Articles by "Para Pejuang"

Tampilkan postingan dengan label Para Pejuang. Tampilkan semua postingan

     Waktu dhuhur telah berlalu, ketika rombongan kami menapaki gerbang menuju makam salah seorang Kyai besar yang pernah dimiliki pertiwi ini. Kyai Modjo yang lahir di tahun 1764 sebagai kerabat kesultanan Jogja, menghabiskan 20 tahun sisa usianya di bumi Tondano. Beliau menjadi salah satu korban 'pembuangan' oleh kompeni yang menjajah nusantara.
     Siang menjelang sore itu, adalah untuk kedua kalinya saya menjejakkan kaki di kawasan makam Kyai Modjo yang juga merupakan cagar budaya. Beda dengan waktu pertama kali mengunjungi makam ini empat bulan lalu, maka kali ini saya sudah menggenggam canon d30 sebagai bekal untuk jepret-jepret situasi sekitar.
 makam Kyai Modjo yang berwarna coklat keemasan dengan kain putih membebat nisan
      Menyempatkan beberapa saat, duduk menikmati teduhnya suasana sekitar makam sambil menerawang bagaimana sang Kyai bersama 62 orang pengikutnya sebagai orang buangan, bertahan hidup yang kemudian melahirkan generasi baru yang hingga hari ini dikenal sebagai suku Jawa Tondano. Berbaur dengan masyarakat sekitar dan mempertahankan budaya serta keyakinan sebagai muslin di tengah masyarakat non-muslim (ada yang mengatakan masyarakat sekitar beliau masih penganut animisme, ada juga yang mengatakan sudah menjadi penganut Kristen), bukanlah hal yang mudah. Apalagi hingga beranak pinak dengan identitas yang tetap terjaga oleh keturunannya hingga saat ini.
     Maka hari ini di tengah masyarakat Minahasa (Tondano sebagai ibukotanya) yang lebih 90 persen adalah non muslim, ada satu wilayah yang disebut sebagai Kampung Jawa. Wilayah yang didiami oleh orang Jawa Tondano (Jaton) yang merupakan keturunan Kyai Modjo dan para pengikutnya. Mereka teguh dengan identitas sendiri, menjaga tradisi dari tanah leluhur di Jawa dan tetap istiqamah dalam kepercayaan sebagai muslim.
      rombongan kecil peziarah di siang hari jelang sore 1 maret 2015
      Duduk di kerindangan sekitar makam sore itu, sambil menatap Tondano di kejauhan bawah sana, saya mencoba menyelami pilu hati seorang kyai yang jauh dari tanah kelahirannya. Beliau dengan tegar mengarungi sisa hidupnya menyebarkan ajaran dan keyakinan yang dianutnya hingga akhir hayat.

     Setiap kita pasti mengenal KFC. Entah mengenal karena sudah pernah mencicipi rasa daging ayam yang khas, atau mungkin sekadar melihat iklannya di televisi dan billboard. Pastinya, KFC adalah trade mark untuk satu jenis produk makanan siap saji.
     Dibalik keberadaan restoran KFC di hampir setiap kota besar di dunia, tidak banyak yang menyimak bagaimana awal mula bisnin ayam KFC tersebut dibangun, yang telah menghasilkan keuntungan puluhan juta dollar pertahun. Bagaimana perjuangan Kolonel Sanders sang pendiri, seorang pensiunan tanpa modal yang hanya memiliki resep ayam goreng.
     Tidak mudah apa yang telah dilakukan oleh Sanders. Berbekal sebuah mobil tua, dia berkeliling mencari orang, toko ataupun rumah makan yang mau menggunakan resep ayam gorengnya, tentu saja dengan skema keuntungan yang disepakati. Puluhan rumah telah dia ketuk, bahkan ratusan rumah makan, namun yang ditemukannya hanya kata "tidak" dari setiap mereka yang ditemui.
     Hanya saja ada sedikit yang berbeda. Sanders terus mengetuk dari satu pintu ke pintu yang lain. Tidak kurang dari seribu kali kata tidak dia terima, namun dia tidak berhenti. Hingga kemudian di kesempatan 1009, barulah dia menemukan orang yang berkata 'ya' pada ide Sanders. Dan cerita selanjutnya dapat kita saksikan seperti apa keadaan sekarang ini.
     Contoh sederhana, bagaimana kegigihan, keuletan dan semangat tiada henti telah ditunjukkan oleh Sanders. Padahal, pada waktu itu usianya sudah 60 tahun. Dengan keyakinan teguh, dia terus mengetuk hingga menemukan orang yang berkata "ya".
  

     Suatu saat, adalah seorang ibu, yang karena miskin dan tidak punya uang, terpaksa melahirkan di pintu gerbang sebuah sekolah.  Setelah melalui saat-saat kritis, dia mendapatkan anaknya untuk diasuh dalam dekapan kasih sayangnya. Bayi mungil yang memberinya rasa bahagia yang luar biasa. Dalam masa pertumbuhan masa kecilnya, anak tadi mengalami gangguan pada saraf mata dan saraf wajahnya, sehingga wajahnya tidak simetris, atau condong miring sebelah. Anak tadi tumbuh menjadi seorang anak yang baik, bertubuh besar, dengan satu impian, bahwa ia ingin menjadi seorang pemain film yang terkenal.
     Waktupun berlalu, diapun mengikuti banyak kursus-kursus akting, kursus-kursus untuk menunjang dia bisa menjadi aktor yang terkenal. Tapi karena wajahnya yang tidak simetris, ditambah dengan cara bicaranya yang gagap, dia tidak pernah diterima untuk menjadi bagian dari sebuah film, apalagi menjadi seorang bintang film.
     Untuk mendapatkan peran-peran kecil, peran-peran pengganti, atau peran-peran yang hampir tidak ada artinya, dia harus menunggu begitu lama. Kadang dia tidak mau beranjak dari depan pintu sang director dari sebuah film, sehingga sang director manjadi kasihan lalu memberikannya peran ala kadarnya.
     Istrinya menyarankan dia untuk melupakan segala impian gilanya menjadi seorang actor. Karena hidup dalam kemiskinan, dan dia tidak punya pekerjaan tetap selain terus bermimpi menjadi bintang film, istrinya menggugat cerai, dan meninggalkan dia. Di saat itulah orang ini mengalami titik terendah situasi psikologis dalam kehidupannya.
     Di satu musim dingin, dia menonton sebuah tayangan tinju yang menggetarkan hatinya. Ketika itu, orang ini melihat suatu pertandingan tinju antara Mohammad Ali dan Chuck Weirdner. Chuck Weirdner adalah petinju yang sama sekali tidak diunggulkan sehingga dijuluki petinju ayam sayur.
     Dia diprediksikan bahwa tidak akan bisa bertahan lebih dari 3 ronde menghadapi Mohammad Ali. Akan tetapi apa yang terjadi ketika Chuck Weirdner dipukul rubuh, dia segera bangkit. Ketika dipukul jatuh, dia mampu bangun. Ketika dipukul hingga terjengkang, dia bisa bangun lagi. Waktu itu belum ada peraturan bahwa 3 kali dipukul rubuh harus berhenti, karena itu pertandingan tetap dilanjutkan. Dan Chuck Weirdner bisa menyelesaikan pertarungan 15 ronde, walaupun ia akhirnya kalah angka mutlak. Tetapi dia telah menunjukkan keteguhan hatinya, dia tidak bisa dikalahkan secara k.o oleh Mohammad Ali.
     Ketika menonton pertandingan tinju tersebut, orang ini sangat termotivasi. Setelah itu, selama 72 jam nonstop ia menulis sebuah naskah film yang menurut dia sangat bagus dan sangat dramatisir. Iapun menawarkan naskah filmnya kepada seorang produser. Namun sayang sekali, ia tidak ditanggapi sama sekali.  Tanpa kecewa sedikitpun, ia mencoba menawarkan kepada orang lain, dari produser yang satu ke produser yang lain. Ratusan kali dia membawa naskah filmnya untuk ditawarkan kemana-mana, dan akhirnya dia bertemu seseorang yang bersedia menerimanya. Ketika ia diterima oleh sebuah produser film, dan produser film tersebut mengatakan "ok" kami akan mempertimbangkan dan kami akan mencoba untuk memproduksi filmnya. Waktu itu, dia diberikan tawaran 70 ribu USD sebagai penulis skenario dari film tadi.
     Orang itu mengatakan, saya tidak ingin hanya menjadi seorang penulis skenario, tapi saya ingin menjadi seorang aktor utama dari film tadi. Si produsernya tertawa geli sekali dan mengatakan "no". Kamu cukup saja menjadi seorang penulis skenario, kamu tidak perlu menjadi seorang aktor. Perdebatanpun berlangsung, hingga akhirnya si produser tadi mengatakan ok, saya berikan anda pilihan, anda ambil atau anda tinggalkan. Si orang tadi dengan mantap menjawab, 'saya tinggalkan'.
     Selang beberapa saat kemudian, si produser film tadi memanggil kembali orang tadi. "Ok, suruhlah orang kemarin itu membawa naskahnya lagi". Pada pertemuan ini, hal pertama yang ditanyakan oleh orang itu adalah "I’m the actor? - apakah saya aktornya?" Si produser kembali mengatakan no, you are not the actor, tetapi tawarannya harga skenario itu kami naikkan dari 70 ribu USD menjadi 225 ribu USD. Take it or leave it?  Orang tadi tetap dengan mantap mengatakan 'leave it', dia pun pulang tanpa menggubris jumlah harga skenarionya yang sudah begitu tinggi.
     Akhirnya beberapa saat kemudian, si produser tadi memangggil lagi orang tadi. Tawaran dinaikkan menjadi 500 ribu USD, dengan kata kunci, Take it or leave it? Orang tadi masih tetap dengan pertanyaan yang sama, I’m the actor? Si produser tadi tetap katakan, no, you are not the actor. Orang tadi tetap dengan mantap mengatakan, leave it, lalu pulang.
     Singkat cerita, tawaran tadi dinaikkan hingga jadi 1 juta USD, orang tadi tetap ngotot, dia harus menjadi seorang pemeran utama dalam naskah yang ia tuliskan. Akhirnya si produser tadi pun menyerah, karena keteguhan hati dari orang ini, mereka pun memutuskan untuk memproduksi filmnya dengan catatan ia hanya dibayar 30 ribu USD, dengan sistem bagi hasil kalau nanti hasilnya untung. Film tadi pun dibuat dengan budget maksimal 1 juta USD.
     Anda tahu siapa orang yang punya keteguhan hati yang luar biasa tersebut? Filmnya berjudul Rockie, dan orang tadi bernama Sylvester Stallone. Rockie I, II, III, IV, V, dan ia juga membintangi beberapa film Rambo, serta banyak film yang lain. Semuanya berawal dari keteguhan hati, dan action (tidakan) yang tidak pernah berhenti.
     Dia bisa dikatakan sebagai salah seorang aktor sejati. Aktor dalam arti orang yang bertindak memperjuangkan keinginannya, bukan sebagai orang yang berpura-pura di depan kamera. Dia berbuat dengan segala daya untuk merebut impiannya.

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.