Konsep kecerdasan ekologi yang dikemukakan oleh Daniel Goleman, seorang penulis dan psikolog di dalam bukunya"Ecological Intelligence" yang diterbitkan pada tahun 2009. Beberapa pokok pikiran yang terkandung dalam konsep kecerdasan ekologi dapat diringkas menjadi seperti berikut:

1. Kecerdasan ekologi adalah kemampuan untuk memahami dan bertindak dengan bijaksana terhadap dampak manusia terhadap lingkungan dan ekosistem.

2. Kecerdasan ekologi mencakup empat aspek, yaitu data, konteks, sistem, dan tindakan. Data mencakup informasi tentang lingkungan dan pengetahuan tentang dampak manusia pada lingkungan. Konteks mencakup pemahaman tentang bagaimana kebiasaan dan tindakan kita berdampak pada lingkungan dan ekosistem. Sistem mencakup analisis dan pemahaman tentang kompleksitas interaksi dalam lingkungan dan ekosistem. Tindakan mencakup tindakan nyata dan praktis untuk mengurangi dampak negatif manusia pada lingkungan.

3. Kecerdasan ekologi didasarkan pada pengambilan keputusan yang bijaksana dan berkelanjutan dalam menggunakan sumber daya alam. Hal ini melibatkan pemahaman tentang siklus hidup produk dan sumber daya, serta cara mengurangi limbah dan pemakaian energi yang berlebihan.

4. Kecerdasan ekologi dapat membantu individu, perusahaan, dan masyarakat untuk menciptakan produk dan layanan yang lebih ramah lingkungan, mempertimbangkan dampak lingkungan dalam pengambilan keputusan, dan bekerja menuju tujuan pengurangan emisi gas rumah kaca dan penggunaan sumber daya yang lebih berkelanjutan.

     Beberapa langkah yang disarankan Goleman dalam rangka meningkatkan kecerdasan ekologi seperti mengurangi pemakaian energi fosil, mengembangkan produk yang lebih ramah lingkungan, menggunakan transportasi publik, dan memilih sumber daya yang lebih berkelanjutan.

     Goleman memiliki perbedaan pendekatan dalam memahami ekologi dengan kampanye ekologi yang telah dilakukan selama beberapa dekade ini. Goleman mengusulkan pendekatan ekologi yang lebih holistik dan multidimensional, yang melibatkan tidak hanya aspek lingkungan fisik, tetapi juga dimensi sosial, psikologis, dan spiritual. Goleman menekankan pentingnya memahami keterkaitan antara manusia, alam, dan makhluk hidup lainnya.

     Sementara itu, kampanye ekologi yang telah dilakukan selama beberapa dekade ini cenderung mengedepankan aspek fisik dan teknis, seperti bagaimana mengurangi polusi atau menggunakan sumber energi terbarukan. Kampanye tersebut cenderung mengabaikan dimensi sosial, psikologis, dan spiritual dalam memahami ekologi.

     Oleh karena itu, meskipun kampanye ekologi telah dilakukan selama beberapa dekade ini, tetapi masih banyak isu-isu lingkungan yang belum terselesaikan. Goleman berpendapat bahwa pendekatan ekologi yang lebih holistik dan multidimensional dapat membantu mengatasi isu-isu tersebut secara lebih efektif dan berkelanjutan.

     Pemikiran Goleman dalam kecerdasan ekologi dapat membantu mengendalikan atau mengurangi perubahan lingkungan. Perubahan lingkungan yang terjadi di seluruh dunia saat ini memang menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup manusia dan keberlangsungan ekosistem. Hal ini disebabkan oleh aktivitas manusia yang tidak terkendali dalam memanfaatkan sumber daya alam secara berlebihan dan tidak berkelanjutan. Berdasarkan pemikiran Goleman, kecerdasan ekologi merupakan kemampuan untuk memahami kompleksitas hubungan antara manusia dan lingkungan, serta mampu melakukan tindakan yang berkelanjutan dalam mengelola sumber daya alam.

      Apakah sikap dan perilaku itu sudah cukup untuk mencegah kepunahan massal keenam? Masih sulit untuk dipastikan karena faktor-faktor lain seperti perubahan iklim, kebakaran hutan, perusakan habitat satwa liar, dan lain sebagainya yang juga berperan dalam menimbulkan kepunahan massal. Pandangan Goleman dapat saja menjadi salah satu cara untuk memperbaiki kesadaran manusia terhadap lingkungan dan mengubah perilaku konsumtif menjadi lebih berkelanjutan.

      Secara keseluruhan, meski pemikiran Goleman dalam kecerdasan ekologi dapat membantu mengurangi dampak negatif aktivitas manusia terhadap lingkungan, namun masih diperlukan dukungan dan tindakan bersama dari semua pihak untuk mengatasi masalah kepunahan massal dan memperbaiki kondisi lingkungan global.

korpala unhas

     Kemarin siang, kabar duka meninggalnya Buya Ahmad Syafi'i Ma'arif  mengguncang begitu banyak orang, termasuk saya. Namun setelah itu, saya malah teringat kepadamu sahabat, tentang pertemuan terakhir kita, tentang diskusi sepanjang perjalanan pulang dari Pangkep waktu itu, sebelum engkau direnggut pandemi covid-19 di September 2021.

     Sebenarnya kita jarang ngobrol. Kamu pendiam, lebih banyak mendengar ketimbang bersuara, apalagi untuk hal-hal bernada gosip tidak bermanfaat. Tetapi hari itu, banyak kata yang yang kita tuturkan. Banyak kalimat, banyak pemikiran dan analisa yang saling berbalas diantara kita. Hingga salah satunya yang sangat menarik perhatianmu ketika saya mengemukakan salah satu orasi ilmiah yang telah diterbitkan dalam bentuk paper. Orasi ilmiah yang diselenggarakan setiap tahun di Universitas Paramadina, salah satunya adalah orasi yang disampaikan oleh Buya Ahmad Syafi'i Ma'arif itu.

     Diskusi kita tentang Buya dalam papernya yang berjudul "Politik Identitas" membahas tentang ketegangan antara politik identitas dengan politik kebangsaan dalam konteks Indonesia. Buya menyoroti bahwa politik identitas, yang didasarkan pada faktor-faktor seperti agama, etnisitas, dan kebudayaan, dapat mengganggu stabilitas kebangsaan dan mengancam persatuan Indonesia.

     Pokok-pokok pikiran Buya Ahmad Suafi'i Maarif bahwa 'Politik Identitas' dapat memicu konflik antar kelompok di Indonesia. Jika politik identitas telah menggantikan politik kebangsaan sebagai fokus utama, maka hal ini dapat mengarah pada polarisasi masyarakat dan memperkuat perpecahan di antara kelompok-kelompok yang berbeda.
     Politik identitas harus diakui sebagai kebutuhan dasar kemanusiaan, namun harus dibatasi agar tidak melanggar hak-hak yang sama bagi semua orang. Kebangsaan harus tetap menjadi tujuan utama dan prinsip-prinsip demokrasi harus dipertahankan dalam setiap konteks politik identitas.
     Masyarakat Indonesia harus membangun semangat solidaritas dalam menanggapi politik identitas. Kita harus memiliki kesadaran dan rasa tanggung jawab bersama untuk memerangi setiap upaya yang dapat membahayakan persatuan dan keutuhan bangsa.
     Politik identitas dapat diatasi dengan mengembangkan pemahaman yang lebih baik mengenai prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia, dan mengurangi ketidaksetaraan ekonomi dan sosial yang dapat mendorong munculnya perasaan ketidakadilan di antara masyarakat.

     Dengan kata lain, Ahmad Suafi'i Maarif menunjukkan perlunya menjaga keseimbangan antara politik identitas dan kebangsaan di Indonesia, sehingga kedua hal tersebut dapat berdampingan secara harmonis demi mewujudkan persatuan dan kerukunan di antara seluruh komponen masyarakat Indonesia.

     Setelah pemaparan singkat saya, kita tenggelam dalam pikiran masing-masing. Beberapa saat lamanya, kamu bergumam pelan, bahwa mau membaca paper Buya itu secara lengkap. Setelahnya, baru melanjutkan diskusi tentang paper tersebut denganku. Saya tentu menyambut dengan sangat antusias. Engkau sebagai akademisi, tentu perlu menemukan sumber primer dari bahan diskusi yang akan menolong menghindarkan kita dari kekeliruan persepsi bahkan dari bias pemahaman.

     Karenanya saya menyarankan satu buku lagi berjudul 'Hate Spin', yang merupakan thesis doktoral dari Cherian George, seorang dosen Komunikasi di Singapura yang sekarang pindah ke Universitas Hong Kong. Kamu menoleh, menanyakan "apakah ada hubungannya dengan bukunya Buya?"

     "Ya, tentu saja" jawabku segera, Ada korelasi antara pandangan Buya dengan isi buku Cherian George itu. Dengan mengambil sampel penelitian di tiga negara: India, Amerika dan Indonesia, buku 'Hate Spin' membahas tentang bagaimana media massa dan politikus menggunakan isu-isu yang sensitif untuk menciptakan polarisasi dan kebencian antar kelompok masyarakat. Korelasi pandangan Buya diatas yang menganggap penting untuk menghargai perbedaan dan menghindari penyebaran kebencian, dapat bersesuaian dengan pesan yang disampaikan dalam bukunya Cherian George itu. Pembaca didorong untuk lebih kritis terhadap pesan-pesan yang disampaikan oleh media massa dan politikus, dan membuka mata akan dampak negatif yang bisa terjadi jika kita mudah terpancing emosi dan terbawa arus polarisasi dan kebencian yang tercipta.

      Dengan demikian, pandangan Buya sejalan dengan pesan utama buku "Hate Spin" yang menekankan pentingnya menghadapi masalah dan perbedaan dengan kepala dingin, dan bukan dengan memberikan respon yang emosional dan terbawa arus. Melalui pendekatan yang lebih kritis dan objektif, kita dapat menghindari jebakan polarisasi dan kebencian, dan membuka ruang untuk dialog untuk mwmperoleh pemahaman yang lebih baik di antara kelompok masyarakat yang berbeda-beda. 

     Sayang sekali sahabat, Engkau pergi begitu cepat, meninggalkan diskusi kita yang belum tuntas.

     Beristirahatlah dengan tenang disana sahabatku,  Dr. Fadliah Nasaruddin, SE.,Msi.,Ak.,CA. Sebelum saya menyusul kesana, kamu bisa diskusi langsung dengan Buya, yang papernya belum tuntas kita diskusikan itu. Dengan tulus saya doakan semoga berkah dan pertolonganNya selalu dilimpahkan untukmu. Al Fatihah.

Dr. Fadliah Nasaruddin, SE.,Msi.,Ak.,CA.

     Fenomena dan noumena adalah dua konsep yang dikemukakan oleh filsuf Immanuel Kant dalam karyanya yang berjudul "Kritik der reinen Vernunft" atau "Kritik atas Akal Murni". Dalam pemikirannya, Kant mengajukan perbedaan antara dunia fenomenal (phenomenal world) dan dunia noumenal (noumenal world). Berikut adalah penjelasan secara lengkap dan detail tentang fenomena dan noumena:

Fenomena: 

     Fenomena merujuk pada dunia yang kita alami melalui panca indera dan persepsi kita. Menurut Kant, fenomena merupakan cara di mana kita mengorganisir dan memahami dunia berdasarkan kapasitas akal dan persepsi kita. Fenomena adalah pengalaman yang dapat dijangkau oleh manusia melalui indera dan proses kognitif. Dalam konteks ini, dunia fenomenal adalah dunia yang terbatas pada pemahaman manusia dan terbentuk oleh struktur pengetahuan dan kategori pemikiran kita.

     Kant berpendapat bahwa sifat objek dalam dunia fenomenal tidak sepenuhnya ada di luar subjek. Kita menggabungkan unsur-unsur pengalaman dan penyusunan akal untuk menciptakan pemahaman kita tentang dunia. Dalam hal ini, fenomena adalah "bentuk" yang diberikan oleh struktur pengetahuan kita, sehingga kita dapat memahami dan berinteraksi dengan dunia secara terorganisir.


Noumena: 

     Noumena adalah konsep yang berkaitan dengan hal-hal yang berada di luar kemampuan persepsi dan akal kita. Kant berpendapat bahwa ada realitas yang eksis di luar pemahaman kita sebagai subjek yang terbatas. Noumena merujuk pada dunia yang objektif dan independen dari pemikiran dan persepsi manusia. Namun, manusia tidak memiliki kemampuan untuk mengetahui noumena secara langsung.

     Kant berpendapat bahwa meskipun noumena mungkin ada, kita tidak dapat mengetahuinya dengan cara yang sama seperti kita mengenali fenomena. Keterbatasan pengetahuan dan pemahaman kita membatasi akses kita terhadap noumena. Kita hanya dapat mengetahui fenomena yang terbentuk melalui interaksi antara objek dan kapasitas pemikiran kita.

     Dalam konteks noumena, tidak ada pengetahuan definitif tentang realitas yang ada di luar pengalaman kita. Kita hanya dapat memahami objek melalui cara di mana objek tersebut muncul dalam pengalaman kita (fenomena). Bagi Kant, fenomena dan noumena bukanlah dua entitas yang terpisah secara mutlak, melainkan perbedaan dalam cara kita mengakses dan memahami dunia. Kita hanya memiliki akses ke dunia fenomenal, yang terbentuk oleh interaksi antara objek dan kapasitas pemikiran kita. Noumena, di sisi lain, merupakan realitas yang objektif tetapi di luar jangkauan pemahaman kita.

     Kant menjadi tokoh sentral dalam memperkenalkan dan membahas konsep fenomena dan noumena secara eksplisit. Konsep ini merupakan kontribusinya yang signifikan dalam epistemologi dan metafisika. Namun, ada beberapa filsuf lain yang juga mengajukan pemikiran terkait perbedaan antara dunia fenomenal dan noumenal, meskipun mungkin tidak secara eksplisit menggunakan istilah yang sama. 

Hero Fitrianto

     Menjelang 2016 berakhir, saya tiba-tiba dihubungi oleh Ucup, tentang rencana reuni dengan teman-teman semasa sekolah dasar dulu. Sekolah Dasar Negeri Pembangunan I Bawakaraeng dimana Ucup dan saya bersekolah dulu. Sekolah yang masih berdiri tegak hingga saat ini, terletak di jalan G.Bawakaraeng Makassar tepat di hadapan Jalan Terong.
     Niat untuk ngumpul dengan teman-teman semasa SD itu sebenarnya telah lama disampaikan Ucup. Kira-kira sekitar 2012 lalu. Beberapa nama sering disebut-sebutnya, namun di memori saya yang sudah agak rapuh, tidak banyak nama yang mampu muncul dengan segar. Ucup sendiri tidak terlalu detail mendeskripsikan bila ada satu nama yang disebutkannya. Ditambah lagi, aktifitas Ucup yang berpindah dari satu propinsi ke propinsi lain, membuat frekwensi kami bertemu menjadi tidak intensif.
berdiri: Munandar, Muksin, saya, Ucup, Astuti, Khairil dan Muzakkir
duduk: Rosnawati, Rahmawati, Irma, Nuraeni, Marwani, Salma, Vertrani, Maipa dan Fadliah
 
     Sehingga informasi tentang akan segera ngumpulnya kami, yang saya ketahui seminggu sebelumnya, alumni 1977 dari SD Bawakaraeng, menjadi sesuatu yang begitu menggairahkan. Harap-harap cemas tentu saja, jangan sampai tidak mampu segera mengenali teman yang akan ditemui nanti.
     Syukur sekali, di tengah puncak musim penghujan, 12 Desember 2016 kami 16 orang berkumpul di restoran Pualam Makassar. Seperti yang saya kuatirkan sebelumnya, beberapa nama yang sebeanarnya dulu begitu akrab, ketika kami masih sama-sama bocah, sama sekali hilang tertimbun di kedalaman memori saya. Mau bagaimana lagi, saya tidak seberuntung teman-teman lain, yang masih mampu mengingat hampir setiap teman yang ada.
     Sebagai rasa terimakasih, dan rasa-rasa lain yang saling campur aduk di reuni itu, berikut saya dedikasikan sebuah rangkaian gambar sederhana untuk kalian saudara-saudaraku. Banyak kegiatan, kesibukan dan keterbatasan lain yang mungkin saja menghambat kita untuk sering bertemu dan bertemu lagi di masa-masa akan datang. Dan rangkaian gambar-gambar ini semoga bisa menjembatani rasa rindu diantara kita, yang mungkin saja tiba-tiba menyeruak ketika kita berada jauh di rentang jarak dan waktu..
     Very big thanks to all You Guys and Sista.. untuk semua keramahan, keakraban dan kehangatan silaturahmi di saat itu. Saling sabar dalam membantu merajut keping-keping memori yang berserakan entah kemana, diselingi canda segar sedikit usil dan nakal, sungguh merupakan pengalaman yang sangat luar biasa. Sekali lagi terimakasih untuk semuanya, semoga limpahan kesehatan, berkah dan keselamatan selalu menyertaikan kalian.

Updating Extra Notes, April 2017:
     Setelah pertemuan Desember 2016 tersebut, maka pertemuan-pertemuan berikutnya terjadi lagi, antara lain di bulan Februari 2017 yang lalu di Cafe Gigi Jalan Pengayoman Makassar. Berikut rangkaian gambarnya saya buat menjadi video, bisa dilihat di link berikut.
     Beberapa teman yang tidak hadir di Desember 2016, berjumpa di Cafe Gigi tersebut. Mereka antara lain adalah Martini, Ratna Boti, Erna, Maryam, Rohani, Putra, Abdi Rahmat, Makmur, Halwiyah dan Iswati.
belakang: Astuti, Maipa, Rosnawati, Rahmawati, Iswati, Isma, Vetrani, Maryam.
tengah: Ratna, Salmah, Martini, Erna, Marwani, Rohani, Halwiyah
depan: saya, Makmur, Munandar, Abdi dan Putra

     Selanjut di akhir Februari di Clarion Makassar, bertemu lagi, dengan dua wajah baru yaitu Juanda dan Baharuddin. Video berupa rangkaian gambar-gambar ketika bertemu tersebut bisa dilihat di link berikut.
berdiri: Marwani, Maipa, Salmah, Vetrani, Rahwa, Fadliah
depan: Munandar, Baharuddin, Mukhsin, Abdi Rahmat, Juanda, Hero Fitrianto
Afif, Ratna, Vetrani, Maipa, Salmah Hasan, Salmah Syamsuddin, Munandar.
Berkunjung ke kediaman Salmah Hasan bersana new comer dr.Afif.

     Yang paling menarik untukku dalam aktifitas street photography, adalah rasa was-was kalau saja objek yang menjadi fokus saya sampai bereaksi menolak apalagi kalau minta hapus hasil jepretan saya. Begitu juga di Jumat pagi itu, melangkah perlahan di keramaian pasar dusun Kalimporo' saya berkeliling mengamati spot yang sekiranya sesuai dengan ruang imaji di kapala, sambil terus mencoba menguatkan rasa percaya diri untuk mulai mengambil gambar.
      Setelah berasa cukup familiar dengan suasana sekitar, dan orang-orang sudah mulai terbiasa melihat saya lalu lalang, maka saya mulai membidik. Satu demi satu objek saya abadikan, sambil menebar senyum seramah mungkin bisa ada yang tiba-tiba menatap tajam ke benda di genggaman, lalu beralih menatap ke wajah saya. Hampir tidak ada hambatan sama sekali, mungkin karena jauh sebelum saya, sudah banyak yang silih berganti mengabadikan aktifitas mereka.
      Kalimporo adalah dusun yang terletak di Desa Tambangan Kecamatann Kajang Kabupaten Bulukumba. Wilayah yang beraneka warna oleh campur aduk budaya Kajang Dalam dan masyarakat sekitarnya. Wilayah Kajang Dalam sendiri dipimpin oleh seorang Amma Toa, terletak di Dusun Benteng, berjarak sekitar lima kilometer dari Kalimporo. Warga Kajang Dalam pun dengan mudah dikenali, mereka menggunakan pakaian serba hitam.
      Lalu seperti budaya-budaya lain di seluruh dunia, pasar menjadi ajang interaksi melumernya tepi-tepi budaya yang semula tegas menjadi adaptif dan samar. Dan warna kehidupan pun berkembang menjadi sangat bervariasi. Nah, selanjutnya saya tidak berpanjang lebar lagi mengulas tentang Kajang dan sekitarnya, langsung saja kita nikmati beberapa gambar yang terekam di saat jumat pagi Agustus 2016 hari pasar di Kalimporo.
      Berikut beberapa moment yang melintas di sensor kamera saya :
tembakau merupakan komoditi yang banyak diperjual belikan di pasar ini. Duduk berkeliling sambil mencicipinya sebelum bertransaksi menjadi ritual tersendiri.
beberapa perempuan berkeliling berbelanja dengan hanya mengenakan sarung, tanpa baju. Ini adalah simbol kalau mereka sedang dalam suasana berkabung. Salah satu anggota keluarga telah meninggal dunia, dan hingga 40 hari setelahnya mereka tidak memakai baju.
atas: penjual camilan cepat saji. Gorengan, panggangan, fresh langsung dari atas kompor.
bawah: membawa belanjaan untuk pulang
 atas : masih berkeliling atau beristirahat, di tengah hiruk pikuk transaksi
bawah : Penjual panganan kecil, tape singkong, apam, tenteng dan lain-lain.
atas : ikan ukuran besar, diiris tipis lalu diasapi.
bawah :  menyiapkan ikan segar yang dipotong melintang setebal 2-3 cm
perempuan Kajang pembuat sarung, mencelup material ke dalam pewarna tanpa mengenakan sarung tangan, sehingga pewarna tertinggal di tangan.
menunggu transaksi berikutnya

      Magrib sudah berlalu beberapa saat ketika melintasi jalan mendaki berkelok-kelok menuju Sinoa. Dalam bahasa Makassar Sinoa berarti tempat yang sunyi. Kendaraan roda empat itu merayap perlahan mengikuti setiap kelokan yang menanjak kadang teramat curam. Dan seperti biasa, setiap kelokan pastinya menyisakan jerih, di satu sisi adalah punggungan dan sisi lainnya adalah lembah curam.
      Jarak sekitar sepuluh kilometer dari arah pantai sebelum Pantai Marina, elevasi 700 meter Sinoa menjemput rombongan kecil kami. Udara sejuk segera menenangkan saraf setelah melintasi begitu banyak kelokan yang terasa wah, apalagi untuk yang baru pertama kali melaluinya. Beberapa ratus meter sebelum benar-benar sampai di Dusun Sinoa, kita disambut deretan tiga gasebo di sisi kiri jalan. Gasebo yang menghadap persis ke arah kota Bantaeng di bawah sana yang sedang menggeliat dengan pembangunan yang intensif.
     Tepat di hadapan jajaran gasebo-gasebo tersebut, ada cafe yang tentu saja menyajikan pelepas dahaga. Sajiannya sederhana, kental dengan bahan baku alami seperti ubi dan pisang, dan juga minuman berupa sarabba. Pas sekali menemani udara sejuk Sinoa sambil menikmati Kota Bantaeng dari ketinggian. Di malam hari, kelap-kelip lampu kota terlihat begitu indah. Ah, sayang sekali di trip ini saya melakukan kekhilafan yang sangat fatal, karena tripod untuk kamera tidak ikut terbawa. Keindahan malam di Sinoa tidak mampu untuk saya abadikan di kamera yang ada.
     Sinoa yang indah, sejuk dan sangat asri. Sebuah mesjid, terletak persis di sisi lapangan. Ada sekolah menengah, dan kantor desa, lapangan dikelilingi rumah-rumah penduduk yang terhubung oleh jalanan mulus berlapis butas. Di sisi lain hamparan persawahan, perkebunan dan aneka hasil bumi lainnya. Di wilayah sebelah Sinoa adalah Desa Ulu Ere, yang berarti mata air. Dan Sinoa menikmati kucuran air yang melimpah, melalui instalasi pipa-pipa hingga kesetiap dapur rumah tangga.
     Menyempatkan melihat sentra perkebunan strawberry dan apel yang terletak di desa sebelah, dijangkau dari Sinoa sekitar setengah jam. Area perkebunan yang terletak diketinggian sekitar 1500 meter itu menyajikan pemandangan yang begitu indah di pagi yang cerah. Langit yang membiru dihiasi awan yang kadang berbaris indah, menjadi konsumsi tak terelakkan untuk kamera yang saya genggam. Landscape yang begitu indah benar-benar sangat memanjakan mata.
     Akhirnya, terimakasih yang tak terhingga untuk Bapak Nurdin, host kami selama di Sinoa, yang telah mengantar mengitari wilayah-wilayah perkebunan dan sekitar Sinoa. Dan tentu saja tidak lupa hormat dan salut untuk semua keramahan khas Makassar yang begitu membanggakan. Berharap suatu hari nanti, ada kesempatan yang lebih longgar sehingga bisa menelisik Sinoa dengan lebih detail dan mengabadikan semua keindahan yang tidak sempat terekan di kesempatan kemarin itu. Sekali lagi, terimakasih Pak Nurdin.

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.