Articles by "the KITCHEN"

Tampilkan postingan dengan label the KITCHEN. Tampilkan semua postingan

     Saya melangkah dengan sedikit terseok untuk kemudian memutuskan untuk beristirahat sejenak di tepi sawah. Matahari sedikit lagi terbenam sementara tujuan saya masih sekitar tiga kilometer dari tempat sekarang. Dengan perlahan ransel yang berat saya letakkan di samping lalu saya gunakan sebagai sandaran sambil meluruskan kaki yang penat.
      Tidak lama berselang seseorang menghampiri saya. Dengan keramahan khas penduduk desa, dia menyapa. Kami ngobrol kesana kemari, juga menanyakan mengapa saya hanya sendiri dengan beban yang kelihatan berat. Rupanya si Bapak ini sudah mengamati saya sejak tadi. Dengan singkat saya jelaskan bahwa saya sedang merampungkan tugas mengumpulkan sampel batu dari daerah sekitar ini. Saya tunjukkan bukit di depan, Bulu' Paria dimana tadi menjadi tujuan saya dan mendapatkan sampel-sampel batuan yang ada di dalam ransel. Bulu Paria yang mengerucut khas bentuk gunung api, tepat di depan Gunung Bulusaraung bila dipandang dari arah Leang-leang.
      Benar, saya sedang di daerah Leang-leang. Si Bapak masih dengan ramah ngobrol dan bercerita apa saja. Apa lagi ketika saya menunjuk ke Bulu Paria yang mana telunjuk saya sekligus menunjuk Bulusaraung di belakangnya, beliau menjadi semakin bersemangat. Satu kalimat yang begitu terkesan, ketika beliau berkata '..itu Bulusaraung..lihat mi.. itu mi gunung paling tinggi di dunia..coba lihat keliling, tidak ada mi yang lebih tinggi..'
      Begitu polos, begitu tulus tanpa keangkuhan sedikitpun, begitu sederhana dan yakin dengan apa yang diucapkannya. Saya hanya mengangguk-angguk mendengarkan. Penggalan percakapan itu yang kemudian selalu tersimpan di dalam ingatan saya, untuk selalu mengusik keingintahuan saya sehingga si Bapak bisa berkesimpulan demikian.
      Kami berpisah setelah saling bersalaman, si Bapak melangkah menjauh, sayapun melanjutkan langkah ke tujuan semula. Banyak tanya dan jawab yang silih berganti selama bertahun-tahun melintasi benak saya. Juga tak kalah banyaknya wawasan yang terlontar, ketika cerita ini saya sampaikan di kala senda gurau. Namun saya juga yakin masih banyak wawasan lainnya yang belum sempat terlontar untuk dicerna bersama. Wawasan yang terpendam bersama senyap di dalam tafakur.
      Adakah jawab yang lain.?
artikel saya ini
sudah pernah diterbitkan di buletin lembanna online
edisi Januari 2011 dalam label contour
tulisan didedikasikan untuk my great brother Yani Abidin
mengenang saat-saat latihan bersama menggunakan peta kompas
di daerah Leang-Leang dan sekitarnya

     Tidak banyak ukm (unit kegiatan mahasiswa) di Universitas Hasanuddin yang dibentuk atas dasar pemikiran ideologis seperti Korpala. Pada umumnya ukm yang terbentuk merupakan media yang ‘sekadar’ sebagai media penyalur minat dalam kesatuan kesenangan yang searah. Simpel, instan, ringan dan renyah.. yang penting giat bersama, beres.
     Di Korpala sendiri ada standar yang ditetapkan untuk setiap anggotanya. Standar mutu dari segi kemampuan teknis yang diperlukan dalam berkegiatan, ditambah kualitas mental yang mendukung kemampuan teknis yang dimiliki. Menemukan nilai-nilai luhur kemanusiaan dalam hubungan interaksi dengan alam dan penciptanya.
     Menemukan kesadaran inilah yang menjadikan manusia-manusia bentukan Korpala sebagai pribadi-pribadi yang unik. Tempaan alam untuk jiwa dan raga setiap penjelajahnya, meninggalkan bekas tersendiri di dalam kesadaran masing-masing.
     Disinilah letak keunikan Korpala sebagai media yang mengantarkan penemuan kesadaran relasi antara manusia, alam dan penciptanya. Sehingga tidak berlebihan bila Korpala disebut sebagai dapur yang mengolah bahan baku menjadi panganan.
     Setiap anggota yang memasuki gerbang dapur ini adalah tepung. Tepung yang harus berfungsi ganda sekaligus sebagai koki. Koki yang memilih dan menentukan akan dijadikan produk akhir seperti apakah tepung tersebut. Bisa menjadi roti, bisa menjadi kue lapis, bisa menjadi apa saja tergantung pada pilihan Sang Koki.
     Sampai di sini, tanggung jawab dari setiap mereka yang telah merasakan hangatnya dapur tersebut untuk selalu menjaga agar dapur itu tetap hangat oleh bara api semangat kemuliaan kemanusiaan. Menjaga bangunannya tetap kokoh, memperkuat pondasi dan tentu saja dari waktu ke waktu menambah dan memutakhirkan perlengkapan di dalamnya.
     Setelah semua kondisi tersebut kita penuhi, selanjutnya mari memanjatkan doa agar semuanya dapat berfungsi dengan baik sesuai harapan. Dari perjalanan panjang sampai saat ini, tetap saja ada ‘tepung’ yang masuk ke dalam ‘dapur’ itu, namun setelah keluar dapur belum menjadi apa-apa. Kita tahu ada saja tepung yang kemudian menjadi busuk, tidak bisa diproses lagi sehingga tersingkir oleh seleksi alam.

artikel ini juga di posting di KOMPASIANA dan BULETIN LEMBANNA

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.