Articles by "Bisnis/Off Line"

Tampilkan postingan dengan label Bisnis/Off Line. Tampilkan semua postingan

     Anda memiliki hunian yang menganggur di lokasi strategis? Sayang sekali bila dibiarkan begitu saja. Sejatinya, Anda bisa memanfaatkan hunian tersebut untuk mendatangkan keuntungan. Bukan dijual atau dikontrakkan, melainkan disulap menjadi homestay.
     Homestay merupakan penginapan dengan fasilitas lengkap. Kadang-kadang sang pemilik rumah juga menempati hunian tersebut bersama para tamu.
     Hunian yang berlokasi tak jauh dari tempat wisata atau pusat kota sangat cocok dijadikan homestay. Salah satu kota yang memiliki layanan homestay cukup banyak adalah Yogyakarta. Sebagai kota dengan sajian pariwisata beragam, Yogyakarta menjadi salah satu daerah potensial untuk membuka usaha ini.
     "Homestay menjadi alternatif penginapan yang memberikan kenyamanan seperti di rumah sendiri. Homestay kian diminati orang yang datang ke Yogyakarta," begitu penuturan pemilik Athaya Homestay di Yogyakarta. Hasilnya, setiap bulan ia bisa mengantongi omzet antara Rp 15 juta hingga Rp 18 juta dengan keuntungan bersih mencapai 70 persen.
     Besarnya potensi usaha homestay ini juga dimanfaatkan oleh Simply Homy untuk menawarkan kerja sama dengan sistem waralaba sejak dua tahun lalu. Hingga saat ini ia memiliki 17 terwaralaba dengan 11 homestay yang beroperasi, dan enam sisanya masih dalam tahap renovasi. Keuntungan yang ditawarkannya mulai 38 persen hingga 50 persen, dengan asumsi balik modal kurang dari dua tahun. Untuk membuka usaha homestay, paling tidak Anda harus memiliki bangunan berupa rumah layak huni.
     Bermodal aset yang sudah ada itu, investasi tambahan Anda akan cukup ringan. Karena bangunan rumah sudah ada, maka Anda cuma perlu menyiapkan biaya untuk renovasi dan promosi. Namun, jika Anda ingin memulai usaha ini, ada baiknya mempertimbangkan sistem usaha yang akan digunakan, yakni memilih dengan sistem waralaba atau pengelolaan secara mandiri.

Sistem mandiri
     Dengan sistem ini, investasi yang Anda perlukan tidak terlalu besar.
     Anda hanya perlu melakukan renovasi untuk mempercantik bangunan dan ruangan, serta membeli kelengkapan ruangan. Untuk itu, modal yang dibutuhkan paling tidak Rp 20 juta. Perlengkapan yang harus Anda beli antara lain ranjang hingga lemari untuk kamar tidur. Selain itu, Anda juga wajib membeli pendingin ruangan.
     Namun, besaran investasi tersebut bisa ditekan bila perlengkapan yang Anda miliki sudah memenuhi kelayakan sebagai hunian yang disewakan. Anggaran promosi yang harus Anda sisihkan untuk menawarkan jasa penginapan ini juga terhitung murah, hanya Rp 3, 5 juta. Perinciannya, Rp 3 juta untuk memasang iklan di website jaringan pariwisata dan Rp 500.000 untuk pembuatan brosur.
     Beriklan di jaringan pariwisata ini penting karena calon tamu pasti mengakses situs-situs semacam ini untuk membandingkan harga dan layanan. Biaya Rp 3 juta tersebut berlaku selama tahun pertama, sementara untuk tahun selanjutnya cukup membayar Rp 2 juta. Dengan tingkat hunian 15 hari per bulan dan biaya sewa Rp 1 juta per hari, omzet yang Anda dapat sekitar Rp 15 juta per bulan.
     Adapun keuntungan yang Anda peroleh bisa mencapai 70%. Pengeluaran untuk usahanya ini sangatlah minim. Dengan tingkat hunian 15 hari per bulan, pengeluaran hanya Rp 4 juta. Pengeluaran tersebut mencakup gaji karyawan, biaya listrik, perawatan perlengkapan, belanja bahan makanan dan minuman, serta belanja perlengkapan mandi.

Sistem kerjasama
     Bila Anda ingin membuka usaha homestay dengan sistem waralaba, kita bisa menganalisa tawaran dari Simply Homy. Pertama, Anda harus memiliki rumah dengan fasilitas minimal tiga kamar tidur, kamar mandi, garasi, ruang keluarga, serta tentu saja dapur.
     Kedua, Anda harus memiliki modal tunai sekitar Rp 94 juta. Modal ini akan digunakan untuk membayar franchise fee selama lima tahun senilai Rp 60 juta, renovasi dan perlengkapan dengan kapasitas 3 kamar tidur sekitar Rp 30 juta, dan sisanya untuk mengurus biaya perizinan usaha. Adapun renovasi meliputi pengecatan ulang, perbaikan bangunan rusak, membeli perlengkapan tidur, pendingin ruangan, lemari, dan lain-lain. Aset perlengkapan tersebut nantinya menjadi milik mitra.
    Besarnya biaya renovasi sebenarnya beragam. Besaran tersebut tergantung kapasitas kamar dan perlengkapan yang dimiliki oleh mitra. Seandainya kamar lebih banyak dan perlengkapan belum sesuai standar kami, tentu biaya renovasi dan perlengkapannya lebih besar.

Jenis kerjasama
     Ada dua jenis kerja sama yang sebetulnya ditawarkan Simply Homy, yaitu self management dan full management. Dengan sistem full management, pengelolaan homestay dilakukan oleh tim manajemen Simply Homy. Mitra tinggal menerima keuntungan setiap bulan sebesar 38% dari omzet.
     Dengan sistem ini, mitra dikenai management fee 25%, royalty fee 8%, dan marketing fee 5%. Adapun biaya operasional memakan biaya 24% dari omzet. Biaya operasional tersebut meliputi biaya listrik dan air, karyawan, perawatan perlengkapan, belanja makanan dan minuman untuk tamu, serta belanja perlengkapan mandi.
     Namun, apabila mitra menginginkan keuntungan lebih besar, Anda bisa memilih konsep self management. Dengan konsep ini, pengelolaan homestay sepenuhnya diserahkan pada mitra dan Simply Homy hanya menyediakan pelatihan dan pemasaran. Keuntungan yang diperoleh sebesar 50% dari omzet. Keuntungan ini lebih besar dibandingkan konsep full management karena konsep self management bebas management fee.
     Selain itu, kewajiban terhadap pewaralaba setiap bulan hanya 8% untuk royalty fee dan 3% biaya pemasaran. Sisanya merupakan biaya operasional yang akan menjadi beban sang mitra.
     Tingkat hunian homestay dibawah managemen Simply Homy rata-rata 15 hari hingga 16 hari per bulan. Dengan biaya sewa Rp 800.000 hingga Rp 1,6 juta per hari, per bulan omzet yang dia dapat bisa mencapai Rp 15 juta–Rp 16 juta.

     Sekadar perbandingan, sewa kontrakan di Yogyakarta saat ini rata-rata hanya Rp 20 juta per tahun. Belum lagi dengan status sebagai homestay, bangunan secara otomatis akan lebih terawat ketimbang hanya dikontrakkan saja.
     Karenanya,daripada rumah Anda hanya dikontrakkan, maka keuntungan yang lebih besar bisa diperoleh bila disulap menjadi usaha homestay.

foto: batamtoday[dot]com
sumber : Kompas, data valid awal 2012.

     Meski bukan penganan jenis baru, keripik sukun memiliki banyak penggemar. Rasanya yang gurih dan renyah tak membosankan lidah. Pengusaha keripik sukun pun mampu mendulang omzet hingga jutaan rupiah. Mereka juga berinovasi mengembangkan produk baru.
     Kudapan kecil bernama keripik memang sudah sangat akrab di lidah masyarakat Indonesia. Maklum, camilan ini sangat cocok dinikmati di sela-sela waktu santai berteman kopi atau teh hangat.
Salah satu adalah keripik sukun. Lihat saja rezeki yang diperoleh Hasnah, produsen keripik sukun asal Manggar, Belitung. Perempuan ini telah mulai membuat keripik sukun sejak 1996.
     Ia memanfaatkan buah sukun karena, meski tak banyak, pasokannya relatif stabil. Hasnah membuat tiga jenis produk keripik, yakni keripik biasa, keripik lebar, dan stik. Jika keripik biasa dibuat dari buah sukun yang sudah tua, keripik lebar dibuat dari buah sukun muda.
Selain keripik, buah sukun yang sudah tua juga dibuat menjadi stik. "Bagian luarnya dibuat keripik, bagian dalam dibuat stik," jelas Hasnah.
     Kini, Hasnah mampu memproduksi hingga 500 bungkus keripik sukun per hari. Ia membubuhi kemasan keripik sukunnya itu dengan merek Nuansa Baru. Dengan harga jual Rp 15.000 hingga Rp 20.000 per bungkus, Hasnah bisa mendulang omzet hingga Rp 50 juta sebulan.
Hanya, ia masih membatasi pemasaran keripiknya di sekitar Belitung dan Bangka. Pasalnya, ia belum bisa mendapatkan pasokan buah sukun secara rutin. Pasokan sukun sangat tergantung musim. "Jika musim hujan, kami bisa mendapatkan buah sukun yang lebih banyak dan bagus," timpal Ronal Indrawan, putra Hasnah.
Jika persoalan itu bisa teratasi, Hasnah ingin menjual keripik sukun Nuansa Baru ini ke pasar yang lebih luas. Apalagi, keripik ini memiliki daya tahan hingga tiga bulan.
     Selain dari Belitung, banyak pula pengusaha keripik sukun asal Yogyakarta. Salah satunya Ronny Dahlan. Pemilik CV Gema Lestari ini mulai membuat keripik sukun sejak 2009.
Meski begitu, Ronni mengakui, berbagai olahan sukun ini merupakan makanan khas masyarakat Pulau Sumatra, khususnya dari Belitung. Ia mendapatkan ide membuat olahan sukun dari orang tuanya yang berasal dari Belitung.
Tak hanya keripik, Ronni juga mengolah sukun menjadi bolu. Bahkan, mulai tahun ini, ia menambah variasi produk berupa pizza sukun. "Saya terus berinovasi mengolah buah sukun, supaya konsumen tidak bosan," ujarnya.
     Memang, dari berbagai olahan itu, keripik sukun menuai penggemar paling banyak. "Keripik lebih disukai karena merupakan camilan ringan, berbeda dengan roti dan pizza yang terkesan sebagai makanan berat," ujar Ronni.
     Ia menjual keripik sukun ini dengan harga Rp 15.000 per bungkus. Dalam sebulan, dari penjualan keripik, Ronni mengaku mengantongi omzet hingga Rp 20 juta.
     Pria berusia 30 tahun ini optimistis, produk olahan sukun akan terus berkembang. Sebab, buah yang banyak mengandung karbohidrat ini kaya akan serat, sehingga baik untuk kesehatan.
Selain itu, sukun juga aman dikonsumsi oleh penderita diabetes. "Sukun memiliki indeks glikemik yang rendah," katanya.
     Ronni menjual produk olahan sukun ini di beberapa minimarket yang tersebar di Yogyakarta dan Semarang. Ia juga memasok keripik, roti dan pizza sukun ke kantin-kantin kampus. Ronni sengaja mengincar pasar mahasiswa karena biasanya kaum muda tertarik mencoba produk-produk baru.
(Hafid Fuad, Ragil Nugroho/Kontan)

      Seperti apakah pekerjaan yang 'keren' menurut Anda?
      Bekerja kantoran atau mendorong gerobak jualan mie? Saya yakin jawaban kebanyakan orang adalah karyawan kantor yang bekerja di gedung perkantoran, pakaian rapi, naik mobil, walaupun masih cicilan, tak jadi masalah. Yang penting terdengar dan terlihat keren! Rasanya pun tidak memalukan, ya kan? Tapi coba disuruh dorong gerobak bakso, panas-panas, atau bahkan mungkin juga kehujanan. Apakah Anda mau?
      Itulah yang dipilih teman saya, Deddy Rustandi. Setelah bertahun-tahuna bekerja di Bogasari, akhirnya dia memutuskan untuk berhenti dan jualan mie Sapi dengan gerobak. Mengapa mie sapi? Buat Deddy mie sapi terdengar unik, karena selama ini orang hanya mengenal mie ayam. Jadi dengan usahanya ini Deddy berharap, ada alternatif lain selain mie ayam.
       Memakai pakaian koki lengkap, Deddy keliling-keliling kompleks di Depok. Ini bukanlah suatu adegan dalam sebuah acara TV, seperti sangkaan ibu-ibu yang melihatnya, melainkan sebuah realita yang dilakukan Deddy pada awal karirnya sebagai pengusaha mie Sapi. Hari pertama mendorong gerobak, diakui Deddy adalah yang terberat. Bukan masalah fisik melainkan, mental. Istrinya sempat menangis melepasnya di pintu rumah.
      "Orang bilang selama ini kita harus kerja keras. Kerja keras itu apa? Saya dalam sehari menjual 200 mangkok selama beberapa jam itu penghasilannya jauh dari yang saya dapat selama bekerja kantoran. Jadi jangan sangka penjual mie itu pendapatannya kecil lho! Asalkan mereka mau me-manage dengan baik, hasil yang diperoleh jauh dari cukup. Asal servisnya bagus!" Dan itulah yang dimiliki Mie Sapi DR, merk dagang Deddy. Deddy ingin merubah image bahwa yang namanya makanan gerobak bisa juga premium.Hal itu dibuktikan Deddy melalui kualitas produk dan servis.
      Supaya kualitas produk terjaga dengan baik, Deddy membuat semuanya sendiri. Baik itu mie, pangsit dan bakso. Awalnya sih, Deddy ingin memesan mie ke orang, tapi tidak ada orang yang dapat memenuhi kriteria mie idamannya. Akhirnya Deddy memutuskan untuk buat sendiri. Setiap hari, Deddy menggenjot bambu untuk menguleni adonan mie. Setelah bersusah payah menggenjot selama sebulan, Deddy mendapatkan alat pencetak mie yang bisa mencetak mie berukuran kecil menyerupai bihun.
      Salah satu upaya servis prima yang dilakukan oleh Deddy adalah dengan menciptakan sebuah standard operating procedure (SOP) berupa tulisan pada gerobaknya yaitu "TEGURLAH PENJUAL KAMI APABILA TIDAK MEMAKAI SARUNG TANGAN & CELEMEK". Kalau ada yang melanggar, pembeli mendapatkan mie gratis. Tujuan ini adalah untuk menunjukkan, bahwa makanan gerobakpun bisa bersih.
       Untuk menjamin kebersihan Mie Sapi DR juga menggunakan mangkok sekali pakai dan mangkok yang dapat dimakan. "Mana mungkin bisa higienis, kalau hanya satu ember berisi air untuk mencuci sekian puluh mangkok?" tukas Dedi.
      Dedi memulai usahanya pada awal Januari 2006 dan sekarang Deddy, sudah tidak lagi mendorong-dorong gerobak. Untuk mitra bisnis yang tidak memiliki modal, Deddy menerapkan sistem cicilan. "Dari setiap keuntungan Rp. 2.000/mangkok yang diperoleh, Rp.1.000 untuk mencicil gerobak Rp. 1.000,- lagi untuk mereka. Kalau lancar, dalam sebulan cicilan gerobak bisa lunas". Buat mereka yg tidak mau mendorong gerobakpun tetap dapat gerobak yang bisa ditempatkan di depan warung misalnya. Sistem ini berlaku bagi siapa saja dan tidak ada pembayaran royalti untuk franchisenya ini. Saat ini Deddy sudah memiliki 4 outlet di Jakarta dan puluhan gerobak yang tersebar di kawasan Depok dan BSD. Palembang dan Batam adalah target berikutnya. Nah, tertarik ikutan bisnis mendorong gerobak?


tulisan dari
http://temanmakan.multiply.com/tag/deddy%20rustandi 
29 Juli 2008

     Berbisnis makanan adalah salah satu cara cepat meraih keuntungan berlipat. Salah satu jenis yang layak Anda coba adalah berbisnis camilan alias snack. Bentuk camilan yang bisa dijual sangat beragam. Intinya, "Yang dinamakan snack adalah makanan di luar makanan utama," ujar Pietra Sarosa, konsultan keuangan dari Sarosa Consulting Group.
     Mengapa bisnis makanan ringan bisa menguntungkan? Berikut beberapa alasannya.
Pangsa pasar sangat besar.
     Saat ini terdapat banyak produsen snack dan jumlahnya bertambah terus. Kunci kesuksesan bisnis ini adalah jumlah konsumen yang sangat besar. "Jumlah penduduk di Indonesia sudah banyak dan akan bertambah terus. Merekalah pelanggan potensial kita," tutur Pietra.
     Penyuka snack datang dari berbagai kalangan. Ada anak-anak, orang dewasa, laki-laki, dan perempuan. Di samping itu, semua orang dari kalangan atas sampai bawah menyukai snack.
     Pietra menjelaskan, sebenarnya tidak terlalu ada perbedaan antara kudapan kalangan atas dan kalangan bawah. Kualitas bahan bakunya saja yang berbeda, yang akhirnya akan menentukan harga dan kualitas.
     "Misalnya keripik pisang. Jenisnya sama di semua kalangan, tetapi kualitas bahan pembuatnya yang berbeda. Mau dikemas seperti apa pun, menggunakan bumbu apa pun, dan dengan rasa seperti apa pun, namanya kan tetap keripik pisang," kata Pietra.

Hobi nonton televisi.
     Ternyata, karakteristik masyarakat kita yang suka nonton televisi bisa jadi kelebihan. Snack paling cocok dijadikan teman menonton televisi.
     Kalau ada tontonan seru di televisi, bisa dipastikan orang-orang akan mencari kudapan sebagai teman menonton, apalagi jika ada tayangan pertandingan sepak bola. Tak lengkap tanpa snack.

Masyarakat Indonesia senang berkumpul dan membuat acara.
     Di mana ada orang berkumpul, di situ ada makanan. Tetapi, kadang-kadang saat berkumpul, orang malas mengonsumsi makanan besar dan lebih memilih mengonsumsi snack. Sambil mengobrol, mulut mengunyah dan tahu-tahu snack sudah habis.
     Untuk memulai bisnis snack, sebaiknya Anda mempelajari strateginya. Ketahuilah siapa saja pemain dalam bisnis ini. Misalnya bisnis camilan kering. Menurut Pietra, yang berkecimpung di usaha ini biasanya adalah pemain lama yang sudah bertahun-tahun. Jaringan distribusi mereka kuat sekali.
     "Anda harus tahu, adakah produk yang belum disalurkan pemain ini di wilayah Anda? Selama bisa lebih dahulu memasarkan suatu snack di suatu tempat, Anda bisa menang," ujar Pietra. Ia menambahkan, produk camilan kita bisa laku kalau harga dan rasa tidak jomplang dari yang dijual kebanyakan. Orang-orang akan memilih produk kita.
     Kalau sudah ada orang yang memasarkan snack di sekitar tempat Anda, sebaiknya cari tempat penjualan lain. Tetapi, jika memang belum ada pemain serupa di wilayah Anda, mulailah berjualan. Anda bisa memasarkannya di warung, kantin sekolah, kantin kantor, atau yang lain. Pilihan lainnya adalah mencari orang untuk menjadi reseller. Rumah hanya menjadi tempat penyimpanan snack.



Sumber: Majalah Sekar (Tassia Sipahutar)

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.