Articles by "wakil 1000 kata"

Tampilkan postingan dengan label wakil 1000 kata. Tampilkan semua postingan

     Waktu itu belum ada kampus lapangan yang permanen seperti sekarang ini. Lokasi base camp kulap masih ditentukan sesuai selera kordinator kulap yang bersangkutan. Maka, kulap-dua ku yang berlangsung juli-agustus 1987 itu memilih lokasi base camp di Ralla, Barru. Dan seperti biasa, rumah kepala desa menjadi sasaran untuk itu, ditambah beberapa rumah tetangga, sebagai tempat kost sementara kuliah lapangan berlangsung. Tidak ketinggalan pastinya gedung sekolah dasar yang ada, dimanfaatkan untuk perkuliahan dalam kelas, sekaligus sebagai tempat menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan laporan dan gambar-gambar peta.
      Dokumentasi foto-foto kegiatan kulap-2 ini tidak terlalu lengkap, beberapa arsip yang saya miliki sudah rusak bersama negatifnya. Jadilah, sisa-sisa gambar yang masih selamat saja yang sebisa mungkin saya repro kembali sehingga bisa tampil seperti sekarang ini.
     Hari pertama pastinya dimulai dengan orientasi medan. Semua komponen yang terlibat, beramai-ramai keliling area kulap. Langkah kaki di hari pertama itu terasa masih begitu jauh, untuk membayangkan langkah terakhir di kegiatan ini, 32 hari kemudian. Berangkat dengan prasangka baik untuk setiap langkah yang terayun, hari demi hari dilalui dengan suka cita, tentu saja dengan segala jurus kalasi yang berhasil dan mampu diterapkan. Pokoknya, dibawa happy saja.
     Mengambil pengalaman dari hasil nilai kulap satuku yang jebok, satu strip lagi tidak lulus, maka untuk kulap dua ini saya lebih fokus. Pasang kaca mata kuda, jangan tengok kiri kanan, apalagi sampai odo'-odo' tetangga ataupun kerabat pak desa atau ibu kost. Bukan apa-apa, sebagai praktikan pastinya kita tidak akan sanggup untuk bersaing dengan para asisten dosen ataupun denagn dosennya seklian, dalam urusan odo'-odo' itu. Pengalaman dari kulap satu telah mengajarkan hal itu. hehehe...
     Pak Budi Rohmanto, Ibu. alm Bunga, Pak Kaharuddin MS, mengantar peserta kulap untuk oritntasi medan. Setelah di padang lampe' kita sempatkan untuk foto-foto sambil baku calla-calla karena banyak sudah ketularan penyakit 'okkotz' selama di lapangan.
Persiapan memulai kulap, baris-baris sambil dengar petuah-petuah, lalu berdoa sebelum meninggalkan kampus menuju Barru.
Ada Hermiati Eppang, Selle Hafid, Wawan Purnawarman, Clara Cussoy, Khaerul, Aspa, Idris dan lain-lain..
pasir kuarsa dan batu bara. Selalu ada keriangan di setiap stasiun yang disinggahi. Bukan karena singkapan yang ditemukan, tetapi kesempatan untuk melepas lelah, meneguk air dari botol bekal sambil mencari kesempatan untuk sekadar meluruskan punggung di keteduhan yang tidak termonitor oleh asisten.
     Kebetulan, pelaksanaan kulap dua waktu itu, mengambil jadwal yang juga perayaan Idul Adha. Luar biasa, karena kulap baru selesai seminggu setelah hari raya itu. Saya ingat sekali. Laode Ilva Ania sempat meneteskan air mata, ketika sore menjelang sebaran keesokan harinya, kami jalan pulang menuju base camp, sepanjang jalan tercium bau aroma ketupat yang sementara direbus. Saat-saat berkumpul dengan keluarga di hari raya itu, harus dilewatkan ditempat kulap sambil digoda oleh suasana dan aroma yang membuat kerinduan itu semakin memeras keharuan.
malam terakhir di lokasi, ada panggung nyanyi-nyanyi, juga acara penyerahan hasil kulap ke setiap peserta. Beruntung sempat diabadikan, waktu Ibu Ratna menyerahkan dokumen jatah saya.
     Setelah pelaksanaan kulap, ternyata panitia masih menyimpan banyak sisa anggaran yang berhasil dihemat selama pelaksanaan kemarin. Karenanya, kemudian disepakati diadakan pembubaran panitia di Pulau Samalona. Luar biasa rasanya, kesempatan berkumpul lagi dalam suasana lebih santai, bukan dalam kondisi 'under pressure' seperti waktu masih kulap.
     Tentu saja, makan-makannya juga penting. Menu yang ada lumayan bagus, bahkan sangat layak untuk konsumsi yang menopang peradaban manusia. Hehehe..sudah tidak ada menu paku jembatan, ayam turki ataupun telur dadar setipis kertas dengan campuran tepung (lebih terasa sebagai tepung goreng dibanding telur dadar).
hampir semua hadir, termasuk para dosen dan karyawan jurusan geology.
Ada Nandang, Sulaeman, Nasrullah, Hendro, Alam, dan lain-lain.
terus lagi, ada pak Inji, pak Agustinus ET, pak Bustan, pak Jamal dan ibu.
Selle in action ditimpali oleh Stepanus dengan gitarnya yang tidak jelas menyanyikan lagu apa, Ada Andi Temmu, Hermiati, Pak Inji, Jalaluddin, Asri, Idris dll.
kemesraan ini janganlah cepat berlalu.. syair lagu Iwan Fals yang selalu menemani setiap acara lapangan.. kenangan yang selalu hangat...

     Malam dingin pekat Lembang Bu'ne memeluk erat peserta wisata alam ke-3 yang digelar Korpala di tahun 1990 itu. Jam masih menunjukkan pukul 10 malam, masih empat jam sebelum mengeksekusi rencana wisata itu. Rumah panggung Daeng Mengngu' cukup lapang untuk menampung kami semua. Perjalanan rencananya akan dimulai pukul 2 dinihari nanti. Panitia menginformasikan agar peserta sebisa mungkin terlelap tidur sambil menanti empat jam berikut. Tentu saja, selain agar waktu menunggu menjadi tidak terasa, istirahat itu bisa memulihkan tenaga untuk mempersiapkan perjalanan nanti menuju puncak Lompobattang. Maklum saja, tidak semua peserta wisata ini adalah anggota Korpala. Sebahagian partisipan dari berbagai jurusan di Unhas, beberapa diantaranya adalah anggota tetangga-tetangga ukam di pkm.
     Tetapi alih-alih bisa terlelap, rasa kantuk sedikitpun sama sekali tidak muncul di kepalaku. Lalu, apakah aku akan menunggu kesunyian empat jam berikut diantara mereka-mereka yang bisa terlelap? Ah, aku menjadi usil. Mulailah aku melontarkan joke-joke kecil, setengah berbisik untuk satu dua orang di samping. Namun di malam yang sunyi itu, suara bisik itu masih cukup nyaring untuk terdengar. Dan mulailah, dari seorang dua orang, akhirnya keriuhan menjadi hangat oleh joke-joke yang saling bersahutan dari masing-masing penutur. Selamatlah, empat jam berlalu tanpa sempat terpejam sedikitpun.
     Rombongan wisata sukses melalui puncak Lompobattang, bergerak sedikit lebih lanjut, menemukan Ko'bang, makam tua yang terletak di puncak yang sedikit lebih rendah dari puncak Lompobattang. Ko'bang merupakan sebutan untuk makam Tuanta Salamaka, atau yang dikenal sebagai Syekh Yusuf. Tentu saja makam itu bukan makam yang benar-benar makam yang mengandung jasad Syekh Yusuf. Tetapi merupakan simbolisasi ikatan batin para pengikut beliau secara turun temurun. Namun demikian, bagi awam yang rutin berziarah ke Ko'bang, mereka akan meyakini dengan sepenuh jiwa, bahwa jasad beliau memang ada bersemayam di sana.
     Matahari sudah sangat condong ke cakrawala barat, rombongan berhenti untuk melewatkan malam, di posisi yang sedikit lebih rendah dari Ko'bang. Banyak batu yang membentuk ceruk-ceruk kecil menjadi tempat berlindung semalaman dari hembusan angin dingin. Kebetulan, ceruk batu yang saya gunakan cukup kecil, sehingga hanya bisa untuk memuat diri saya sendiri. Malam yang indah, disinari kerlip bintang yang lebih terang. Malam ini tidak ada joke. Lelah, tentu saja mengantar tidur yang begitu lelap menjelang pagi keesokan hari.
 Awaluddin Lasena, Arifin Jaya, Hero Fitrianto,
Ada Nurdin, Yusran Wahid, Aco Lologau, Nona, Rustam Rahmat dan Bastian.
     Aku sedang mempersiapkan sarapan, ketika ada Bastian mendekat ke ceruk tempatku bermalasan di pagi yang masih dingin. Ikan kaleng yang saya panaskan di kompor parafin, segera dibedah begitu terasa sudah hangat. Dan terjadilah, kami menyantap roti tawar yang membalut isi kaleng yang hangat itu. Burger ala Ko'bang, begitu Bastian nyelutuk menikmati setiap gigitan roti di tangannya. Ah.. miss this moment bro..
     Matahari sudah mulai tinggi, ketika rombongan melanjutkan langkah, menuju Majannang. Perlahan-lahan meninggalkan ketinggian, menyusuri lereng menuju lembah hulu sungai Jeneberang. Sasaran camping berikutnya adalah Raulo.
 membekukan permainan cahaya.. ada Uci Kasim dengan temannya anak menwa cewek berkacamata (lupa namanya)
 siap-siap meninggalkan Majannang, berdoa bersama.. ada Saribuana Nur.
 camping di Raulo. Gagahnya Yani Abidin..
     Lebih banyak kesempatan berpose di depan kamera setelah tiba di Raulo. Masak-masak, bercanda dan foto-foto. Hangatnya pagi terasa berbeda dibanding pagi di Ko'bang. Serangkaian memori telah tergurat, tentu saja dengan joke kekonyolan selama perjalanan wisata ini, yang sebentar lagi akan dibagikan untuk kerabat di kampus yang tidak sempat berwisata bersama di kesempatan ini.
 menikmati hangatnya Raulo. Ada Asri, juga Guntur
lalu doa-doa.. mengiringi langkah yang sebentar lagi meninggalkan Raulo.
  once upon a time, Ko'bang sekitar Lompobattang
     Beberapa nama tidak sempat terekam baik di memori saya. Karenanya, melengkapi kenangan perjalanan wisata itu, dengan senang hati saya menunggu tambahan komentar di bawah.

     Untukku, ini suatu kemewahan yang luar biasa, bisa menumpang kapal dengan fasilitas 'wah' di saat itu. Belum banyak kapal laut mewah yang menghubungkan pulau-pulau Indonesia. Dan Kambuna waktu itu merupakan salah satu dari kapal yang merintis kemewahan transportasi antar pulau melalui laut.
     Menuju Tanjung Priok Jakarta, membutuhkan dua hari dua malam dari Ujung Pandang. Begitulah waktu yang terasa sangat singkat, untuk rombongan kami 19 orang mahasiswa Geology Unhas menuju Jakarta untuk menghadiri Pertemuan Ilmiah Tahunan IAGI 1985. Lalu jadilah, keriuhan penumpang kelas ekonomi semakin menjadi oleh rombongan kami.
     Kelas ekonomi, iya.. namun kemewahan kapal itu masih dapat dirasakan. Misalnya saja untuk urusan mandi, biasanya kami menuju ke lantai atas dimana kelas satu dan kelas dua terletak, lalu menggunakan fasilitas kamar mandi di sana. Fasilitas lainnya, bar, restoran, bioskop.. semuanya bisa.. kecuali satu hal, tidak bisa ikut makan bareng dengan penghuni kelas berbeda. Kami di kelas ekonomi harus ngantri di depan pantri, yang antriannya bisa melingkar-lingkar panjang hingga ke dek 7 depan mushallah.. Luar biasa sekali.
 Rukmini Nento, Jhoni Malinggi, Minhajuddin, Chaeruddin Rasyid dan saya sendiri Hero Fitrianto.
 ada Clara Cussoy, Abd.Madjid, Musri M, Ahmad Haerudin, Ashari Aras, Ahmad Habib, Najamudin, Bustanudin
     Di antara keriuhan dek ekonomi yang kami tempati, maka ada peristiwa yang pastinya begitu menghebohkan. Mengisi kejenuhan suasana perjalanan, maka beberapa teman bermain kartu domino. Biar kelihatan lebih seram, maka beberapa lembar uang ribuan digelar di sekitar kartu yang dimainkan. Tidak ada yang berjudi, hanya sekadar aksi-aksian biar kelihatan wah.
     Dan ternyata selanjutnya benar-benar wah. Ketika permainan semakin seru, pemain dan supporter begitu bersemangat banting membanting kartu, muncullah beberapa satpam kapal. Dengan sopan, semua yang terlibat di sekitar kartu, digelandang ke kantor satpam. Dilarang berjudi di atas kapal. Kartu dan uang yang berserakan semuanya disita.
     Semua argumen dikemukakan, namun tidak satupun yang bisa meyakinkan bahwa apa yang dilakukan tadi semuanya hanya senda gurau, tidak ada yang benar-benar berjudi. Begitu kapal merapat di pelabuhan nanti, mereka akan diserahkan ke pihak kepolisian. Wah..
     Melengkapi proses pendataan mereka yang 'tertangkap' tadi, petugas keamanan kapal meminta kartu identitas. Kaget bukan kepalang, semuanya adalah mahasiswa.. lalu satunya lagi, aduh mak.. Master. Satpam itu geleng-geleng kapala, antara percaya tidak percaya. Buku ditutup, semua kartu ID dikembalikan.
     Mestinya bapak-bapak memberi contoh yang baik kepada masyarakat. Kali ini saya bebaskan kalian semua. Ingat, jangan berjudi di atas kapal. Rupanya pak Satpam itu tetap tidak percaya kalau semuanya hanya sekadar bermain kartu saja tanpa judi.
     Ketika singgah transit di Surabaya, beberapa teman nekad ke Pasar Turi untuk lihat-lihat mall. Maklum saja, di Ujung Pandang waktu itu belum ada mall. Jalla sekali kodong. Lalu tragedi itu muncul. Lagi-lagi antara percaya dan tidak percaya, ada sendal jepit dari salah seorang 'rusa masuk kota' itu yang terjepit dan tertelan oleh eskalator di Pasar Turi. Untung hanya sendal, jari kakinya tidak ikut-ikutan masuk.
atas dengan Darwis Limbung, bawah dengan Sulaeman Qamar
 
     Dan sederet cerita konyol lainnya yang tidak terekam di memori saya, masih bisa ditambahkan di kolom komentar di bawah. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati saya menunggu kerelaan teman-teman untuk melengkapinya.

     Salah satu kegiatan belajar di Jurusan Geology Unhas di sekitar tahun 80-an adalah Kuliah Lapangan-1. Waktu kegiatannya hampir dua minggu, sebagai pengantar untuk nanti kuliah lapangan yang lebih heboh dengan durasi satu bulan yaitu kuliah lapangan kedua.
     Untuk kegiatan kuliah lapangan pertamaku di tahun 1984 itu, meninggalkan bekas yang begitu banyak, tentu saja denagn berbagai rasa yang fantastis. Mulai dari berkenalan pertama kali bagaimana bekerja menerapkan teori-teori yang selama beberapa semester awal sudah menguras konsentrasi dan emosi di laboratorium, hingga eksplorasi naluri 'kalasi' yang begitu spektakuler.
     Siang hari ke lapangan mengumpulkan data dan sampel sesuai peruntukan dan petunjuk para asisten dosen yang mendampingi, malam harinya berkutat dengan semua data yang sudah dikumpulkan seharian tadi untuk ditransfer ke atas kertas-kertas kerja. Namanya juga kuliah lapangan. Yang rasanya tidak terlalu nyaman hanyalah penggunaan sarana meja bangku milik Sekolah Dasar setempat yang dipinjam untuk keperluan kegiatan kuliah malam hari. Ukuran yang mini karena tentu saja disesuaikan dengan ukuran tubuh anak-anak sekolah dasar, menjadi tidak seimbang dengan gelaran kertas gambar dan peta-peta yang lebar.
Orientasi medan hari pertama, diantar langsung oleh koordinator lapangan waktu itu, Bapak Chaeruddin Rasyid. Pengalaman pertama saya jalan dengan seorang geologist yang mempunyai kepekaan lapangan sangat tinggi. Bercanda sepanjang jalan, mulai dari banyolan paling konyol hingga banyolan porno, tidak ada yang tersisa.. semuanya lengkap namun tidak mengurangi sedikitpun kepekaan beliau sebagai geologist.
 catat ini itu selama di lapangan, lalu sore hari terkapar di teras balai desa.
 suasana kerja tugas malam hari setelah kuliah. perlu dua meja digabungkan untuk menampung perlengkapan kerja yang diperlukan. Rapidograph, sablon huruf, mistar segitiga, busur dan lain-lain.. tidak ketinggalan larutan hitam manis di gelas..
 ada Nasrullah, alm.Muis, Elias Kondolele dan Kado Arjuna.
 ada Ahmad Negarawan, NunukSriwijayati dan aisten Imran Musa.
 rutinitas harian ke lapangan, dengan Wawan, Muniati dan Darwin Tangkelalo
 belok sedikit dari lintasan, tersangkut di teras rumah penduduk, menikmati sekerat dua kerat gula merah.
 ada juga Zaenab, lalu asisten favorit Baso Junain, Hance Tatang, Rafiuddin, Jalaluddin, Muniati bersama Nunuk mengerubuti juragan pisang.
 bila tugas belum selesai di ruangan kelas, maka tugas ikut menemani sampai ke tempat menginap. Jadi bila sudah tidak tahan ngantuknya, bisa langsung melambai..
 dengan Ibu Maryam, ibu kost kita selama di Mallawa. Rindu kepada beliau, semoga masih sehat selalu.
 sore hari setelah dari lapangan, bersantai sejanak menunggu magrib. Tentu saja setelah bersih-bersih dan rapi, ditemani cairan hitam manis lagi. Bercengkerama bersama asisten, salah satunya Muh.Nur dan tentu saja korkulap, bapak Chaeruddin.
 malam terakhir di lokasi kuliah lapangan, selalu dengan acara panggung hiburan dadakan. Panggung sebagai ajang silaturahmi dengan warga setempat, sekaligus sebaagi tempat menyampaikan rasa terimakasih untuk semua penerimaan terhadap kami selama beberapa hari ini, sekaligus maaf dan memohon kesempatan untuk bisa kembali lagi di tahun-tahun mendatang.

 dua gambar ini adalah acara penutupan kulap di tahun 1985. Ada bapak Budi Rohmanto, bapak alm Chaeruddin Rasyid. Gambar bawah, ada anaknya Pak Udin, Indra. Teman-teman lainnya, Nurhamdan, Simon Sampesongga, Jalaluddin, Bustan, Abd. Madjid dan tentu saja saya sendiri Hero Fitrianto.

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.