Articles by "Mitos dan Legenda"

Tampilkan postingan dengan label Mitos dan Legenda. Tampilkan semua postingan

     Tersebutlah seorang putri raja Mongol, bernama Lumimu'ut terdampar di bumi Minahasa. Dia diasingkan dari tanah asal kelahirannya Mongol, karena satu kekhilafan. Ayah Lumimu'ut yang adalah raja Mongol tidak bisa menerima kenyataan bahwa putri yang sangat disayanginya itu ternyata telah hamil sementara Lumimu'ut belum pernah menikah.
     Karena rasa malu yang begitu besar, maka raja Mongol memutuskan untuk mengasingkan Lumimu'ut. Disiapkanlah perahu yang menjadi tumpangan Lumimu'ut mengarungi kehidupannya selanjutnya. Dan tanah Minahasa menjadi tempat berlabuhnya perahu itu, bersama Lumimu'ut yang sedang hamil.
     Seorang diri, Lumimu'ut mempertahankan hidupnya di tanah asing itu. Hingga suatu hari, bertemulah ia dengan Karema, seorang perempuan tua yang iba melihat Lumimu'ut yang sedang hamil tua. Mereka kemudian tinggal bersama, saling membantu hingga Lumimu'ut melahirkan seorang bayi laki-laki.
Toal Lumimuut.  Seorang diri, Lumimu'ut mempertahankan hidupnya di tanah asing itu. Hingga suatu hari, bertemulah ia dengan Karema, seorang perempuan tua yang iba melihat Lumimu'ut yang sedang hamil tua.
 patung Toar - Lumimu'ut di bukit Kasih desa Kanonang Tomohon
Sulawesi Utara
     Anak laki-laki itu diberi nama Toar.
     Beberapa minggu setelah melahirkan Toar, kondisi kesehatan Lumimu'ut sudah pulih. Ia memutuskan kembali ke pantai, berharap bisa kembali ke tanah leluhurnya di Mongol. Toar ditinggalkan di dalam pengasuhan Karema.
     Karema yang arif kemudian membuat dua buah tongkat dari tanaman Tu'us. Tongkat yang sama panjangnya, satu diberikan kepada Lumimu'ut, dan satu lagi disiapkan untuk Toar bila sudah dewasa kelak. Tongkat yang akan menjadi penanda hubungan antara Lumimu'ut dan Toar adalah ibu dan anak. 
     Ketika Lumimu'ut sampai di pantai, perahunya sudah tidak ada. Ia pun menjelajah, mengikuti arah kata hatinya. Langkah kakinya membawanya mengembara menelusuri bumi Minahasa yang permai.
 patung Karema, Toar dan Lumimu'ut
di Bukit Kasih
     Ketika Toar sudah dewasa dan hendak mengembara menjelajah bumi Minahasa, Karema memberikan tongkat untuk Toar dengan satu amanah. Bila bertemu dengan wanita yang membawa tongkat yang sama panjangnya dengan yang ada di tangan Toar, maka dia adalah ibu dari Toar. Toar harus menjaga dan merawatnya karena dialah yang telah melahirkan Toar. 
     Singkat cerita, di dalam pengembaraan, Toar kemudian berjumpa dengan Lumimu'ut. Tongkat di genggaman disamakan panjangnya. Namun mungkin karena tongkat masing-masing telah digunakan di dalam pengembaraan selama ini, maka tongkat itu tidak sama panjang. Toar kemudian menjadikan Lumimu'ut sebagai istrinya yang melahirkan sembilan anak.
     Kesembilan anak tersebut yang kemudian membentuk sembilan sub-etnis Minahasa yaitu:
          1. Babontehu > mendiami pulau Manado Tua.
          2. Bantik > tersebar di Malalayang, Kalasei, Talawaan Bantik, Ratahan dan Mangondow.
          3. Pasan Ratahan (Tounpakewa) > tersebar di kecamatan Pasan, Towuntu, Liwutung, Tolambukan dan Watulinei.
          4. Ponosakan > tesebar di kecamatan Belang dan Ratatotok, mendiami kampung Belang, Basaan, Ratatotok dan Tumbak serta sebagian di kampung Watulinei.
          5. Tonsea > mendiami semenanjung Sulawesi Utara mulai dari Bitung, Airmadidi, Kauditan, Kema, Tatelu, Talawaan dan Likupang Timur.
          6. Tontemboan > mendiami daerah Langowan, Tompaso, Kawangkoan, Sonder, Tareran, Tumpaan, Amurang, sepanjang kuala (sungai) Ranoyapo yaitu Motoling, Kumelembuai, Ranoyapo, Tompaso Baru, Madoinding, Tenga dan Sinonsayang.
          7. Toulour > mendiami sekeliling danau Tondano hingga ke pantai timur Minahasa (Tondano Pante) meliputi Tondano, Kombi, Eris, Lembean Timur, Kakas, Remboken.
          8. Tonsawang > berdiam di wilayah kecamatan Tombatu dan Touluaan.
          9. Tombulu > tersebar di kota Tomohon, Pineleng, Wori, Likupang Barat dan Manado.
     Mitos ini menjelaskan mengapa suku Minahasa mempunyai rupa yang mirip dengan bangsa Mongolia. Berkulit putih dan bermata sipit. Namun mitos ini tentu saja berbeda dengan dengan temuan ilmiah yang dijabarkan oleh para sejarawan yang telah meneliti secara mendalam tentang Minahasa dan sub etnis yang ada. Bahkan masing-masing sub etnis mempunyai mitos sendiri-sendiri tentang asal usunya.
     Kesembilan sub etnis Minahasa itu membaiat kesatuan mereka di sebuah batu yang disebut Watu Pinabetengan. Tentang Watu Pinabetengan sendiri  akan saya paparkan di artikel yang lain.

 if You think this article is utilitarian
You may donate little cents for next more exploration

     Tersebutlah seorang gadis Minahasa yang cantik jelita yang sangat gemar pada berbagai macam kesenian. Di wilayah Tonsea, dia dikenal bernama Lintang, bunga diantara bunga yang ada di sana. Setiap hari ia bersenandung sambil mamainkan alat musik yang ada di masanya.
     Kecantikan Lintang yang begitu luar biasa, tentu saja menarik minat pemuda-pemuda Minahasa untuk mempersuntingnya menjadi istri. Sayembara pun digelar. Barang siapa yang bisa menghibur hati Lintang dengan memainkan alat musik yang indah, apalagi yang belum pernah terlihat oleh Lintang, maka dialah yang akan mendapatkan Lintang untuk dijadikan istri.
Alat musik tradisional

melody kolintang ~ pic: kolintang[dot]co[dot]id
     Maka berbondong-bondonglah pemuda-pemuda yang ada di Minahasa, pamer kemampuan di hadapan Lintang. Namun tidak satupun yang berhasil memikat hatinya. Keriuhan berakhir, semuanya kembali dengan kecewa karena tidak satupun yang berhasil mendapatkan hati Lintang.
     Salah satu dari antaranya, karena begitu kecewa, melampiaskan kekecewaannya ke gunung Klabat. Ia mendaki menembus lebatnya belantara Klabat. Ko, begitu pemuda itu disapa. Sesampai di puncak, ia merenung, bagaimana caranya bisa mendapatkan hati Lintang. Namun semakin lama berpikir, otaknya terasa semakin mampet saja.
     Karena kesal tidak menemukan ide, Ko membanting tongkatnya yang terbuat dari kayu Wenang. Tongkat Ko membentur batu, terpental ke sana sini dengan suara nyaring. Sesaat Ko tertegun. Suara yang timbul dari tongkatnya terdengar indah berirama. 
     Ko bergegas pulang, sambil membawa beberapa potongan kayu Wenang yang lain. Ia kemudian menyusun beberapa potong kayu Wenang, lalu diketuk-ketuknya dengan batu. Suara denting yang indah terdengar oleh ketukan-ketukannya. Setelah melalui beberapa purnama, Ko sudah mahir memainkan melodi ciptaannya dari susunan kayu Wenang tersebut.
     Ia kemudian menemui Lintang di Tonsea. Ko memperdengarkan irama ciptaannya sambil mengetuk potongan-potongan kayunya. Seketika itu juga Lintang jatuh hati dan kemudian dipersunting menjadi istri Ko. Beberapa waktu kemudian, mereka menjadi terkenal karena alat musik ciptaan Ko yang mereka mainkan berdua. Orang-orang mengenal dan menyebut pasangan suami istri itu dengan menyatukan mana mereka, Ko Lintang.
kolintang raksasa, tercatat di guinness book of record. Kolintang ini terdapat di desa Pinabetengan Tomohon.
     Alat musik kolintang kemudian berkembang menjadi seperti yang kita kenal selama ini.
~terimakasih yang khusus untuk bapak Venty yang telah menuturkan folklore tentang Kolintang tersebut.

     Setiap hari, seorang rakyat Padang Kemulan harus bersedia untuk disantap oleh Dewata Cengkar. Mereka tidak dapat menghindar dari raja mereka yang berwujud raksasa itu. Karena sudah begitu sumpah dewata.
     Setelah tumbal tanah Jawa ditanamkan di lima tempat, yang pusatnya di Gunung Tidar, yang lainnya di barat dan timur, utara dan selatan, maka dedemit dan berekasan lari terbirit-birit ke dalam gua laut dan ke jurang-jurang yang dalam di sekitar segala gunung yang tinggi menjulang. Selama 21 hari, seluruh gunung di Jawa Tengah menggelegar berubah bentuk seperti wujud kepala Wisynu, sebagai tngkai keris Kujang.
     Maka Aji Saka pun menjalani seluruh daerah-daerah yang telah aman. Tetapi rupanya masih ada juga satu daerah yang rajanya adalah keturunan raksasa.
     "Mengapa penduduk berlarian?" tanya Aji Saka kepada Mbok Kasihan.
     "Mereka menghindarkan agar jangan menjadi santapan Dewata Cengkar hari ini," jawab Mbok Kasihan.
     "Kalau tidak setiap hari ada bayi yang lahir, tentu akan habis seluruh rakyat Padang Kemulan ini," tukas Aji Saka. "Kalau begitu biarlah saya yang mendatangi Dewata Cengkar untuk menjadi santapannya."
     "Jangan Raden,.. biarlah orang lain. Karena Raden orang berilmu, tentu banyak orang lain merasa kehilangan," kata Mbok Kasihan. Sementara Dora dan SEmbada merasa bergidik dengan maksud Aji Saka yang merelakan diri untuk dimakan Raja Dewata Cengkar itu. Sedangkan di dalam hati Aji Saka, ingin melihat keampuhan ilmu raksasa Dewata Cengkar.
      Maka berangkatlah mereka diiringi orang banyak menuju pendopo keraton Padang Kemulan. Dewata Cengkar tertarik hatinya melihat seorang gagah datang mengunjunginya, tetapi tiba-tiba Aji Saka berkata. "Akulah yang bersedia hari ini untuk santapan Paduka Raja."
     Dewata Cengkar melirikkan matanya, memperhatikan wajud Aji Saka sebagai orang berilmu tinggi, kemudian ia berkata, "Kau kuangkat menjadi panglimaku yang utama."
     Dijawab oleh Aji Saka, bahwa ia mau menjadi panglima asalkan diberi tanah Jawa selebar sebannya. Sejenak Dewata Cengkar tersentak, kemudian mengerti bahwa Aji Saka sebenarnya ingin menentang kekuasannya.
     Sementara itu, di belakang Aji Saka banyak rakyat sebagai pengikutnya. Maka dengan memendam marah yang menyala-nyala, Dewata Cengkar menaiki kuda pilihannya, sambil diiringkan oleh sebagian hulu balang dan punakawannya.
     Aji Saka membuka serbannya. Dibentangkannya mulai dari halaman keraton. Tetapi luasnya seban Aji Saka bertambah terus, sampai menuju pantai selatan, sementara rakyat yang melihat keajaiban itu, semakin banyak mengiringkan Dora dan Sembada. Mereka mulai mendukung Aji Saka sebagai orang berilmu yang akan mengalahkan raja mereka yang zalim, pemakan manusia.

     Sesampai rombongan di Padang Teritis, Dewata Cengkar berdiri di atas sebuah tebing pantai. Aji Saka memberi aba-aba kepada Dora dan Sembada, punakawannya. Mereka berdua maklum apa yang harus dilakukan. Mereka segera menolakkan Dewata Cengkar ke laut. Sejenak semua rakyat Padang Kemulan bertempik sorak kegirangan.
     Tetapi tempik soran itu segera terhenti, karena melihat bahwa Dewata Cengkar bukannya musnah. Mungkin karena banyak roh-roh orang yang menjadi santapan di dalam dirinya, Dewata Cengkar berubah wujud menjadi buaya yang sangat besar, sehingga dapat menelan kapal-kapal yang berlayar di panntai selatan. Sehingga tak satu pun kapal yang aman berlayar dari Parang Teritis sampai ke Pelabuhan Ratu. Seluruhnya ditelan oleh wujud inkarnasi Dewata Cengkar.
     Nyai Roro Kidul Putri Per Angin-Angin menjadi sangat bersusah hati karena kerajaan Laut Pantai Selatannya diobrak-abrik oleh wujud baru Dewata Cengakar.
     Sampai akhirnya ia bersumpah di tepi Laut Selatan, "Buaya wujud Dewata Cengkar telah merusak ketenteraman Kerajaan Lautku. Siapa yang dapat mengalahkannya, jika ia perempuan akan kuambil menjadi saudaraku, dan jika laki-laki akan kukawinkan dengan anakku Putri Nini Blorong dari Gunung Merapi."
     Sayembara itu tersebar ke seluruh gunung-gunung. Didengar oleh seluruh anak-anak pandita dan resi. Gunung Merapi memuntahkan asapnya ke atas sebagai tanda menjadi saksi apa yang telah diucapkan oleh Toto Kidul. Berbagai anak raja turunan dewa turun ke Laut Selatan, menandingi Dewata Cengkar, tetapi semuanya tidak ada yang berhasil. Bahkan sebagian tidak kembali karena ditelan oleh Dewata Cengkar dengan rahangnya yang mampu menelan bukit.

     Raden Tumenggung, anak Pandita Agung Gunung Galunggung, datang ke hadapan ayahandanya, "Kalau ayahanda mengizinkan, anakanda akan mencoba kesaktian Dewata Cengkar yang telah berubah wujud menjadi buaya raksasa itu."
     Sejenak Pandita Agung Gunung Galunggung berdiam diri. Karena ia memikirkan bahwa semuanya itu terjadi karena telah demikian kehendak Hyang Widi.
     "Ayahanda tidak dapat menolong anakanda dalam sayembara itu. Semoga saja Para Dewata akan merestui anakanda, untuk dapat mengalahkan Dewata Cengkar. Apabila janji Hyang Widi memang telah begitu, anakanda akan menerima pula nasib yang lain. Karena semuanya bergerak bergantian seperti telah ditetapkan oleh para dewa."
     Diiringi oleh anak-anak para hulubalang istana agung Gunung Galunggung, Radeng Tumenggung berangkat menuju pantai Selatan. Para pandita ikut mengantarkannya dengan membaca doa dan permohonan kepada dewa-dewa, agar Raden Tumenggung berhasil memusnahkan buaya raksasa wujud Dewata Cengkar.
     Raden memilih bukit kararang yang tinggi, sebagai tempatnya terjun ke dalam Laut Selatan. Seperti panah yang meluncur ke permukaan air, hanya bekas titik buih yang putih saja yang menandakan bahwa Raden Tumenggung telah hilang ke dalam Laut Selatan mencari Dewata Cengkar.
     Para Dewa telah menakdirkan, bahwa selama di dalam air laut, Raden Tumenggung dapat bernapas bebas, kaena seluruh keliling tubuhnya tidak tersinggung air laut, disebabkan ada ruangan udara yang dapat dipergunakannya untuk bernapas. Bebaslah Radeng Tumenggung mencari buaya raksasa itu. Sampai ke dalam gua-gua besar di bawah laut, diperiksa oleh Raden Tumenggung. Mungkin saja buaya inkarnasi itu sedang bertapa, untuk menambah kekuatannya.
     Tetapi habis minggu berganti minggu, buaya raksasa itu belum juga kelihatan. Sampai suatu ketika tiba-tiba lidah air laut melonjak ke udara, beberapa kali tinggi pohon kelapa. Disusul oleh hidung buaya raksasa yang terjulur dari bawah air laut. Kemudian ia mengangakan mulutnya yang gelap dan berbau busuk menuju Raden Tumenggung.
     "Aku datang kepadamu, hai Dewata Cengkar untuk menghentikan kerusakan yang kau perbuat di sepanjang Pantai Selatan Ini."
     Buaya itu terperanjat sejenak, kemudian tertawa hebat, sehingga gelombang di antara mulutnya yang menganga, semakin besar, tertiup udara dari dalam perutnya, diiringi ocehan tertuju kepada Raden Tumenggung yang melayang-layang sangat kecil di dalam air.
     "Eh.. kau yang tertarik kepada Nini Blorong, anak Roro Kidul di Gunung Merapi itu, ya.." kata Dewata Cengkar. Maka keduanya pun bertarung, dengan bentuk tubuh yang tidak seimbang. Dewta Cengkar mendapat kesulitan untuk menelan tubuh Raden Tumenggung yang kecil seperti teri sehingga selalu dapat menghindar dari rahang buaya raksasa yang terbuka.
     "Tidak akan semudah itu kau dapat menelanku," ejek Raden Tumenggung, "karena aku juga mungkin telah diizinkan dewata untuk mengalahkan kezalimanmu."
     Suatu ketika Raden Tumenggung berhasil singgah di batok kepala buaya raksasa itu. Langsung ditikamnya dengan keris Kujang Sakti berlubang satu. Tetapi tidak mempan. Karena kulit buaya itu sekeras batu karang. Malahan keris Kujang raib menjadi binatang berekor menuju langit. Dan binatang berekor itu mengeringkan Raden Tumenggung yang di bawah laut. Sehingga tampak di seluruh pegunungan bahwa Dewata Cengkar belum terkalahkan.
     Dua puluh satu hari lamanya, pertarungan itu belum ada yang kalah menang. Terkadang Raden Tumenggung terlempar ke darat, ke kaki gunung, oleh sabetan ekor buaya. Tetapi kembali ia terjun ke laut. Semua rakyat kerajaan Pantai Selatan berbaris di sepanjang pantai, ingin melihat siapa yang akhirnya akan menang.
     "Kau tidak akan dapat mengalahkan aku," ujar Dewata Cengkar, 'kekuatan dari seluruh jantung manusia yang kumakan telah memperkuat kedigdayaan wujudku yang baru."
     Tahulah Raden Tumenggung bahwa memakan jantung manusia adalah syarat ilmu kedigdayaan hitam yang dipakai oleh wujud baru Dewata Cengkar. Itulah sebabnya tidak mudah dikalahkan.
     "Tahukah kau sudah berapa anak raja dan pandita yang berada di dalam perutku ini?" oceh si buaya raksasa, "Kau akan menyusul mereka pula dan berjumpa di neraka jahanam sana."
     Raden sangat geram, sehingga gerahamnya bergemeretakan. Untuk kesekian kalinya ia menerpa raksasa buaya itu. Tetapi disambut oleh pukulan moncong yang besar, sehingga Raden Tumenggung terlempar ke angkasa. Melayang-layang tubuh Raden Tumenggung, lama semakin turun. Sementara itu baya raksasa tadi siap mengangakan rahangnya, menanti Raden Tumenggung jatuh ke bawah.
     Di saat yang berbahaya itulah muncul Roro Kidul yang datang bersama lidah ombak yang bersar dan bersorak, "Sambutlah telur ini dan telanlah agar kau tidak dikalahkannya."
     Dalam keadaan melayang turun, Radeng Tumenggung menyambut telur yang dilemparkan Nyai Roro Kidul itu. Memang tidak ada jalan lain, rahang buaya raksasa telah menantikan batang tubuhnya. Hanya selapir awan tipis jarak montong buaya dengan tubuh Raden Tumenggung.
     Ketika itulah kesempatannya menelan telur yang dilemparkan Nyai Roro Kidul. Tiba-tiba tubuh Raden Tumenggung meledak hebat, berganti wujud menjadi seekor ular naga dengan ekor seperti ikan mas. Ia terjun ke mulut buaya raksasa. Dari lidah naga wujud Raden Tumenggung, meluncur petir dengan tujuh cabang api yang berbeda warnanya.
     Api petir itu langsung memecahkan rahang buaya raksasa, sedang beberapa cabangnya menuju mata dan otaknya. Sehingga buaya wujud Dewata Cengkar itu meraung hebat ke angkasa. Kemudian menggelepar-gelepar. Menimbulkan ombak bergulung-gulung menuju pantai, merusakkan gubuk yang berada di tepinya.
     Hiruk pikuk penduduk di tepi pantai, menghindarkan diri dari ombak guncangan tubuh Dewata Cengkar. Sehari semalam buaya raksasa itu meregang nyawa di dalam Laut Selatan. Selama itu ia berenang dari arah barat ke timur, merusak apa yang dapat disambarnya, sungguhpun kedua matanya telah buta.
     Hari ketujuh, ombak pun reda. Bangkai buaya raksasa telah tenggelam ke dasar laut. Tinggal Raden Tumenggung yang heran melihat dirinya berubah menjadi seekor naga berekor ikan mas. Tidak jauh dari sana Nyai Roro Kidul yang berdiri di atas ombat, tersenyum dan berkata kepadanya, "Kau telah lulus dari sayembara besar ini dan aku rela anakku Putri Nini Blorong menjadi istrimu."
     Raden Tumenggung menjadi gundah. Karena ia berubah wujud. Ia teringat kepada wasiat ayahnya, Raja Agung Gunung Galunggung, bahwa sumpah dewata bila dihalangi akan berakibat buruk bagi makhluk.
     Apa daya Raden Tumenggung yang telah menjadi naga? Ia tak bisa kembali menjadi makhluk biasa karena telur tumbal janji telah ditelannya. Bagaimana lagi akan mengeluarkannya? Dengan perasaan sedih Raden Tumenggung menuju ke pantai. Dari laut kelihatan olehnya ayahnya berdiri menunggunya di lereng Gunung Galunggung. Raden Tumenggung tidak dapat lagi menahan air mata, untuk mengadukan nasibnya.
     "Kau telah berubah wujud, anakku," ujar Raja Agung Galunggung, "oleh karena itu, kau harus bertapa 1000 tahun lamanya, agar kau kembali seperti biasa. Masuklah ke salah satu gua di kaki Gunung Galunggung. Bagaimanapun, sumpah itu tidak dapat kutolak. Kau telah menjadi suami dari Putri Gunung Merapi, anak Nyai Roro Kidul yang cerdik itu."
     Mendengar ucapan ayahnya, Raden Tumenggung merangkak ke lereng Gunung Galunggung. Dicarinya salah satu gua yang menghadap arah ke baratdaya, lalu menghilang di sana.
     Sementara itu sang Nyai Roro Kidul menyiapkan pesta perkawinan putrinya. Tetapi ketika itu Raja Agung berkata, "Biarlah anakku bertapa selama seribu tahun sampai dia kembali berubah wujud. Setelah itu baru dia kita nikahkan dengan anakmu Putri Nini Blorong." Sementara itu Gunung Merapi menyentak-nyentak mengeluarkan abu, pertanda telah bersedia untuk menjadi pengantin Raden Tumenggung yang dapat mengalahkan buaya raksasa Dewata Cengkar.
     Alangkah sedihnya Nini Blorong mendengar pesta perkawinan itu diundurkan sampai seribu tahun, menantikan Raden Tumenggung selesai bertapa brata. Kerinduannya yang tertahan-tahan menyebabkan Gunung Merapai selalu mengeluarkan abu dan meletus.
     Sedangkan Raden Tumenggung tidak bergerak seperti batu menghadapkan dirinya ke arah baratdaya. Setiap seratus tahun diberinya pertanda bahwa setingkat tapanya telah bertambah dan akan terjadi perubahan pada dirinya.
     Bila mereka menikah kelak akan terjadi perubahan besar di tanah Jawa ini. Sesudah Gunung Galunggung meletus pada tahun 1882, disusul pada tahun 1982 ini genaplah seribu tahun Raden Tumenggung melaksanakan tapanya. Maka wujud naga batang tubuh Raden Tumenggung tampak oleh penduduk di sekitar Gunung Galunggung, turun ke bawah. Anak Galunggung ikut meletus, memberitahukan hal ini kepada Sang Hardi Hyang, yang disampaikannya dengan abu yang tersebar sampai ke Gunung Sanggabuana Bandung dan sekitarnya.
     Setelah beritu itu disampaikan, barulah diteruskan ke seluruh gunung yang berada di sekitar Gunung Merapi Jawa Tengah, Gunung Wilis, Gunung Sepuh, Gunung Merbabu, Gunung Pangrango, Gunung Muria dan Gunung Selamat. Yang terakhir ini sebagai batas hulu dengan mata keris Kujang.
     Karena Gunung Selamat dianggap sebagai pandita yang sanggup memberikan wejangan waskita tentang perjodohan yang telah disumpahkan Nyai Roro Kidul, abu yang menyelimuti Gunung Selamat, disambut gunung itu dengan kepulan asap kepundannya, pertanda bahwa wejangan itu deberikan tidak berapa lama lagi.
     Sementara itu wujud Raden Tumenggung telah berubah dari naga dengan ekor seperti ekor ikan mas, menjadi dewa yang beristrikan Nini Blorong. Sebagai pertanda bagi manusia yang akan datang, bahwa tugas Gunung Merapi Jawa Tengah beralih kepada Gunung Galunggung di Jawa Barat.
     Kata orang waskita: Jika perkawinan gaib Gunung Merapi dengan Gunung Galunggung telah terjadi, akan ada pesta gaib di seluruh tanah Jawa.
     Dilengkapi dengan pertanda terjadinya gerhana matahari pada bulan Juni 1983 yang akan datang. Nyai Roro Kidul akan naik ke daratan untuk menikahkan anaknya dengan Raden Tumenggung. Ia akan muncul dari arah Parang Teritis, bila Gunung Merapi meletus dan mengeluarkan laharnya ke arah baratdaya. Dan lahar itu akan membelah Kali Progo dan Kali Opak sehingga air laut masuk ke tengah pulau, sebagai pertanda Nyai Roro Kidul telah datang bersama seluruh punakawan dan dayang-dayangnya. Tentu saja daratan yang dilaluinya akan berubah, seperti  ucapan Jayabaya, "Pulau Jawa ini pada suata masa akan menjadi seperti kapal tua, bocon di tengahnya dan masuk air."
     Semua makhluk gaib berunding, membicarakan kedatangan Nyai Roro Kidul ke pedalaman daratan, dari kerajaannya di Pantai Selatan.
     "Apakah ia akan masuk terus menembus pedalaman Jawa Barat sampai mencapai Gunung Gslunggung?" Sebagian orang merasakan  perubahan bentuk Pulau Jawa yang mengakibatkan terdesaknya manusia oleh air laut, menggantungkan harapan kepada Pangeran Akidah Gaib yang bertapai di Gunung Selamat. Dialah yang dapat membatasi perjalanan air laut itu sampai ke pintu masuk sebelah timur.
     Teteapi Nyai Roro Kidul bersumpah, bahwa ia harus sampai ke Gunung Galunggung, untuk memperjabatkan tangan anak dan menantunya. Sumpah itulah yang sedang dipikirkan oleh Pangeran Akidah Gaib yang masih menadahkan kedua tangannya kepada Penguasa Tunggal, menanyakan apa sesungguhnya kesalahan manusia sampai harus tersingkir oleh air laut.
     Mohon petunjuk apa kebijaksanaan yang harus dilakukan, pengganti sumpah Roro Kidul memeriahkan perkawinan anaknya.
     Orang-orang waskita seperti memakan buah simalakama, menghadapi perkawinan Gunung Merapi dengan Gunung GAlunggung. Jika kedatangn Roro Kidul bersama meluasnyakerajaan lautnya diterima, Gunung Merapi akan meletus terus.
     Demikian juga Gunung Galunggung akan mengancam keselamatan manusia di sekelilingnya. Tetapi bila perkawinan mereka dilangsungkan, Nyai Roro Kidul dengan seluruh abdi kerajaannya akan melalui tengah-tengah Pulau Jawa, bersama air laut sebagai pengantar perjalanan mereka.
     Bila Pangeran Gunung Selamat menghalangi perjalanan Nyai Roro Kidul hanya sampai di lereng bagian timurnya, berarti perta pernikahan itu belum sah, karena Nyai Roro Kidul belum sampai di lereng Gunung Galunggung. Tetapi akan diam sajakah Nyai Roro Kidul diperlakukan seperti itu?
Majalah Senang  0534 thn 1982

     Nama yang sebenarnya bukan Sawunggaling. Pada waktu kecilnya dia bernama Jaka Bereg. Setelah menjelang dewasa, Jaka Bereg sangat gemar menyabung ayam. Dan ayamnya selalu menggondol kemenangan. Ayamnya itu setiap hari oleh ibunya, Rara Blengoh, selalu memberikan makanan yang sangat bermanfaat kepada ayam itu menyebabkan ayam itu selalu unggul dalam pertarungan. Tubuh ayam itu besar dan gagah, sehingga kekuatannya melebihi ayam-ayam lain.
     Jaka Bereg sangat bangga. Apalagi setelah orang-orang di dusunnya, desa Wlidah, menyebut namanya bukan lagi Jaka Bereg, tetapi Sawunggaling. Sawung artinya ayam jantan dan galing adalah makanan yang tiap hari diberikan kepadanya. Jaka Bereg sendiri lebih senang dengan nama Sawunggaling.
     Sesungguhnya pula, Sawunggaling adalah putra seorang bangsawan dari Surabaya, Adipati Jayengrana. Karena sejak kecil dia tinggal bersama ibunya, Rara Blengoh, maka setelah besar Sawunggaling pergi ke Surabaya menyusul ayahnya. Sawunggaling mempunyai kepribadian yang menarik, cerdas, berbudi luhur dan tangkas dalam olah keprajuritan. Maka Adipati Jayengrana mengangkat Sawunggaling menjadi calon penggantinya, meskipun Sawunggaling sebenarnya masih mempunyai lima saudara dari lain ibu.

     Pada tahun 1707, keadaan di dalam negeri Surabaya sedang suram. Kompeni Belanda yang sudah mencengkeramkan kukunya di berbagai daerah di tanah Jawa, mulai merembes juga ke Surabaya. Demikianlah Adipati Jayengrana juga selalu mendidik anak-anaknya tetap waspada menghadapi pihak kompeni. Sawunggaling yang sudah dewasa, ikut membantu ayahnya mengatur pemerintahan. Dan ternyata dia memang cerdas dalam menghadapi segala kesulitan di dalam negeri. Kompeni belum puas, kalau Jayengrana belum dapat dimusnahkan, karena dia dianggap sebagai duri penghalang. Segala usaha tidak berhasil untuk menjebaknya, karena Jayengrana memang cerdik juga dalam siasatnya menghadapi Belanda.
     Akhirnya Belanda minta pertolongan dari raja Kartasura, Pakubuwana I. Dengan kata-kata manis Belanda mengadu, bahwa Adipati Jayengrana telah berkhianat kepada Belanda, tidak mau memberi setoran hasil tanaman perdagangan dengan jumlah yang semestinya. Belanda meminta agar Jayengrana dijatuhi hukuman mati. Permintaan itu sebenarnya sangat mengejutkan Pakubuwana I, karena Jayengrana adalah salah seorang Adipati yang banyakjasanya, sangat taat kepada Sunan Pakubuwana I.
     Tetapi, karena Pakubuwana I juga sangat takut kepada kompeni, maka kemudian dia segera memberi perintah untuk membuat surat y ang ditujukan kepada Jayengrana, agar secepatnya menghadap ke Kartasura. Jayengrana memenuhi panggilan itu. Kemudian dia dianggap bersalah dan dijatuhi hukuman dengan lehernya diikat dengan 'lawe', kedua ujungnya ditarik oleh dua orang, sehingga dia tercekik dan menemui ajalnya. Jenazahnya dimakamkan di kampung Laweyan di dalam kota Surakarta sekarang, yang asalnya dari perkataan lawe.
     Kemudian sebagai penggantinya, Sawunggaling diangkat menjadi Bupati Surabaya, untuk menggantikan ayahnya. Sawunggaling tahu, bahwa ayahnya telah difitnah oleh Belanda, sehingga kebenciannya kepada kompeni semakin bertambah meluap. Juga dengan Sawunggaling ini, kompeni ingin mengadakan berbagai persetujuan untuk bekerja sama. Tiap usaha akan dipergunakan untuk dapat melunakkan hatinya. Tetapi Sawunggaling tetap waspada. Dibicarakannyalah masalah kelicikan Belanda ini denagn patihnya yang setia, Raden Suderma.
     "Paman Patin," katanya. "Dengan meninggalnya ayahanda, tahulah kita betapa licinnya musuh yang kita hadapi. Licin dan rendah budinya."
     Patih Suderma mengerti, bahwa kematian Jayengrana sangat melukai hati Sawunggaling. Biarpun sekarang dia yang diangkat menjadi Bupati, namun Sawunggaling sedikitpun tidak merasa senang. "Memang demikian, Gusti Adipati," jawab Patih Suderma. "Untuk mencapai kehendaknya, mereka tidak peduli apakah cara yang mereka lakukan itu bersifat pengecut atau penipu."
     Sawunggaling bertambah sedih ketika mengetahui bahwa pamannya yang menjadi Bupati di Semarang, Adipati Sasradiningrat, ternyata juga telah memihak kepada Belanda. Bahkan dengan tidak disadarinya, Belanda telah menggunakan akal liciknya, memperalat Adipati Sasradiningrat untuk membujuknya agar mau memerangi Raja Maulana dari Tambaskelingan (Madura).
     Adipati Sasradiningrat mengatakan bahwa kedudukan Raja Maulana sangat membahayakan bagi keamanan di Pulau Jawa sebelah timur, karena Maulana hendak menyerbu ke Jawa.
     Akhirnya Sawunggaling menyanggupi permintaan pamannya itu, tanpa menyadari bahwa yang menjadi dalangnya adalah Belanda juga. Belanda merasa dihalang-halangi oleh Raja Maulana dalam usahanya untuk mendirikan benteng-benteng di daerah Tambaskelingan dan selalu mendapat perlawanan yang hebat.
     Dengan membawa pasukan yang cukup besar, Sawunggaling menujuke Tembaskelingan. Pertempuran di Tambaskelingan seru sekali. Memang Raja Maulana mempunyai prajurit yang kuat. Belanda sendiri tidak mampu memadamkan perlawanan itu. Oleh karenanya Belanda mengatur siasat untuk mengajukan Adipati Sawunggaling. Maksudnya agar Sawunggaling gugur di medan pertempuran melawan Raja Maulana karena Sawunggaling merupakan duri di mata kompeni. Belanda sudah yakin Sawunggaling pasti akan tewas dalam pertempuran itu.
     Harapan Belanda meleset. Sawunggaling ternyata memperoleh kemenangan di dalam peperangannya melawan Raja Maulana. Namun kekecewaan Belanda itu mendapatkan ganti, karena selama Sawunggaling mengadu nyawa di Tambaskelingan, kompeni Belanda dengan pasukannya yang besar menyerbu Surabaya. Dengan kejamnya mereka membasmi habis semua pasukan Sawunggaling yang masih tinggal di Surabaya. Belanda menduduki Surabaya dalam waktu sangat singkat.
     Pulang dari Tambaskelingan, Sawunggaling sangat kaget mengetahui bahwa Surabaya telah jatuh ke tangan Belanda. Sadarlah ia bahwa Belanda telah menipu dirinya dengan licik dan mentah-mentah. Sawunggaling merasa mendongkol dan hatinya menangis. Namun begitu, semangatnya untuk mengusir Belanda dari Jawa tidak pernah padam sama sekali.
     Dengan sisa pasukannya yang masih lemah karena baru selesai berperang, Sawunggaling berusaha melawan pasukan Belanda yang menghadangnya. Pertempuran terjadi lagi. Bunyi senapan, keris, tombak dan rintihan serdadu yang sekarat menjadi satu. Belanda terus mendatangkan bala bantuan. Serdadu kompeni sangat kuat dan jauh lebih banyak dari prajurit Sawunggaling. Peperangan berhasil dimenangkan oleh Belanda. Korban di pihak Sawunggaling sangat banyak.
     Sawunggaling dengan didampingi sisa pasukannya yang semakin bertambah susut berhasil meloloskan diri, menyeberang menuju ke Sampang, di Madura. Sampai di Sampang, dia diterima dengan baik. Bupati Sampang yang masih sekeluarga dengannya, meminta supaya dia tinggal beberapa hari di situ untuk beristirahat dengan tenang.
     Sebenarnya Adipati Sampang ini pun telah bekerja sama dengan kompeni Belanda. Malah beberapa hari sebelumnya dia telah mendapat perintah dari Belanda untuk menangkap Sawunggaling, apabila Sawunggaling mengundurkan diri sampai di Sampang. Hal ini sama sekali tidak diduga oleh Sawunggaling. Adipati Sampang kemudian mengusulkan agas Sawunggaling menujuke Kartasura meminta perlindungan kepada Sunan Pakubuwana I.
     Maka dengan diantarkan oleh Adipati Sampang, Sawunggaling berangkat ke Kartasura. Tetapi ketika mereka sampai di Surabaya, ternyata Adipati Sampang menyerahkan Sawunggaling kepada Belanda. Sawunggaling tidak dapat berbuat apa-apa lagi, kecuali hanya menyerah. Dia kemudian dimasukkan ke dalam sebuah kamar di penjara dengan penjagaan kuat.
     Karena pertolongan seorang penjaganya yang ternyata simpati kepada perjuangan Sawunggaling yang tanpa mengenal pamrih, maka Sawunggaling berhasil lolos dari penjara. Sawunggaling bebas, lalu menggabungkan diri dengan para prajuritnya yang masih tetap setia meneruskan perlawanan terhadap Belanda di bawah pimpinan Patih Suderma. Mengetahui bahwa Sawunggaling lolos dari penjara dan menggabungkandiri lagi dengan sisa-sisa pasukannya, Belanda menjadi sangat gusar. Mereka menyiapkan pasukan untuk menumpas pemberontakan itu.
     Pertempuran dahsyat terjadi lagi di sekitar Surabaya. Para prajurit Sawunggaling melawan dengan sekuat tenaga. Tetapi Belanda mendatangkan banyak bala bantuan dari Batavia, dari Madura dan dari Sulawesi.
     Pasukan Sawunggaling terpaksa mengundurkan diri karena kekurangan persenjataan. Mereka tidak mau menyerah, biarpun banyak sekali korban yang berjatuhan. Sawunggaling melihat, memang tidak ada gunanya untuk melawan terus, karena pasukan kompeni jauh lebih besar, lebih kuat dan lengkap persenjataannya.
     Para prajuritnya diberi perintah untuk menghentikan perlawanan, karena mereka hanya akanmenjadi umpan peluru saja kalau terus bertempur. Tetapi Sawunggaling sendiri, secara diam-diam tanpa sepengetahuan para prajuritnya, menghunus kerisnya. Dan dengan dada terbuka dia menerobos ke tengah-tengah barisan musuh. Sawunggaling mengamuk bagaikan 'banteng ketaton'. Dengan kerisnya yang ampuh dia menusuk ke kiri dan kanan, sehingga banyak sekali serdadu musuh yang menemui ajalnya di ujung keris Sawunggaling.
     Sawunggaling sudah bertekad bulat, sebelum gugur di medan pertempuran - kematian yang selalu menjadi impiannya - dia harus terlebih dahulu menewaskan serdadu musuh sebanyak-banyaknya.
     Serdadu musuh menjadi kalang kabut, karena menyaksikan tubuh teman-temannya terkapar dan menggelepar di tanah yang basah oleh darah segar. Namun mungkin sudah sampai pada saatnya. Ketika Sawunggaling sedikit lengah, maka dia kena sebuah tembakan dari samping. Badannya segera basah oleh darah.
     Dan setelah dirasanya bahwa kekuatannya makin menyusut, maka ditusukkannya keris yang dipegangnya ke dalam perutnya sendiri. Lebih baik mati karena keris sendiri, daripada mati oleh tangan musuh. Namun impiannya telah terkabus, yakni gugur di medan pertempuran!
     Perlahan-lahan tubuh Sawunggaling jatuh ke tanah, sementara darah merah mengucur semakin deras dari luka di perutnya. Sawunggaling gugur sebagai pembela bangsa, sebagai seorang pahlawan besar, tetapi hingga kini tidak ada seorangpun yang mengetahui di mana makamnya.

diceritakan oleh Sudibyo Eswe
majalah Senang 00533 thn 1982

     Genemio dalam istlah orang-orang Biak berarti pohon melinjo bagi orang-orang di tempat lain.
Menurut yang empunya cerita, dahulu hiduplah tiga bersaudara, dua orang laki-laki dan seorang perempuan. Ketiganya sudah lama ditinggal mati kedua orang tuanya. Maka itu mereka hidup mencari makan sendiri dengan susah payah. Kedua saudara laki-lakinya selalu mencari ikan dan si gadis hanya memetik daun genemo sehari-harinya.

     Pada suatu hari ketika sedang tidur, tiba-tiba datanglah seekor ular besar yang kemudian ikut tidur di sebelah gadis itu. Ketika bangun betapa terperanjatnya si gadis, tetapi ular itu segera berkata lembut.
     "Jangan sakiti aku saudaraku, aku akan membelamu bila perlu. Aku bukan ular yang buas dan jahat." Mendengar kata-kata itu semua yang mendengarnya terheran-heran. Dan sejak itu, sang ular menjadi sahabat mereka. Begitu baiknya ia, kemana saja ketiga bersaudara itu pergi mencari makan maka sang ular menyertai dan membantu mereka.
     Pada suatu hari ular itu berkata kepada mereka, bahwa kalau boleh ia akan memperistrikan si anak gadis. Dan begitulah menurut sahibul hikayat, gadis itu pun bersedia menjadi istri ular itu. Setelah selesai upacara perkawinan yang sederhana, si ular mengajak gadis itu pergi ke tempat tinggalnya yang agak jauh dari tempat kegianya tinggal selama ini. Ternyata benar dugaan gadis itu bahwa ular ini bukan ular biasa. Si ular juga mempunya seorang adik, berupa seorang gadis yang cantik. Maka tinggallah keluarga itu di sana bertiga. Gadis yang telah menjadi istri si ular itu, kemudian diberi nama Genemo oleh si ular suaminya.
     Kecurigaan putri Genemo makin hari makin menjadi-jadi, benarkah suaminya seekor ular sejati?
     Maka pada suatu hari ketika ular itu pergi, diikutinya dengan diam-diam. Ternyata ular itu menuju ke pantai. Dan betapa terperanjatnya, ketika tiba-tiba ular itu seperti berganti kulit. Seperti orang membuka baju saja dan keluarlah laki-laki yang tubuhnya agak kotor. Yang segera berlari dan menceburkan diri ke laut untuk mandi. Melihat kejadian ini, segeralah putri Genemo mencari baju atau kulit ular itu, lalu dibakarnya.
     Ketika laki-laki itu selesai mandi dan mencari kulitnya, betapa terperanjatnya ia kaena ia tak menjumpainya, kecuali Genemo yang ada. Putri Genemo pura-pura tak tahu siapa laki-laki kotor yang tak dapat segera berkata-kata sebab masih sibuk mencari-cari kulit ularnya.
     "Kamu tentu menyembunyikan kulit ular itu."
     "Apa?" sahut putri Genemo pura-pura kaget.
     "Katakan saja terus terang putri yang cantik, agar semua menjadi kebahagiaan."
     Mendengar bujukan laki-laki itu, maka berterus teranglah putri Genemo. Setelah ditunjukkannya di mana ia membakar kulit ular itu maka laki-laki itu segera mengambil abunya dan diusapkannya ke seluruh tubuhnya. Mendadak laki-laki itu berubah menjadi seorang pangeran yang gagah perkasa.
     Betapa gembiranya kedua orang itu. Dan ketika mereka kembali ke tempatnya, ternyata di tempat itu sudah berdiri sebuah istana yang megah.
     Dan tak lama kemudian terdengarlah peluit sebuah kapal dari arah lautan. Kapal itu mendekat karena melihat istana itu. Sampai di pesisir, pangeran ular datang menjemput. Dan siapa gerangan yang datang di antara awak kapalnya? Ternyata kakak putri Genemo sendiri sebagai kapten kapalnya. Ia turun ke darat dan berpelukan dengan pangeran ular yang tak pernah disebut-sebut siapa sebenarnya di dalam kisah lama ini.
     Kapten kapal itu kemudian melamar adik pangeran ular yang cantik jelita dan beberapa hari kemudian dirayakanlah perkawinan mereka.
     Ketika kapal hendak berlayar lagi, meriam dijajarkan dari pintu kerajaan sampai ke tangga kapal. Putri yang cantik meniti meriam itu seperti anak tangga. Setiap injakannya membuat dentuman seakan mengelu-elukan keberangkatan kapten kapal bersama sang putri. Maka berangkatlah kapal itu. Dua sejoli dari dua keluarga berpisah dan setelah itu tak ada sehibul hikayat yang menceritakan kelanjutannya.
Dari cerita orang-orang tua Biak yang dicatat oleh Muharran Syah AA, 
pegawai PDK Biak yang disampaikan kepada , Ircham Mc.  
diterbitkan di Majalah Senang 0534, thn.1982


     Dahulu, terdapat sebuah negeri yang bernama negeri Luwu, yang terletak di pulau Sulawesi. Negeri Luwu dipimpin oleh seorang raja yang bernama La Busatana Datu Maongge, sering dipanggil Raja atau Datu Luwu. Karena sikapnya yang adil, arif dan bijaksana, maka rakyatnya hidup makmur. Sebagian besar pekerjaan rakyat Luwu adalah petani dan nelayan. Datu Luwu mempunyai seorang anak perempuan yang sangat cantik, namanya Putri Tadampalik. Kecantikan dan perilakunya telah diketahui orang banyak. Termasuk di antaranya Raja Bone yang tinggalnya sangat jauh dari Luwu.
     Raja Bone ingin menikahkan anaknya dengan Putri Tandampalik. Ia mengutus beberapa utusannya untuk menemui Datu Luwu untuk melamar Putri Tandampalik. Datu Luwu menjadi bimbang, karena dalam adatnya, seorang gadis Luwu tidak dibenarkan menikah dengan pemuda dari negeri lain. Tetapi, jika lamaran tersebut ditolak, ia khawatir akan terjadi perang dan akan membuat rakyat menderita. Meskipun berat akibat yang akan diterima, Datu Lawu memutuskan untuk menerima pinangan itu. "Biarlah aku dikutuk asal rakyatku tidak menderita," pikir Datu Luwu.
     Beberapa hari kemudian utusan Raja Bone tiba ke negeri Luwu. Mereka sangat sopan dan ramah. Tidak ada iringan pasukan atau armada perang di pelabuhan, seperti yang diperkirakan oleh Datu Luwu. Datu Luwu menerima utusan itu dengan ramah. Saat mereka mengutarakan maksud kedatangannya, Datu Luwu belum bisa memberikan jawaban menerima atau menolak lamaran tersebut. Utusan Raja Bone memahami dan mengerti keputusan Datu Luwu. Mereka pun pulang kembali ke negerinya.
     Keesokan harinya, terjadi kegaduhan di negeri Luwu. Putri Tadampalik jatuh sakit. Sekujur tubuhnya mengeluarkan cairan kental yang berbau anyir dan sangat menjijikkan. Para tabib istana mengatakan Putri Tadampalik terserang penyakit menular yang berbahaya. Berita cepat tersebar. Rakyat negeri Luwu dirundung kesedihan. Datu Luwu yang mereka hormati dan Putri Tadampalik yang mereka cintai sedang mendapat musibah. Setelah berpikir dan menimbang-nimbang, Datu Luwu memutuskan untuk mengasingkan anaknya. Karena banyak rakyat yang akan tertular jika Putri Tadampalik tidak diasingkan ke daerah lain. Keputusan itu dipilih Datu Luwu dengan berat hati. Putri Tadampalik tidak berkecil hati atau marah pada ayahandanya. Lalu ia pergi dengan perahu bersama beberapa pengawal setianya. Sebelum pergi, Datu Luwu memberikan sebuah keris pada Putri Tadampalik, sebagai tanda bahwa ia tidak pernah melupakan apalagi membuang anaknya.
     Setelah berbulan-bulan berlayar tanpa tujuan, akhirnya mereka menemukan sebuah pulau. Pulau itu berhawa sejuk dengan pepohonan yang tumbuh dengan subur. Seorang pengawal menemukan buah Wajao saat pertama kali menginjakkan kakinya di tempat itu. "Pulau ini kuberi nama Pulau Wajo," kata Putri Tandampalik. Sejak saat itu, Putri Tadampalik dan pengikutnya memulai kehidupan baru. Mereka mulai dengan segala kesederhanaan. Mereka terus bekerja keras, penuh dengan semangat dan gembira.
     Pada suatu hari Putri Tadampalik duduk di tepi danau. Tiba-tiba seekor kerbau putih menghampirinya. Kerbau bule itu menjilatinya dengan lembut. Semula, Putri Tadampalik hendak mengusirnya. Tapi, hewan itu tampak jinak dan terus menjilatinya. Akhirnya ia diamkan saja. Ajaib! Setelah berkali-kali dijilati, luka berair di tubuh Putri Tadampalik hilang tanpa bekas. Kulitnya kembali halus dan bersih seperti semula. Putri Tadampalik terharu dan bersyukur pada Tuhan, penyakitnya telah sembuh. "Sejak saat ini kuminta kalian jangan menyembelih atau memakan kerbau bule, karena hewan ini telah membuatku sembuh," kata Putri Tadampalik pada para pengawalnya. Permintaan Putri Tadampalik itu langsung dipenuhi oleh semua orang di Pulau Wajo hingga sekarang. Kerbau bule yang berada di Pulau Wajo dibiarkan hidup bebas dan beranak pinak.
     Di suatu malam, Putri Tadampalik bermimpi didatangi oleh seorang pemuda yang tampan. "Siapakah namamu dan mengapa putri secantik dirimu bisa berada di tempat seperti ini?" tanya pemuda itu dengan lembut. Lalu Putri Tadampalik menceritakan semuanya. "Wahai pemuda, siapa dirimu dan dari mana asalmu ?" tanya Putri Tadampalik. Pemuda itu tidak menjawab, tapi justru balik bertanya, "Putri Tadampalik maukah engkau menjadi istriku?" Sebelum Putri Tadampalik sempat menjawab, ia terbangun dari tidurnya. Putri Tadampalik merasa mimpinya merupakan tanda baik baginya.
     Sementara, nun jauh di Bone, Putra Mahkota Kerajaan Bone sedang asyik berburu. Ia ditemani oleh Anre Guru Pakanranyeng Panglima Kerajaan Bone dan beberapa pengawalnya. Saking asyiknya berburu, Putra Mahkota tidak sadar kalau ia sudah terpisah dari rombongan dan tersesat di hutan. Malam semakin larut, Putra Mahkota tidak dapat memejamkan matanya. Suara-suara hewan malam membuatnya terus terjaga dan gelisah. Di kejauhan, ia melihat seberkas cahaya. Ia memberanikan diri untuk mencari dari mana asal cahaya itu. Ternyata cahaya itu berasal dari sebuah perkampungan yang letaknya sangat jauh. Sesampainya di sana, Putra Mahkota memasuki sebuah rumah yang nampak kosong. Betapa terkejutnya ia ketika melihat seorang gadis cantik sedang menjerang air di dalam rumah itu. Gadis cantik itu tidak lain adalah Putri Tadampalik.
     "Mungkinkah ada bidadari di tempat asing begini ?" pikir putra Mahkota. Merasa ada yang mengawasi, Putri Tadampalik menoleh. Sang Putri tergagap," rasanya dialah pemuda yang ada dalam mimpiku," pikirnya. Kemudian mereka berdua berkenalan. Dalam waktu singkat, keduanya sudah akrab. Putri Tadampalik merasa pemuda yang kini berada di hadapannya adalah seorang pemuda yang halus tutur bahasanya. Meski ia seorang calon raja, ia sangat sopan dan rendah hati. Sebaliknya, bagi Putra Mahkota, Putri Tadampalik adalah seorang gadis yang anggun tetapi tidak sombong. Kecantikan dan penampilannya yang sederhana membuat Putra Mahkota kagum dan langsung menaruh hati.
     Setelah beberapa hari tinggal di desa tersebut, Putra Mahkota kembali ke negerinya karena banyak kewajiban yang harus diselesaikan di Istana Bone. Sejak berpisah dengan Putri Tadampalik, ingatan sang Pangeran selalu tertuju pada wajah cantik itu. Ingin rasanya Putra Mahkota tinggal di Pulau Wajo. Anre Guru Pakanyareng, Panglima Perang Kerajaan Bone yang ikut serta menemani Putra Mahkota berburu, mengetahui apa yang dirasakan oleh anak rajanya itu. Anre Guru Pakanyareng sering melihat Putra Mahkota duduk berlama-lama di tepi telaga. Maka Anre Guru Pakanyareng segera menghadap Raja Bone dan menceritakan semua kejadian yang mereka alami di pulau Wajo. "Hamba mengusulkan Paduka segera melamar Putri Tadampalik," kata Anre Guru Pakanyareng. Raja Bone setuju dan segera mengirim utusan untuk meminang Putri Tadampalik.
     Ketika utusan Raja Bone tiba di Pulau Wajo, Putri Tadampalik tidak langsung menerima lamaran Putra Mahkota. Ia hanya memberikan keris pusaka Kerajaan Luwu yang diberikan ayahandanya ketika ia diasingkan. Putri Tadampalik mengatakan bila keris itu diterima dengan baik oleh Datu Luwu berarti pinangan diterima. Putra Mahkota segera berangkat ke Kerajaan Luwu sendirian. Perjalanan berhari-hari dijalani oleh Putra Mahkota dengan penuh semangat. Setelah sampai di Kerajaan Luwu, Putra Mahkota menceritakan pertemuannya dengan Putri Tandampalik dan menyerahkan keris pusaka itu pada Datu Luwu.
     Datu Luwu dan permaisuri sangat gembira mendengar berita baik tersebut. Datu Luwu merasa Putra Mahkota adalah seorang pemuda yang gigih, bertutur kata lembut, sopan dan penuh semangat. Maka ia pun menerima keris pusaka itu dengan tulus. Tanpa menunggu lama, Datu Luwu dan permaisuri datang mengunjungi pulau Wajo untuk bertemu dengan anaknya. Pertemuan Datu Luwu dan anak tunggal kesayangannya sangat mengharukan. Datu Luwu merasa bersalah telah mengasingkan anaknya. Tetapi sebaliknya, Putri Tadampalik bersyukur karena rakyat Luwu terhindar dari penyakit menular yang dideritanya. Akhirnya Putri Tadampalik menikah dengan Putra Mahkota Bone dan dilangsungkan di Pulau Wajo. Beberapa tahun kemudian, Putra Mahkota naik tahta. Beliau menjadi raja yang arif dan bijaksana.


     Di sebuah desa di wilayah Sumatera, hidup seorang petani. Ia seorang petani yang rajin bekerja walaupun lahan pertaniannya tidak luas. Ia bisa mencukupi kebutuhannya dari hasil kerjanya yang tidak kenal lelah. Sebenarnya usianya sudah cukup untuk menikah, tetapi ia tetap memilih hidup sendirian. Di suatu pagi hari yang cerah, petani itu memancing ikan di sungai. "Mudah-mudahan hari ini aku mendapat ikan yang besar," gumam petani tersebut dalam hati. Beberapa saat setelah kailnya dilemparkan, kailnya terlihat bergoyang-goyang. Ia segera menarik kailnya. Petani itu bersorak kegirangan setelah mendapat seekor ikan cukup besar.
      Ia takjub melihat warna sisik ikan yang indah. Sisik ikan itu berwarna kuning emas kemerah-merahan. Kedua matanya bulat dan menonjol memancarkan kilatan yang menakjubkan. "Tunggu, aku jangan dimakan! Aku akan bersedia menemanimu jika kau tidak jadi memakanku." Petani tersebut terkejut mendengar suara dari ikan itu. Karena keterkejutannya, ikan yang ditangkapnya terjatuh ke tanah. Kemudian tidak berapa lama, ikan itu berubah wujud menjadi seorang gadis yang cantik jelita. "Bermimpikah aku?," gumam petani.
     "Jangan takut pak, aku juga manusia seperti engkau. Aku sangat berhutang budi padamu karena telah menyelamatkanku dari kutukan Dewata," kata gadis itu. "Namaku Puteri, aku tidak keberatan untuk menjadi istrimu," kata gadis itu seolah mendesak. Petani itupun mengangguk. Maka jadilah mereka sebagai suami istri. Namun, ada satu janji yang telah disepakati, yaitu mereka tidak boleh menceritakan bahwa asal-usul Puteri dari seekor ikan. Jika janji itu dilanggar maka akan terjadi petaka dahsyat.
      Setelah sampai di desanya, gemparlah penduduk desa melihat gadis cantik jelita bersama petani tersebut. "Dia mungkin bidadari yang turun dari langit," gumam mereka. Petani merasa sangat bahagia dan tenteram. Sebagai suami yang baik, ia terus bekerja untuk mencari nafkah dengan mengolah sawah dan ladangnya dengan tekun dan ulet. Karena ketekunan dan keuletannya, petani itu hidup tanpa kekurangan dalam hidupnya. Banyak orang iri, dan mereka menyebarkan sangkaan buruk yang dapat menjatuhkan keberhasilan usaha petani. "Aku tahu Petani itu pasti memelihara makhluk halus! " kata seseorang kepada temannya. Hal itu sampai ke telinga Petani dan Puteri. Namun mereka tidak merasa tersinggung, bahkan semakin rajin bekerja.
     Setahun kemudian, kebahagiaan Petani dan istri bertambah, karena istri Petani melahirkan seorang bayi laki-laki. Ia diberi nama Putera. Kebahagiaan mereka tidak membuat mereka lupa diri. Putera tumbuh menjadi seorang anak yang sehat dan kuat. Ia menjadi anak manis tetapi agak nakal. Ia mempunyai satu kebiasaan yang membuat heran kedua orang tuanya, yaitu selalu merasa lapar. Makanan yang seharusnya dimakan bertiga dapat dimakannya sendiri.
     Lama kelamaan, Putera selalu membuat jengkel ayahnya. Jika disuruh membantu pekerjaan orang tua, ia selalu menolak. Istri Petani selalu mengingatkan Petani agar bersabar atas ulah anak mereka. "Ya, aku akan bersabar, walau bagaimanapun dia itu anak kita!" kata Petani kepada istrinya. "Syukurlah, kanda berpikiran seperti itu. Kanda memang seorang suami dan ayah yang baik," puji Puteri kepada suaminya.
      Memang kata orang, kesabaran itu ada batasnya. Hal ini dialami oleh Petani itu. Pada suatu hari, Putera mendapat tugas mengantarkan makanan dan minuman ke sawah di mana ayahnya sedang bekerja. Tetapi Putera tidak memenuhi tugasnya. Petani menunggu kedatangan anaknya, sambil menahan haus dan lapar. Ia langsung pulang ke rumah. Di lihatnya Putera sedang bermain bola. Petani menjadi marah sambil menjewer kuping anaknya. "Anak tidak tau diuntung ! Tak tahu diri ! Dasar anak ikan !," umpat si Petani tanpa sadar telah mengucapkan kata pantangan itu.
      Setelah petani mengucapkan kata-katanya, seketika itu juga anak dan istrinya hilang lenyap. Tanpa bekas dan jejak. Dari bekas injakan kakinya, tiba-tiba menyemburlah air yang sangat deras dan semakin deras. Desa Petani dan desa sekitarnya terendam semua. Air meluap sangat tinggi dan luas sehingga membentuk sebuah telaga. Dan akhirnya membentuk sebuah danau. Danau itu akhirnya dikenal dengan nama Danau Toba. Sedangkan pulau kecil di tengahnya dikenal dengan nama Pulau Samosir.

     Pesugihan adalah istilah untuk suatu proses memperloleh kekayaan materi secara gaib, melalui tata cara yang aneh dan tidak selaras dengan akal sehat. Walaupun demikian, tidak sedikit orang yang rela dan sanggup melakoni ritual tersebut untuk memperoleh harta benda duniawi yang diinginkannya.
     Pesugihan memang banyak dipakai oleh orang-orang yang kehilangan akal sehat dan imannya, demi mendapatkan harta duniawi saja. Salah satu jenis pesugihan terkenal untuk mendapatkan uang secara cepat yaitu pesugihan babi ngepet. Berikut ini adalah 5 tahapan yang harus dilalui dan dipersiapkanuntuk memperoleh pesugihan tersebut :

1. Perjanjian dengan Siluman Babi
     Ritual pesugihan babi ngepet ini berawal dari kepercayaan bahwa ada sejenis siluman babi yang bisa mengabulkan permintaan akan harta. Beberapa daerah di Indonesia, seperti daerah Yogyakarta, Gunung Kawi, dan lain-lain, dikenal sebagai tempat untuk bertemu dengan siluman babi tersebut dan melakukan perjanjian terlebih dahulu sebelum bisa menjadi babi ngepet.

2. Tumbal
     Pesugihan babi ngepet ini tidaklah semudah yang dipikirkan. Orang yang ingin melakukannya harus menyerahkan tumbal. Biasanya yang dijadikan tumbal adalah anak yang paling disayangi. Setelah itu, konon si pelaku ritual harus memakan kotoran dari siluman babi tersebut agar bisa mengubah diri menjadi babi. Kuncen (juru kunci/perantara) tempat pesugihan akan memberikan selembar kain hitam kepada si pelaku, setelah semua persyaratan pesugihan dapat terpenuhi oleh si pelaku.

3. Suami Istri
     Ritual pesugihan babi ngepet ini harus dilakukan oleh 2 orang, yang biasanya adalah pasangan suami-istri. Mereka yang sudah kehilangan akal sehatnya dan imannya itu, kemudian menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang. Dalam pelaksanaan ritual tersebut, sang suami yang biasanya menjadi babi dan sang istri menjaga sebuah api lilin yang ditaruh di dalam baskom berair. Namun, konon ada juga wanita nekad untuk menjadi babinya. Intinya, harus ada kerjasama antara dua orang dengan tanggung jawab tugas masing-masing di dalam beroperasi nanti.

4. Gesek-gesek
     Pelaku yang menjadi babi diharuskan untuk berkeliling ke rumah-rumah penduduk untuk mengambil uang mereka secara gaib. Konon babi tersebut hanya dengan menggesek-gesekkan badannya ke tembok rumah korban, maka semua uang yang ada di rumah tersebut akan tertarik ke kantong babi ngepet tersebut. Menurut cerita, setelah babi itu berubah menjadi manusia kembali, maka uang hasil tangkapannya akan tersimpan pada jubah hitam yang ia kenakan pada saat ritual menjadi babi.

5. Lilin
     Keselamatan si pelaku pesugihan babi ngepet terletak pada api lilin yang di jaga oleh pelaku lainnya di rumah. Ketika api lilin tersebut bergoyang-goyang, maka pertanda si babi sedang dalam kesulitan dan si penjaga diharuskan mematikan api tersebut sehingga si babi bisa langsung berubah wujud kembali menjadi manusia. Namun apabila si penjaga lupa untuk mematikan api tersebut, maka bisa saja si babi tidak sempat menyelamatkan diri, karena diburu oleh warga yang memergoki babi tersebut dan tentu saja bisa mati dikeroyok dan digebuki warga.

     Pesugihan babi ngepet ini hanya salah satu cara iblis terhadap manusia untuk menyekutukan Tuhan, sehingga nantinya si pelaku akan menjadi teman iblis di neraka. Harta duniawi setiap orang sudah ada jalannya dari Tuhan, tinggal manusianya yang berusaha dan berdoa. Cara-cara sesat seperti pesugihan ini hanya akan membawa si pelaku dan keluarganya menjadi lebih menderita di dunia maupun akhirat.
sumber: kompas forum

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.