Kesadaran kosmos, atau yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai "cosmic consciousness," merujuk pada pengertian yang mendalam tentang kesatuan dan hubungan yang erat antara individu dengan alam semesta secara keseluruhan. Ini adalah konsep yang menggambarkan pemahaman bahwa kita sebagai manusia adalah bagian tak terpisahkan dari jaringan kehidupan yang lebih besar dan bahwa kesadaran kita terhubung dengan kesadaran kosmos itu sendiri.

     Pada dasarnya, kesadaran kosmos mengajarkan bahwa alam semesta adalah satu kesatuan yang harmonis, dan bahwa kita sebagai individu memiliki potensi untuk merasakan dan memahami keterhubungan ini secara dalam. Ini melampaui pemahaman konvensional tentang diri sebagai entitas terpisah dan menekankan pentingnya mengenali bahwa setiap bagian dari alam semesta saling mempengaruhi dan saling bergantung satu sama lain.

     Konsep kesadaran kosmos ini melibatkan pemahaman yang lebih luas tentang interkoneksi yang ada antara diri kita, alam, dan semua makhluk hidup di dalamnya. Ini melibatkan peningkatkan kesadaran diri, membuka pikiran dan hati untuk menerima pengalaman dan keajaiban yang terkait dengan alam semesta.

     Sebagai contoh, kesadaran kosmos adalah ketika seseorang merasakan rasa keterhubungan yang mendalam dengan alam saat berjalan di tengah hutan. Mereka merasakan kekuatan dan keindahan alam, mendengarkan suara angin yang melalui pepohonan, melihat kehidupan yang berkembang di sekitar mereka, dan merasakan energi yang hidup di sekitar mereka. Dalam momen-momen tersebut, mereka merasa menjadi bagian integral dari alam semesta, mengalami kesadaran yang lebih dalam tentang keterhubungan mereka dengan segala sesuatu di sekitar mereka.

     Penerapan lainnya dapat terlihat ketika seseorang mengembangkan empati dan perhatian terhadap makhluk hidup lainnya. Mereka menyadari bahwa tindakan mereka memiliki dampak pada alam sekitar dan mengambil langkah-langkah untuk melindungi dan menjaga lingkungan. Mereka menghargai kehidupan dalam segala bentuknya dan berusaha hidup dengan harmoni dan rasa tanggung jawab terhadap keseluruhan alam semesta.

     Konsep kesadaran kosmos atau cosmic consciousness telah diperbincangkan oleh berbagai filsuf, spiritualis, dan pemikir dari berbagai tradisi dan zaman. Berikut adalah beberapa tokoh yang sempat saya himpun dengan rumusan pemikiran tentang kesadaran kosmos.

     Carl Jung, seorang psikolog dan filsuf Swiss, mengemukakan konsep kesadaran kosmos melalui pemahaman psikologis dan spiritual. "Who looks outside, dreams; who looks inside, awakes." ~"Mereka yang melihat ke luar, bermimpi; mereka yang melihat ke dalam, terbangun." Dengan menjelajahi alam bawah sadar dan mengintegrasikan berbagai aspek diri, seseorang dapat mencapai kesadaran yang lebih luas dan menyadari keterhubungan dengan alam semesta. Jung menekankan pentingnya memperoleh pemahaman tentang diri melalui introspeksi dan penggalian ke dalam alam bawah sadar. Menurutnya, melalui proses ini, kita dapat terbangun dari ilusi pemisahan dan memahami hubungan erat kita dengan alam semesta secara keseluruhan.

     Kita jangan hanya terjebak pada dunia luar yang penuh dengan khayalan dan harapan, melainkan memperdalam pengetahuan tentang diri sendiri, melihat ke dalam dan menyadari potensi kita yang tersembunyi.

     Alan Watts, seorang filsuf dan penyair Amerika, menekankan pemahaman tentang kesatuan alam semesta dan manusia. "We do not 'come into' this world; we come out of it, as leaves from a tree." ~"Kita tidak 'datang ke' dunia ini; kita muncul darinya, seperti daun dari sebuah pohon." Kita bukan entitas terpisah yang ada di dunia, melainkan bagian organik yang tak terpisahkan dari alam semesta.

     Watts menyampaikan pandangannya tentang asal mula kita sebagai bagian organik dari alam semesta. Ia mengajak kita untuk melihat diri kita sebagai ekstensi dari alam semesta yang luas, seperti daun yang tumbuh dari pohon. Kesadaran kita akan keterhubungan yang mendalam dengan alam semesta, dan menghindarkan kita dari pemisahan yang hanya menciptakan kesengsaraan dan ketidakpuasan.

     Eckhart Tolle, seorang spiritualis dan penulis terkenal, mengajak kita untuk melihat diri kita sebagai bagian yang tak terpisahkan dari keseluruhan alam semesta. "You are not separate from the whole. You are one with the sun, the earth, the air. You don't have a life. You are life." ~"Kamu tidak terpisah dari keseluruhan. Kamu bersatu dengan matahari, bumi, udara. Kamu bukanlah pemilik kehidupan. Kamu adalah kehidupan." Kita tidak hanya hidup di dunia ini, melainkan kita adalah perwujudan dari kehidupan itu sendiri.

     Tolle menyoroti pentingnya menyadari bahwa kita bukanlah entitas terpisah yang memiliki kehidupan, melainkan kita adalah kehidupan itu sendiri. Melihat diri kita sebagai manifestasi dari energi kehidupan yang ada di seluruh alam semesta. Kesadaran kosmos melibatkan pemahaman bahwa kita adalah bagian dari keseluruhan yang lebih besar. Dalam kesadaran ini, kita merasakan keterhubungan yang mendalam dengan matahari, bumi, udara, dan semua aspek kehidupan lainnya.

     Pierre Teilhard de Chardin, seorang ahli geologi dan teologis Prancis, menggabungkan ilmu pengetahuan dan spiritualitas dalam pemikirannya. "The world is round so that friendship may encircle it." ~"Dunia ini bulat agar persahabatan dapat mengelilinginya." Melibatkan pengakuan akan keterhubungan yang luas dan perlunya kerjasama dan persahabatan, memperlakukan dunia ini sebagai teman dan mengembangkan rasa persaudaraan dengan semua makhluk hidup.

     Teilhard de Chardin menekankan bahwa kesadaran kosmos tidak hanya melibatkan pemahaman diri, tetapi juga inklusi dan kepedulian terhadap semua bentuk kehidupan. Dalam memelihara persahabatan dan kerjasama, kita dapat menjaga keseimbangan dan keharmonisan dalam alam semesta.

     Immanuel Kant, Plato, dan Aristoteles adalah filsuf yang disimpulkan turut membahas konsep dan pemikiran yang relevan dengan kesadaran kosmos atau cosmic consciousness. Meskipun mereka tidak secara langsung merumuskan konsep ini dengan istilah yang sama, namun mereka memberikan wawasan yang dapat dihubungkan dengan pemahaman tentang keterhubungan antara individu dan alam semesta.

     Immanuel Kant adalah seorang filsuf Jerman yang terkenal dengan karya-karyanya tentang epistemologi dan etika. Dalam pemikirannya, ia membahas mengenai pemahaman manusia tentang dunia dan pengetahuan objektif. Walaupun Kant tidak secara khusus merumuskan kesadaran kosmos, konsepnya tentang "dunia noumenal" dapat dikaitkan dengan pemahaman tentang keterhubungan yang lebih luas.

      Kant membedakan antara "dunia fenomenal" (yang dapat dijangkau oleh panca indera kita) dan "dunia noumenal" (realitas yang ada di balik pengalaman fenomenal). Meskipun manusia hanya memiliki akses terbatas ke dunia fenomenal, ia mengakui bahwa ada aspek-aspek yang lebih dalam dan tak terlihat yang dapat mempengaruhi pengalaman manusia. Dalam hal ini, konsep dunia noumenal dapat dihubungkan dengan pemahaman kesadaran kosmos yang mengajak manusia untuk melihat melampaui batasan persepsi konvensional dan menyadari hubungan yang lebih dalam dengan alam semesta.

      Plato, seorang filsuf Yunani kuno, menekankan pentingnya realitas ide atau bentuk ideal yang abadi di balik dunia yang tampak. Dalam karya-karyanya seperti "Mitos Gua" dalalm bukunya Politeia (negeri), Plato mengajarkan keberadaan realitas yang lebih tinggi di luar dunia fisik.

      Plato menjelaskan bahwa dunia material yang kita alami hanya merupakan bayangan atau pantulan dari realitas yang lebih tinggi. Ia berpendapat bahwa jiwa manusia berasal dari dunia ide dan saat hidup di dunia fisik, kita hanya mengingat atau merasakan kepingan-kepingan dari dunia asal kita. Dalam konteks kesadaran kosmos, pemikiran Plato mengajak kita untuk melihat melampaui dunia fisik dan menyadari adanya dimensi yang lebih dalam dan universal yang terhubung dengan alam semesta.

      Aristoteles, seorang filsuf Yunani kuno yang menjadi murid Plato, memiliki pemahaman yang berbeda tentang keterhubungan antara manusia dan alam semesta. Ia mengembangkan konsep hylomorfisme yang berpendapat bahwa segala sesuatu terdiri dari materi (hyle) dan bentuk (morphe). Menurutnya, bentuk memberikan identitas dan substansi pada materi.

      Aristoteles juga mengajarkan konsep "telos," yaitu tujuan atau potensi yang melekat dalam setiap entitas. Dalam hal ini, pemikiran Aristoteles mengajak manusia untuk memahami perannya dalam alam semesta dan untuk mengaktualisasikan potensi yang melekat dalam diri mereka. Konsep ini dapat terkait dengan kesadaran kosmos, di mana manusia diajak untuk menyadari dan mengintegrasikan potensi dan tujuan mereka dalam konteks yang lebih luas, yaitu alam semesta.

     Mereka memberikan dasar filosofis yang dapat dihubungkan dengan konsep Cosmos Conciousness. Ketiganya mendorong kita untuk melihat melampaui persepsi konvensional dan memahami keterhubungan yang lebih dalam dengan alam semesta. Pemikiran-pemikiran ini mengajak kita untuk melebur dengan realitas yang lebih tinggi, menyadari adanya dimensi universal, dan mempertimbangkan peran dan tujuan kita dalam konteks yang lebih luas.

      Untuk memahami kesadaran kosmos, sangat penting bagi kita untuk menggabungkan berbagai perspektif filsuf-filsuf ini dengan pemikiran-pemikiran modern dan spiritualitas kontemporer. Konsep ini merupakan tantangan bagi kita untuk mengembangkan kesadaran yang lebih luas, mengintegrasikan berbagai aspek diri, dan merasakan keterhubungan yang mendalam dengan alam semesta secara keseluruhan.

      Melalui kesadaran kosmos, kita dapat mengalami transformasi dalam cara kita melihat diri sendiri dan dunia di sekitar kita. Ini bisa membantu memperluas persepsi kita, membangun keterhubungan yang lebih dalam dengan alam semesta, dan mengembangkan kesadaran yang lebih tinggi tentang tujuan dan makna hidup. Dengan memahami kesatuan dan keterkaitan kita dengan alam semesta, kita dapat mengambil langkah-langkah untuk hidup dengan lebih bijaksana, berkelanjutan, dan penuh kasih di dalam dunia ini.

      Pencerahan atau Aufklärung adalah gerakan pemikiran yang muncul pada abad ke-17 dan ke-18 di Eropa yang bertujuan untuk memperluas pengetahuan manusia dan menentang kekuasaan agama serta penguasa monarki pada masa itu. Gerakan ini dianggap sebagai tonggak penting dalam sejarah Barat karena berhasil mendorong lahirnya pemikiran rasionalisme dan humanisme. Gerakan Aufklarung ini juga dimotivasi oleh pemikiran bahwa manusia bisa melakukan perubahan terhadap dunia melalui pengetahuan dan refleksi rasional.

     Slogan Sapere Aude atau "berani untuk tahu" menjadi semboyan bagi gerakan Pencerahan. Sapere Aude adalah frasa Latin yang berarti "Beranilah untuk tahu"; kadang-kadang diterjemahkan menjadi "Beranilah untuk menjadi bijaksana", atau bahkan diterjemahkan menjadi "Beranilah untuk berpikir sendiri". Namun penekanan lebih dominan justru pada kata 'berani' itu sendiri. Frasa ini pertama kali digunakan dalam First Book of Letters (20 SM) oleh penyair Romawi Horatius. Semangat Sapere Aude menjadi tuntunan bahwa manusia seharusnya berani mempertanyakan segala hal dan mencari kebenaran dengan akal pikiran. Beberapa filsuf yang kita kenal dalam gerakan pencerahan adalah Immanuel Kant, John Locke, Montesquieu, Voltaire, dan Jean-Jacques Rousseau.

     Di bidang ilmu pengetahuan alam adalah Nicolaus Copernicus, seorang astronom dan teolog Polandia pada abad ke-16, memiliki hubungan yang erat dengan gerakan Aufklarung. Karya utamanya yang berjudul "De Revolutionibus Orbium Coelestium" yang diterbitkan pada tahun 1543 menantang dogma gereja dan pandangan dunia yang telah berlaku selama berabad-abad.
     Dalam karyanya, Copernicus mengusulkan bahwa Matahari berada di pusat tata surya dan planet-planet berotasi mengelilinginya (dikenal sebagai paham heliosentris). Pada masa itu, pandangan umum adalah bahwa Bumi adalah titik pusat alam semesta, dengan Matahari dan planet-planet berputar mengelilinginya (paham geosentris).

     Seratus tahun kemudian, Galileo dan kawan-kawannya turut mendukung pandangan Copernicus, melakukan perlawanan terhadap otoritas gereja dan kepercayaan tradisional lama yang menjadi otoritas ilmiah pada zamannya. Mereka memperkuat pembuktian bahwa pandangan geosentris yang dianut umat manusia selama ribuan tahun itu salah, dan bahwa heliosentris-lah yang benar.
     Pandangan ini menimbulkan banyak kontroversi dan memicu perdebatan sengit di dalam dunia ilmiah. Namun, Galileo dan kawan-kawan terus berjuang mengembangkan pemikiran mereka, walau dengan resiko ditindak oleh otoritas kerajaan dan keagamaan tertinggi pada waktu itu.
     Karya-karya Galileo memberikan banyak inspirasi bagi para pemikir dan ilmuwan selama beberapa abad. Oleh karena itu, Galileo menjadi contoh penting dari bagaimana ilmu pengetahuan dan pemikiran dapat memajukan kemanusiaan dan melawan otoritas yang dipertanyakan.

     Copernicus dipandang sebagai pionir untuk revolusi ilmiah yang akan membawa pemikiran yang rasional dan terus berkembang. Kontribusinya telah memengaruhi dan membantu memicu Gerakan Aufklarung dan terus menempatkan penelitian dan pengetahuan ilmiah pada posisi teratas dalam pengembangan ide-ide manusia.

     Beruntungnya, pencerahan bukan saja terjadi di masa lalu. Hingga saat ini, pencerahan masih terus berproses dalam masyarakat. Gerakan hak asasi manusia dan gerakan anti radikalisme dalam teori sosial dan politik adalah bukti bahwa semangat Sapere Aude masih terus dijaga.
     Kemajuan teknologi juga dapat dijadikan sebagai sarana dalam menjaga semangat pencerahan. Teknologi dapat digunakan untuk memperluas pengetahuan secara global, membuat akses informasi yang mudah, serta memungkinkan semua kalangan memperoleh informasi dengan cepat dan mudah.

     Untuk menjaga semangat pencerahan, maka di setiap negara seharusnya memperbaiki sistem pendidikan yang ada, serta meningkatkan pengajaran yang berbasis pada pemikiran rasional dan kritis. Hal ini akan membantu generasi muda untuk memahami dan bisa meyakini apa yang benar dan salah berdasarkan fakta dan bukan hanya berdasarkan opini yang berkembang di masyarakat.
     Kita juga harus menentang ideologi radikalisme dan fanatisme, karena ideologi tersebut cenderung berpotensi menghambat semangat pencerahan yang bertujuan mencari kebenaran dengan akal pikiran. Oleh karena itu, masyarakat perlu juga meningkatkan pemahaman tentang ancaman ideologi tersebut.

     Semboyan Sapere Aude "berani untuk tahu" menjadi gerakan pendorong lahirnya pemikiran rasionalisme dan humanisme. Hingga saat ini, semangat Pencerahan harus terus dijaga dan ditingkatkan, karena gerakan ini merupakan upaya untuk para mencari kebenaran dengan menggunakan akal pikiran sehat, dan bukan berdasarkan dogma tradisi atau keyakinan yang hanya harus diikuti secara buta.

Pencerahan - Beranilah Untuk Tahu

     Kecerdasan Ekologi adalah kemampuan manusia dalam memahami dan memperhatikan lingkungan hidup dengan segala unsur dan keanekaragaman yang ada di dalamnya. Konsep kecerdasan ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Daniel Goleman dalam bukunya yang berjudul "Ecological Intelligence: How Knowing the Hidden Impacts of What We Buy Can Change Everything". Goleman menyatakan bahwa kecerdasan ekologi menjadi semakin penting bagi kehidupan manusia di masa depan, dengan adanya krisis lingkungan yang semakin parah.

     Pada dasarnya, kecerdasan ekologi mencakup tiga kemampuan yakni kesadaran lingkungan, pemikiran sistemik, dan tindakan berkelanjutan. Kesadaran lingkungan merujuk pada kemampuan manusia dalam memahami dampak setiap tindakan atau produk terhadap lingkungan hidup. Pemikiran sistemik berarti kemampuan manusia untuk mempertimbangkan interaksi antara berbagai aspek dalam lingkungan hidup yang saling memengaruhi. Sedangkan tindakan berkelanjutan mengacu pada kemampuan manusia untuk mengambil tindakan praktis yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

     Melalui kecerdasan ekologi, manusia bisa menjadi lebih bijaksana dalam memilih produk dan jasa yang dibutuhkan serta menghindari produk yang memiliki dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Contohnya, kita dapat memilih produk yang menggunakan bahan baku ramah lingkungan atau bahan daur ulang, mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, maupun memilih kendaraan ramah lingkungan yang menghasilkan emisi karbon yang rendah.

     Selain itu, kecerdasan ekologi juga memperkuat kesadaran akan pentingnya kerja sama dan solidaritas antarindividu dalam menjaga lingkungan hidup. Kita harus melihat bahwa tindakan kecil dari individu yang dilakukan secara kolektif dapat memberikan dampak yang besar bagi lingkungan. Misalnya, pemilihan kendaraan ramah lingkungan dapat menjaga kualitas udara, pengurangan penggunaan plastik sekali pakai dapat mengurangi jumlah sampah yang mencemari laut, dan pengurangan penggunaan listrik dapat membantu menjaga ketersediaan energi.

     Namun, masih banyak orang yang tidak memahami bahwa kerusakan lingkungan akan berdampak langsung pada kesejahteraan manusia. Padahal, lingkungan hidup yang sehat merupakan salah satu faktor penting yang menentukan kualitas hidup manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu, pemahaman dan kesadaran tentang kecerdasan ekologi harus ditanamkan sejak usia dini pada anak-anak dan terus diupayakan pada seluruh lapisan masyarakat.

     Selain itu, pola pikir manusia juga berperan penting dalam kontribusinya terhadap kecerdasan ekologi. Lama-kelamaan, para ahli mendapati bahwa sumber dari permasalahan lingkungan adalah paradigma manusia mengenai teknologi dan konsumsi. Di satu sisi, masyarakat modern dengan sangat bergantung pada keuntungan yang dihasilkan oleh teknologi. Di sisi lain, tingginya permintaan masyarakat pada barang-barang konsumsi mengikatkan mereka pada sistem produksi global yang membutuhkan bahan baku yang terus menerus digunakan dan diganti.

     Karena itu, perlu adanya gerakan sosial yang besar dari masyarakat untuk mendorong pemerintah dan badan usaha untuk mengubah pola produksi dan konsumsi yang ramah lingkungan. Gerakan sosial ini juga harus didukung oleh para pegiat lingkungan serta perguruan tinggi dan lembaga pemerintah yang terkait. Penggunaan teknologi yang ramah lingkungan dan pengurangan penggunaan bahan bakar fosil, dapat menjadi salah satu langkah penting dalam menjaga keberlanjutan lingkungan hidup.

     Namun, krisis lingkungan yang terjadi saat ini tidak hanya bisa diselesaikan oleh satu tindakan atau pihak saja. Perlunya kerja sama antar negara dalam mengatasi masalah lingkungan juga menjadi poin penting dalam menjaga kelestarian bumi. Selain itu, peran perguruan tinggi juga sangat penting dalam mendidik generasi muda yang memiliki kesadaran dan kecerdasan ekologi yang tinggi, sehingga mereka dapat menjadi agen perubahan yang efektif di masa depan.

     Gerakan-gerakan seperti pemanfaatan energi alternatif, perbaikan kualitas air, peningkatan sistem pengelolaan sampah dan pengurangan penggunaan bahan kimia beracun adalah beberapa contoh tindakan manusia yang dapat membantu menjaga kelestarian bumi. Hal tersebut tentunya harus diikuti oleh program-program sosialisasi dan edukasi serta regulasi pemerintah untuk menciptakan kesadaran lingkungan dan menggalakkan tindakan bersama yang lebih besar.

     Dalam konteks ancaman kepunahan massal keenam yang sedang terjadi saat ini, kecerdasan ekologi menjadi salah satu kunci untuk mengatasi krisis lingkungan sekaligus mengubah pola produksi dan konsumsi menjadi lebih ramah lingkungan. Kesadaran dan tindakan berkelanjutan yang didukung oleh sistem pengelolaan yang baik harus menjadi langkah penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem bumi.

     Sebagai kesimpulan, kecerdasan ekologi adalah kemampuan manusia untuk memahami serta mempertimbangkan dampak dari setiap tindakan dan produk yang digunakan terhadap lingkungan hidup. Kita harus mempelajari cara untuk berinteraksi dengan lingkungan secara bijaksana dan ramah lingkungan. Sebagai warga masyarakat, kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga kelestarian bumi, menumbuhkan kesadaran lingkungan, menerapkan tindakan berkelanjutan dan membentuk pola pikir yang lebih positif mengenai lingkungan. Semua upaya ini akan memberikan manfaat jangka panjang baik bagi lingkungan hidup maupun kesejahteraan manusia secara keseluruhan.

Kecerdasan Ekologi

     Konsep kecerdasan ekologi yang dikemukakan oleh Daniel Goleman, seorang penulis dan psikolog di dalam bukunya"Ecological Intelligence" yang diterbitkan pada tahun 2009. Beberapa pokok pikiran yang terkandung dalam konsep kecerdasan ekologi dapat diringkas menjadi seperti berikut:

1. Kecerdasan ekologi adalah kemampuan untuk memahami dan bertindak dengan bijaksana terhadap dampak manusia terhadap lingkungan dan ekosistem.

2. Kecerdasan ekologi mencakup empat aspek, yaitu data, konteks, sistem, dan tindakan. Data mencakup informasi tentang lingkungan dan pengetahuan tentang dampak manusia pada lingkungan. Konteks mencakup pemahaman tentang bagaimana kebiasaan dan tindakan kita berdampak pada lingkungan dan ekosistem. Sistem mencakup analisis dan pemahaman tentang kompleksitas interaksi dalam lingkungan dan ekosistem. Tindakan mencakup tindakan nyata dan praktis untuk mengurangi dampak negatif manusia pada lingkungan.

3. Kecerdasan ekologi didasarkan pada pengambilan keputusan yang bijaksana dan berkelanjutan dalam menggunakan sumber daya alam. Hal ini melibatkan pemahaman tentang siklus hidup produk dan sumber daya, serta cara mengurangi limbah dan pemakaian energi yang berlebihan.

4. Kecerdasan ekologi dapat membantu individu, perusahaan, dan masyarakat untuk menciptakan produk dan layanan yang lebih ramah lingkungan, mempertimbangkan dampak lingkungan dalam pengambilan keputusan, dan bekerja menuju tujuan pengurangan emisi gas rumah kaca dan penggunaan sumber daya yang lebih berkelanjutan.

     Beberapa langkah yang disarankan Goleman dalam rangka meningkatkan kecerdasan ekologi seperti mengurangi pemakaian energi fosil, mengembangkan produk yang lebih ramah lingkungan, menggunakan transportasi publik, dan memilih sumber daya yang lebih berkelanjutan.

     Goleman memiliki perbedaan pendekatan dalam memahami ekologi dengan kampanye ekologi yang telah dilakukan selama beberapa dekade ini. Goleman mengusulkan pendekatan ekologi yang lebih holistik dan multidimensional, yang melibatkan tidak hanya aspek lingkungan fisik, tetapi juga dimensi sosial, psikologis, dan spiritual. Goleman menekankan pentingnya memahami keterkaitan antara manusia, alam, dan makhluk hidup lainnya.

     Sementara itu, kampanye ekologi yang telah dilakukan selama beberapa dekade ini cenderung mengedepankan aspek fisik dan teknis, seperti bagaimana mengurangi polusi atau menggunakan sumber energi terbarukan. Kampanye tersebut cenderung mengabaikan dimensi sosial, psikologis, dan spiritual dalam memahami ekologi.

     Oleh karena itu, meskipun kampanye ekologi telah dilakukan selama beberapa dekade ini, tetapi masih banyak isu-isu lingkungan yang belum terselesaikan. Goleman berpendapat bahwa pendekatan ekologi yang lebih holistik dan multidimensional dapat membantu mengatasi isu-isu tersebut secara lebih efektif dan berkelanjutan.

     Pemikiran Goleman dalam kecerdasan ekologi dapat membantu mengendalikan atau mengurangi perubahan lingkungan. Perubahan lingkungan yang terjadi di seluruh dunia saat ini memang menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup manusia dan keberlangsungan ekosistem. Hal ini disebabkan oleh aktivitas manusia yang tidak terkendali dalam memanfaatkan sumber daya alam secara berlebihan dan tidak berkelanjutan. Berdasarkan pemikiran Goleman, kecerdasan ekologi merupakan kemampuan untuk memahami kompleksitas hubungan antara manusia dan lingkungan, serta mampu melakukan tindakan yang berkelanjutan dalam mengelola sumber daya alam.

      Apakah sikap dan perilaku itu sudah cukup untuk mencegah kepunahan massal keenam? Masih sulit untuk dipastikan karena faktor-faktor lain seperti perubahan iklim, kebakaran hutan, perusakan habitat satwa liar, dan lain sebagainya yang juga berperan dalam menimbulkan kepunahan massal. Pandangan Goleman dapat saja menjadi salah satu cara untuk memperbaiki kesadaran manusia terhadap lingkungan dan mengubah perilaku konsumtif menjadi lebih berkelanjutan.

      Secara keseluruhan, meski pemikiran Goleman dalam kecerdasan ekologi dapat membantu mengurangi dampak negatif aktivitas manusia terhadap lingkungan, namun masih diperlukan dukungan dan tindakan bersama dari semua pihak untuk mengatasi masalah kepunahan massal dan memperbaiki kondisi lingkungan global.

korpala unhas

     Kemarin siang, kabar duka meninggalnya Buya Ahmad Syafi'i Ma'arif  mengguncang begitu banyak orang, termasuk saya. Namun setelah itu, saya malah teringat kepadamu sahabat, tentang pertemuan terakhir kita, tentang diskusi sepanjang perjalanan pulang dari Pangkep waktu itu, sebelum engkau direnggut pandemi covid-19 di September 2021.

     Sebenarnya kita jarang ngobrol. Kamu pendiam, lebih banyak mendengar ketimbang bersuara, apalagi untuk hal-hal bernada gosip tidak bermanfaat. Tetapi hari itu, banyak kata yang yang kita tuturkan. Banyak kalimat, banyak pemikiran dan analisa yang saling berbalas diantara kita. Hingga salah satunya yang sangat menarik perhatianmu ketika saya mengemukakan salah satu orasi ilmiah yang telah diterbitkan dalam bentuk paper. Orasi ilmiah yang diselenggarakan setiap tahun di Universitas Paramadina, salah satunya adalah orasi yang disampaikan oleh Buya Ahmad Syafi'i Ma'arif itu.

     Diskusi kita tentang Buya dalam papernya yang berjudul "Politik Identitas" membahas tentang ketegangan antara politik identitas dengan politik kebangsaan dalam konteks Indonesia. Buya menyoroti bahwa politik identitas, yang didasarkan pada faktor-faktor seperti agama, etnisitas, dan kebudayaan, dapat mengganggu stabilitas kebangsaan dan mengancam persatuan Indonesia.

     Pokok-pokok pikiran Buya Ahmad Suafi'i Maarif bahwa 'Politik Identitas' dapat memicu konflik antar kelompok di Indonesia. Jika politik identitas telah menggantikan politik kebangsaan sebagai fokus utama, maka hal ini dapat mengarah pada polarisasi masyarakat dan memperkuat perpecahan di antara kelompok-kelompok yang berbeda.
     Politik identitas harus diakui sebagai kebutuhan dasar kemanusiaan, namun harus dibatasi agar tidak melanggar hak-hak yang sama bagi semua orang. Kebangsaan harus tetap menjadi tujuan utama dan prinsip-prinsip demokrasi harus dipertahankan dalam setiap konteks politik identitas.
     Masyarakat Indonesia harus membangun semangat solidaritas dalam menanggapi politik identitas. Kita harus memiliki kesadaran dan rasa tanggung jawab bersama untuk memerangi setiap upaya yang dapat membahayakan persatuan dan keutuhan bangsa.
     Politik identitas dapat diatasi dengan mengembangkan pemahaman yang lebih baik mengenai prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia, dan mengurangi ketidaksetaraan ekonomi dan sosial yang dapat mendorong munculnya perasaan ketidakadilan di antara masyarakat.

     Dengan kata lain, Ahmad Suafi'i Maarif menunjukkan perlunya menjaga keseimbangan antara politik identitas dan kebangsaan di Indonesia, sehingga kedua hal tersebut dapat berdampingan secara harmonis demi mewujudkan persatuan dan kerukunan di antara seluruh komponen masyarakat Indonesia.

     Setelah pemaparan singkat saya, kita tenggelam dalam pikiran masing-masing. Beberapa saat lamanya, kamu bergumam pelan, bahwa mau membaca paper Buya itu secara lengkap. Setelahnya, baru melanjutkan diskusi tentang paper tersebut denganku. Saya tentu menyambut dengan sangat antusias. Engkau sebagai akademisi, tentu perlu menemukan sumber primer dari bahan diskusi yang akan menolong menghindarkan kita dari kekeliruan persepsi bahkan dari bias pemahaman.

     Karenanya saya menyarankan satu buku lagi berjudul 'Hate Spin', yang merupakan thesis doktoral dari Cherian George, seorang dosen Komunikasi di Singapura yang sekarang pindah ke Universitas Hong Kong. Kamu menoleh, menanyakan "apakah ada hubungannya dengan bukunya Buya?"

     "Ya, tentu saja" jawabku segera, Ada korelasi antara pandangan Buya dengan isi buku Cherian George itu. Dengan mengambil sampel penelitian di tiga negara: India, Amerika dan Indonesia, buku 'Hate Spin' membahas tentang bagaimana media massa dan politikus menggunakan isu-isu yang sensitif untuk menciptakan polarisasi dan kebencian antar kelompok masyarakat. Korelasi pandangan Buya diatas yang menganggap penting untuk menghargai perbedaan dan menghindari penyebaran kebencian, dapat bersesuaian dengan pesan yang disampaikan dalam bukunya Cherian George itu. Pembaca didorong untuk lebih kritis terhadap pesan-pesan yang disampaikan oleh media massa dan politikus, dan membuka mata akan dampak negatif yang bisa terjadi jika kita mudah terpancing emosi dan terbawa arus polarisasi dan kebencian yang tercipta.

      Dengan demikian, pandangan Buya sejalan dengan pesan utama buku "Hate Spin" yang menekankan pentingnya menghadapi masalah dan perbedaan dengan kepala dingin, dan bukan dengan memberikan respon yang emosional dan terbawa arus. Melalui pendekatan yang lebih kritis dan objektif, kita dapat menghindari jebakan polarisasi dan kebencian, dan membuka ruang untuk dialog untuk mwmperoleh pemahaman yang lebih baik di antara kelompok masyarakat yang berbeda-beda. 

     Sayang sekali sahabat, Engkau pergi begitu cepat, meninggalkan diskusi kita yang belum tuntas.

     Beristirahatlah dengan tenang disana sahabatku,  Dr. Fadliah Nasaruddin, SE.,Msi.,Ak.,CA. Sebelum saya menyusul kesana, kamu bisa diskusi langsung dengan Buya, yang papernya belum tuntas kita diskusikan itu. Dengan tulus saya doakan semoga berkah dan pertolonganNya selalu dilimpahkan untukmu. Al Fatihah.

Dr. Fadliah Nasaruddin, SE.,Msi.,Ak.,CA.

     Fenomena dan noumena adalah dua konsep yang dikemukakan oleh filsuf Immanuel Kant dalam karyanya yang berjudul "Kritik der reinen Vernunft" atau "Kritik atas Akal Murni". Dalam pemikirannya, Kant mengajukan perbedaan antara dunia fenomenal (phenomenal world) dan dunia noumenal (noumenal world). Berikut adalah penjelasan secara lengkap dan detail tentang fenomena dan noumena:

Fenomena: 

     Fenomena merujuk pada dunia yang kita alami melalui panca indera dan persepsi kita. Menurut Kant, fenomena merupakan cara di mana kita mengorganisir dan memahami dunia berdasarkan kapasitas akal dan persepsi kita. Fenomena adalah pengalaman yang dapat dijangkau oleh manusia melalui indera dan proses kognitif. Dalam konteks ini, dunia fenomenal adalah dunia yang terbatas pada pemahaman manusia dan terbentuk oleh struktur pengetahuan dan kategori pemikiran kita.

     Kant berpendapat bahwa sifat objek dalam dunia fenomenal tidak sepenuhnya ada di luar subjek. Kita menggabungkan unsur-unsur pengalaman dan penyusunan akal untuk menciptakan pemahaman kita tentang dunia. Dalam hal ini, fenomena adalah "bentuk" yang diberikan oleh struktur pengetahuan kita, sehingga kita dapat memahami dan berinteraksi dengan dunia secara terorganisir.


Noumena: 

     Noumena adalah konsep yang berkaitan dengan hal-hal yang berada di luar kemampuan persepsi dan akal kita. Kant berpendapat bahwa ada realitas yang eksis di luar pemahaman kita sebagai subjek yang terbatas. Noumena merujuk pada dunia yang objektif dan independen dari pemikiran dan persepsi manusia. Namun, manusia tidak memiliki kemampuan untuk mengetahui noumena secara langsung.

     Kant berpendapat bahwa meskipun noumena mungkin ada, kita tidak dapat mengetahuinya dengan cara yang sama seperti kita mengenali fenomena. Keterbatasan pengetahuan dan pemahaman kita membatasi akses kita terhadap noumena. Kita hanya dapat mengetahui fenomena yang terbentuk melalui interaksi antara objek dan kapasitas pemikiran kita.

     Dalam konteks noumena, tidak ada pengetahuan definitif tentang realitas yang ada di luar pengalaman kita. Kita hanya dapat memahami objek melalui cara di mana objek tersebut muncul dalam pengalaman kita (fenomena). Bagi Kant, fenomena dan noumena bukanlah dua entitas yang terpisah secara mutlak, melainkan perbedaan dalam cara kita mengakses dan memahami dunia. Kita hanya memiliki akses ke dunia fenomenal, yang terbentuk oleh interaksi antara objek dan kapasitas pemikiran kita. Noumena, di sisi lain, merupakan realitas yang objektif tetapi di luar jangkauan pemahaman kita.

     Kant menjadi tokoh sentral dalam memperkenalkan dan membahas konsep fenomena dan noumena secara eksplisit. Konsep ini merupakan kontribusinya yang signifikan dalam epistemologi dan metafisika. Namun, ada beberapa filsuf lain yang juga mengajukan pemikiran terkait perbedaan antara dunia fenomenal dan noumenal, meskipun mungkin tidak secara eksplisit menggunakan istilah yang sama. 

Hero Fitrianto

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.