IAGI Delapan Lima
Entah apa daya tarik pertemuan ilmiah tahunan IAGI yang diselenggarakan di tahun 1985 itu, sehingga menggelitik minat begitu banyak mahasiswa Geology Unhas untuk mengikutinya. Hajatan para ahli geology di Indonesia itu diselengarakan oleh Universitas Trisakti. Acara yang menurut saya sangat megah itu, mulai dari sesi pembukaan malam hari hingga seminar selama dua hari selanjutnya, dipentaskan di Hotel Indonesia Jakarta.
Acara pembukaannya oleh menteri Pertambangan dan Energi (waktu itu) berlangsung malam hari. Di kertas undangan tertera bahwa menghadiri acara dengan mengenakan batik. Jadilah, saya harus tergopoh-gopoh cari kemeja batik, karena tidak mempersiapkan dari Makassar. Dapat kemeja, tidak keburu biayanya untuk beli sepatu kulit. Jadinya, kostum saya padankan dengan sepatu kets. Mantap.
Begitu riuh seremoni pembukaan itu. Beruntung, sempat mengabadikan gambar bersama bapak Kusumadinata dan Sampurno. Beberapa yang lainnya tidak keburu sempat, oleh ramai dan sibuknya mereka-mereka yang baru sempat bertemu malam itu setelah terpisah jarak dan waktu yang lama.
Salah satu yang menarik di ruangan itu, patung es berbentuk empat huruf iagi. Untuk waktu itu, kreasi yang nampak itu sudah mengundang decak kagum dari setiap yang mengamatinya. Teknologi presentasi masih belum berkembang seperti sekarang. Belum ada atraksi laser, pampangan layar lebar dan asesori teknologi terkini.
Dan ini dia. Dinner setelah semua basa-basi pembukaan dari para pihak yang berkepentingan. Sekitar pukul 10 malam, acara tuntas. Rombongan mahasiswa Unhas yang 18 orang itu semuanya menuju ke Palmerah Barat. Selama acara iagi dilangsungkan, kami semua ditampung di kediaman bapak Chaeruddin Rasyid di Palmerah itu. Ramai sekali.
Selama di Palmerah, beragam kekonyolan menimpa para 'rusa masuk kampung' itu. Mulai dari yang hilang di kota dan tidak tau bagaimana pulang ke Palmerah, sampai yang bisnya penuh horor karena disatroni rampok. Ngeri-ngeri sedaplah pokoknya. Prihatin, sekaligus geli mewarnai setiap dering telepon yang mengantarkan kabar dari para rusa itu.
Selain kekonyolan yang hangat, yang sudah lampau pun selama perjalanan kemarin masih menjadi bumbu untuk saling ejek di saat istirahat. Cerita selama di kapal Kambuna masih menjadi topik yang hangat. Begitu juga cerita-cerita ketika transit di Tanjung Perak Surabaya, masih selalu menggelikan.
Selama sesi seminar, terus terang tidak banyak yang saya mengerti. Saya mencoba memaklumi saja, karena ini adalah hajatannya para ahli, sementara saya ini masih mahasiswa, yang nota bene bukan yang bureng. Tidak mengerti apa yang dipaparkan oleh para ahli itu menjadi konsekwensinya. Namun tentu saja untuk teman-teman saya yang 'sangat' rajin belajar, terlihat begitu mengasyikkan mengikuti sesi seminar itu.
Jadilah, stand pameran yang ada di sekitar ruangan utama menjadi sasaran nongkrong. Salah satunya adalah milik Trisakti sendiri yang banyak menggelar buku-buku dan kumpulan makalah. Selain benda-benda cetak itu, tentu saja mahasiswi-mahasiswi penjaga stand juga menjadi daya tarik lainnya untuk sesi 'di luar ruang seminar'.
Dan ini dia, sesi lunch. Satu hal yang menarik, adalah tabiat para geolog itu, meski sudah hidup mapan dan berhadapan dengan makanan yang melimpah, tapi masih cenderung berebutan mengisi piring di tangan. Seperti ada naluri untuk berlomba di situ. Tentu saja tidak semuanya, karena ada juga yang sudah bisa jaim.
Di pintu keluar Hotel Indonesia, ada teman yang begitu ngebet untuk bisa berfoto bersama dengan turis asing. Mungkin karena tuis itu cenderung pendek, sehingga memacu semangat untuk menakar tinggi badan di samping mereka. Tidak lupa, berpose di depan mobil 'mewah' waktu itu, yang entah milik siapa. Pokoknya narsis dah..
Dan begitulah, banyak cerita konyol lain yang tidak sempat saya ingat untuk dituliskan di sini. Karenanya, kembali saya mengajak teman-teman untuk melengkapi cerita saya di atas, dengan menambahkan komentar di bawah.
Acara pembukaannya oleh menteri Pertambangan dan Energi (waktu itu) berlangsung malam hari. Di kertas undangan tertera bahwa menghadiri acara dengan mengenakan batik. Jadilah, saya harus tergopoh-gopoh cari kemeja batik, karena tidak mempersiapkan dari Makassar. Dapat kemeja, tidak keburu biayanya untuk beli sepatu kulit. Jadinya, kostum saya padankan dengan sepatu kets. Mantap.
Begitu riuh seremoni pembukaan itu. Beruntung, sempat mengabadikan gambar bersama bapak Kusumadinata dan Sampurno. Beberapa yang lainnya tidak keburu sempat, oleh ramai dan sibuknya mereka-mereka yang baru sempat bertemu malam itu setelah terpisah jarak dan waktu yang lama.
Salah satu yang menarik di ruangan itu, patung es berbentuk empat huruf iagi. Untuk waktu itu, kreasi yang nampak itu sudah mengundang decak kagum dari setiap yang mengamatinya. Teknologi presentasi masih belum berkembang seperti sekarang. Belum ada atraksi laser, pampangan layar lebar dan asesori teknologi terkini.
Dan ini dia. Dinner setelah semua basa-basi pembukaan dari para pihak yang berkepentingan. Sekitar pukul 10 malam, acara tuntas. Rombongan mahasiswa Unhas yang 18 orang itu semuanya menuju ke Palmerah Barat. Selama acara iagi dilangsungkan, kami semua ditampung di kediaman bapak Chaeruddin Rasyid di Palmerah itu. Ramai sekali.
Selama di Palmerah, beragam kekonyolan menimpa para 'rusa masuk kampung' itu. Mulai dari yang hilang di kota dan tidak tau bagaimana pulang ke Palmerah, sampai yang bisnya penuh horor karena disatroni rampok. Ngeri-ngeri sedaplah pokoknya. Prihatin, sekaligus geli mewarnai setiap dering telepon yang mengantarkan kabar dari para rusa itu.
Selain kekonyolan yang hangat, yang sudah lampau pun selama perjalanan kemarin masih menjadi bumbu untuk saling ejek di saat istirahat. Cerita selama di kapal Kambuna masih menjadi topik yang hangat. Begitu juga cerita-cerita ketika transit di Tanjung Perak Surabaya, masih selalu menggelikan.
Selama sesi seminar, terus terang tidak banyak yang saya mengerti. Saya mencoba memaklumi saja, karena ini adalah hajatannya para ahli, sementara saya ini masih mahasiswa, yang nota bene bukan yang bureng. Tidak mengerti apa yang dipaparkan oleh para ahli itu menjadi konsekwensinya. Namun tentu saja untuk teman-teman saya yang 'sangat' rajin belajar, terlihat begitu mengasyikkan mengikuti sesi seminar itu.
Jadilah, stand pameran yang ada di sekitar ruangan utama menjadi sasaran nongkrong. Salah satunya adalah milik Trisakti sendiri yang banyak menggelar buku-buku dan kumpulan makalah. Selain benda-benda cetak itu, tentu saja mahasiswi-mahasiswi penjaga stand juga menjadi daya tarik lainnya untuk sesi 'di luar ruang seminar'.
Dan ini dia, sesi lunch. Satu hal yang menarik, adalah tabiat para geolog itu, meski sudah hidup mapan dan berhadapan dengan makanan yang melimpah, tapi masih cenderung berebutan mengisi piring di tangan. Seperti ada naluri untuk berlomba di situ. Tentu saja tidak semuanya, karena ada juga yang sudah bisa jaim.
Di pintu keluar Hotel Indonesia, ada teman yang begitu ngebet untuk bisa berfoto bersama dengan turis asing. Mungkin karena tuis itu cenderung pendek, sehingga memacu semangat untuk menakar tinggi badan di samping mereka. Tidak lupa, berpose di depan mobil 'mewah' waktu itu, yang entah milik siapa. Pokoknya narsis dah..
Dan begitulah, banyak cerita konyol lain yang tidak sempat saya ingat untuk dituliskan di sini. Karenanya, kembali saya mengajak teman-teman untuk melengkapi cerita saya di atas, dengan menambahkan komentar di bawah.
note: untuk melihat gambar dalam ukuran besar,
arahkan mouse ke atas gambar dan klik.