian, hujan mendera dengan lebat, tetapi singkat. Hanya sekitar 20 menit, namun sudah mampu mengusir semua gerah yang menyertai.
     Berbekal ponsel android berjudul cross A27 produksi vendor lokal (katanya, tapi tertulis made in china), saya mencoba mengabadikan spot-spot yang saya rasa penting, yang sebagiannya kemudian saya posting di artikel ini. Menyiasati kualitas kamera yang jauh dari harapan profesional, maka gambar-gambar saya edit kembali untuk sekadar mendapatkan sedikit sentuhan keseimbangan sehingga tidak perlu menganiaya mata kita ketika memandangnya.. :)
     Puntondo yang didesign sebagai destinasi wisata, menerapkan aplikasi pemanfaatan energi alternatif di dalam sistem operasionalnya. Ini saya simpulkan ketika menelisik poster-poster yang dipajang di dalam ruangan seminar yang ada di lokasi ini, sambil bertanya-jawab dengan beberapa kru yang merawat kebersihan properti di sana. Prototype menjaring energi alternatif dipajang dengan tampilan yang mudah dicerna bahkan untuk anak level sekolah dasar. Sayang sekali, karena sajiannya hanya mengulas di bagian kulit pengetahuan lingkungan saja, tanpa disertai sajian data yang lebih dalam sehingga bisa dikaji secara terbuka untuk suatu diskusi yang sedikit lebih serius.
     Melihat prototype langsung yang terpancang di halaman sekitar Puntondo, ada satu unit kincir angin, satu unit solar cell dan satu unit water destillation memanfaatkan energi panas matahari untuk mendapatkan air tawar dari air laut. Di situlah letak sayangnya, karena tidak ada data produktifitas dari masing-masing alat tersebut, setidaknya terhadap konsumsi energi yang digunakan untuk operasional Puntondo.
      Gambar di atas adalah kincir angin pembangkit listrik, solar cell lalu alat destilasi air laut. Sebagai pusat pendidikan lingkungan hidup, sebaiknya bukan hanya menyasar pengunjung selayang pandang dengan informasi pengetahuan umum, tetapi mestinya juga bisa membuka wawasan pengunjung yang lebih kritis dengan data-data ilmiah. Sehingga slogan pelestarian lingkungan bukan hanya menjadi slogan sarat semangat namun miskin argumen data.
     Sebagai contoh saja, berapa kapasitas produksi listrik (perhitugan detail) dari dua sumber (angin dan matahari) yang dimiliki, produktifitas dan efektifitas beserta kendala-kendala sosial budaya yang menyertai. Atau bagaimana daya tampung bunker air tawar sehubungan produksi alat water distillation ditambah tapungan air hujan, rasio daya tampung bunker tersebut terhadap kebutuhan konsumsi air di musim kemarau dan musim hujan, dan banyak fokus-fokus data lainnya yang bisa disajikan empiris. Sekadar catatan, bahwa kehadian kami di musim penghujan itu setidaknya memberi keleluasaan untuk menggunakan air tawar yang selalu sulit bila mengunjungi Puntondo di musim kemarau.
     Bila data-data yang tersaji menjadi lebih lengkap hingga ke hitung-hitungan nilai keekonomian bila mengaplikasikan instalasi energi alternatif itu, disertai kondisi sosio kultur yang ada, makan akan menjadi bahan diskusi yang hangat mengisi malam sambil menikmati nyanyian ombak di teras restoran.
     Salah satu yang menarik dari arsitektur di Puntondo, adalah menerapkan konsep rumah panggung khas Sulawesi Selatan, di tengah rimbunnya pepohonan di kawasan Puntondo. Bila imajinasi kita bisa sedikit melebar, maka akan terasa kita sedang berada di atas perkampungan rumah pohon. Pikiran saya seketika menjadi sedikit konyol, jangan-jangan efek itu yang memang sengaja diharapkan dari design yang ada, sehingga kita bisa flasback menelisik rasa yang terbawa di dalam 'gen' kita tentang suasana ketika kita belum berevolusi secara sempurna menjadi spesies yang seperti sekarang ini.
     Setiap unit bangunan saling terhubung dengan 'path' melayang seperti terlihat di gambar atas. Begitu memasuki ruang informasi dan melintasinya, maka path kayu sudah menunggu, menuju restoran, ruang seminar, atau perpustakaan.. atau akan langsung menuju bungalow dan asrama.
 bagian dalam ruang seminar berbentuk auditorium yang di dinding-dindingnya dipenuhi poster-poster idealisme lingkungan hidup beserta aset yang diaplikasikan di destinasi wisata Puntondo.
     Salah satu spot yang nyaman di tempat ini adalah beranda yang mengelilingi restoran. View yang langsung ke arah laut akan segera memanjakan mata tentang pemandangan laut yang indah. Arsitektur tradisional yang diaplikasikan di semua spot bangunan, juga menjadi penggelitik rasa yang lain di semilir angin laut yang hampir tidak berjeda.
      Pagi berikutnya, saya berkeliling pantai, melihat tanaman bakau dan gerbang cantik yang terbuat dari bambu menuju ke area mengrove. Beberapa gambar saya ambil dari tempat itu, sambil berimaginasi seandainya perawatan dan budidaya di tempat itu bisa lebih intensif. Tentu kenampakannya bisa jauh lebih lebat dari yang ada sekarang ini.
     Hanya jalan berkeliling, menikmati hangatnya matahari pagi. Sayang sekali tidak berkesempatan menyaksikan langsung spot pengembangan rumput laut dan spot terumbu karang seperti yang saya lihat terpajang di poster-poster di ruang seminar kemarin.
Beberapa view dari sudut lain di tepian pantai sekitar Puntondo
 Gambar bawah adalah salah satu fakta tentang buruh tani rumput laut.
Diskusi tentang ekosistem, bukan hanya tentang energi terbarukan dan bagaimana memanfaatkannya, tentang efek rumah kaca dan pemanasan global, apalagi tentang mengejek tentang ketidak pahaman sebahagian besar populasi manusia mengenai ekosistem yang lestari. Tetapi jauh lebih penting adalah bagaimana ekosistem mendukung kesejahteraan manusia secara nyata, bukan dalam hitung-hitungan teori dan statistik, apalagi dalam pepatah-pepatah politis praktis.
     Dan akhirnya, harapan sederhana saya semoga Puntondo bisa tetap eksis di dalam idealisme pelestarian lingkungan yang bisa memberi dampak nyata terhadap kualitas masyarakat sekitarnya. Sesuatu yang pastinya hanya 'bagian kecil' dari rencana awal ketika Puntondo dirintis hingga terealisasi.

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.