Articles by "Culture"

Tampilkan postingan dengan label Culture. Tampilkan semua postingan

     Yang paling menarik untukku dalam aktifitas street photography, adalah rasa was-was kalau saja objek yang menjadi fokus saya sampai bereaksi menolak apalagi kalau minta hapus hasil jepretan saya. Begitu juga di Jumat pagi itu, melangkah perlahan di keramaian pasar dusun Kalimporo' saya berkeliling mengamati spot yang sekiranya sesuai dengan ruang imaji di kapala, sambil terus mencoba menguatkan rasa percaya diri untuk mulai mengambil gambar.
      Setelah berasa cukup familiar dengan suasana sekitar, dan orang-orang sudah mulai terbiasa melihat saya lalu lalang, maka saya mulai membidik. Satu demi satu objek saya abadikan, sambil menebar senyum seramah mungkin bisa ada yang tiba-tiba menatap tajam ke benda di genggaman, lalu beralih menatap ke wajah saya. Hampir tidak ada hambatan sama sekali, mungkin karena jauh sebelum saya, sudah banyak yang silih berganti mengabadikan aktifitas mereka.
      Kalimporo adalah dusun yang terletak di Desa Tambangan Kecamatann Kajang Kabupaten Bulukumba. Wilayah yang beraneka warna oleh campur aduk budaya Kajang Dalam dan masyarakat sekitarnya. Wilayah Kajang Dalam sendiri dipimpin oleh seorang Amma Toa, terletak di Dusun Benteng, berjarak sekitar lima kilometer dari Kalimporo. Warga Kajang Dalam pun dengan mudah dikenali, mereka menggunakan pakaian serba hitam.
      Lalu seperti budaya-budaya lain di seluruh dunia, pasar menjadi ajang interaksi melumernya tepi-tepi budaya yang semula tegas menjadi adaptif dan samar. Dan warna kehidupan pun berkembang menjadi sangat bervariasi. Nah, selanjutnya saya tidak berpanjang lebar lagi mengulas tentang Kajang dan sekitarnya, langsung saja kita nikmati beberapa gambar yang terekam di saat jumat pagi Agustus 2016 hari pasar di Kalimporo.
      Berikut beberapa moment yang melintas di sensor kamera saya :
tembakau merupakan komoditi yang banyak diperjual belikan di pasar ini. Duduk berkeliling sambil mencicipinya sebelum bertransaksi menjadi ritual tersendiri.
beberapa perempuan berkeliling berbelanja dengan hanya mengenakan sarung, tanpa baju. Ini adalah simbol kalau mereka sedang dalam suasana berkabung. Salah satu anggota keluarga telah meninggal dunia, dan hingga 40 hari setelahnya mereka tidak memakai baju.
atas: penjual camilan cepat saji. Gorengan, panggangan, fresh langsung dari atas kompor.
bawah: membawa belanjaan untuk pulang
 atas : masih berkeliling atau beristirahat, di tengah hiruk pikuk transaksi
bawah : Penjual panganan kecil, tape singkong, apam, tenteng dan lain-lain.
atas : ikan ukuran besar, diiris tipis lalu diasapi.
bawah :  menyiapkan ikan segar yang dipotong melintang setebal 2-3 cm
perempuan Kajang pembuat sarung, mencelup material ke dalam pewarna tanpa mengenakan sarung tangan, sehingga pewarna tertinggal di tangan.
menunggu transaksi berikutnya

     Rasanya tidak cukup afdal bila berkunjung ke ujung K pulau Sulawesi namun tidak menyempatkan diri untuk mampir ke Bukit Kasih. Setidaknya begitulah kesimpulan sementara saya. Untuk warga Minahasa sendiri, mengunjungi Bukit Kasih bukan hanya sekadar mengisi waktu liburan tetapi juga sebagai sarana ibadah.
     Mendaki sekian ratus anak tangga untuk mencapai puncak bukit, menjadi ujian tersendiri bagi peziarah religi. Beberapa spot tertentu menjadi kewajiban untuk disinggahi sebelum mencapai puncak. Dan perjalanan itu menjadi terasa sebagai ujian keteguhan niat, bila bilangan umur sudah banyak, ditambah berat badan yang juga berlebih. Sepanjang jalan akan ditemui relief-relief yang menggambarkan pengorbanan Yesus di jalan salib. Maka lengkaplah. Perjalanan menuju puncak bukit akan menjadi bukti tentang iman dan keteguhan niat itu.
     Di gerbang selamat datang, ada pos informasi. Setiap pengunjung diimbau untuk meluangkan waktu mengisi buku tamu. Petugas yang ramah akan memberi ballpoint yang bagus, sekaligus mengingatkan jangan sampai melewatkan kolom donasi untuk pembangunan tempat ibadah. Mungkin ini kompensasi tiket masuk yang sangat murah, sepuluh ribu rupiah untuk satu mobil bermuatan tujuh orang.
     Begitu pandangan mengarah ke bukit, di puncak nampak samar beberapa bangunan. Itu adalah bangunan tempat ibadah agama-agama resmi di Indonesia. Konon itu adalah perlambang tentang toleransi beragama yang ada.
     Di puncak bukit itu memang rumah ibadah saling berdampingan. Namun kesan toleransi apalagi kesetaraan hampir tidak terlihat sama sekali. Dominasi simbol-simbol agama tertentu sangat menonjol di mana-mana. Mulai dari jalan pintu masuk kawasan hingga sekitar puncak bukit kasih. 
     Tiga kali mengunjungi tempat ini, sambil berharap menemukan aura religi dari masing-masing agama. Namun saya gagal menemukannya. Hanya kepercayaan yang mayoritas saja yang menampakkan auranya. Sayapun menjajaki tempat ibadah yang sesuai dengan keyakinan saya. 
     Pintu yang sulit terbuka karena daunnya menghunjam lantai, membutuhkan tenaga ekstra untuk membukanya. Untung saja air untuk berwudhu mengalir dengan lancar. Di dalam bangunan yang di puncaknya ada kubah yang sudah hilang sepotong itu, saya haturkan sujud empat kali.
       Namun bagaimana pun, apresiasi yang tinggi tetap layak untuk obyek wisata ini. Usaha menampilkan simbol-simbol toleransi bukanlah sesuatu yang sepele. Kemudahan menjangkau lokasi, disertai tiket yang bisa dikatakan sangat murah, menjadi daya tarik untuk memudahkan menyampaikan pesan toleransi yang dimaksudkan.
setapak demi setapak, anak-anak tangga harus dilangkahi untuk mencapai puncak Bukit Kasih
 
      Cerita rakyat tentang asal usul etnis Minahasa, juga digambarkan di lintasan menuju puncak Bukit Kasih. Toar dan Lumimuut beserta karena dikreasi dalam bentuk patung yang indah. Bahkan wajah Toar dan Lumimuut dipahat di tebing yang mendukung jajaran rumah ibadah di puncak sana.
  di bagian belakang jajaran rumah ibadah di puncak bukit, ada patung Bunda Maria. Terletak di kerimbunan pohon sekitarnya, menimbulkan kesan syahdu
 bila nafas sudah saling berkejaran, maka banyak tempat untuk dijadikan alasan menikmati pemandangan sambil foto-foto - pura-pura menikmati pemandangan padahal nafas sudah sangat ngos-ngosan

 banyak tukang foto keliling yang siap mengabadikan moment-moment ketika kita menikmati setiap spot di sekitar bukit kasih - bila hanya bermodal kamera ponsel dan menghendaki kualitas gambar yang lebih baik.
beberapa diantara mereka lengkap denan printer portabel, sehingga bisa langsung membawa pulang cetak gambar yang dihasilkan.
namun bila hanya menginginkan filenya saja, tidak masalah. semua bisa dinegosiasikan.
      Kawasan Bukit Kasih yang terletak di ketinggian, juga memberikan kesan sejuk bahkan dingin, apalagi ketika sore sudah menjelang. Namun tidask perlu kuatir, di dasar lembah banyak tersedia  hidangan yang siap menghangatkan. Kopi, teh, minuman botol bisa dihidangkan dengan pisang goreng goroho, jagung bakar ataupun kacang tanah rebus atau sangrai.
     Bila ingin yang lebih berat, mi instan dan telur, ataupun hidangan lokal lain, bisa dengan mudah ditemukan.
      Dan untuk meredakan pegalnya kaki setelah naik dan turun dari Bukit Kasih, di sekitar kedai-kedai makanan tadi juga tersedia bak-bak air panas untuk merendam kaki yang penat. Tidak ketinggalan jasa pijat terlatih, mengenakan seragam khusus, siap melancarkan kembali aliran darah yang menumpuk di kaki, tentu saja sambil tetap merendam kaki di hangatnya air belerang dari bukit.
 jangan lupa sebelum meninggalkan kawasan Bukit Kasih, beberapa macam souvenir bisa diperoleh dari tangan penjaja yang banyak berkeliaran di sekitar entry dan tugu lima sisi.
 atau bila ingin berendam air hangat, ada kolam di dasar lembah yang siap menyambut para pengunjung

 tugu segi lima di masing-masing sisinya memuat pesan dari lima agama yang rumah ibadahnya ada di puncak bukit.
 gambar atas adalah entry gate dengan loket kecil di sisinya
 senja yang baru saja tersiram gerimis. gumpalan uap belerang dari dasar lembah bukit kasih terasa sendu ditimpali bau tanah basah. udara yang semakin dingin mengantar lelah setelah naik turun bukit untuk sebentar lagi menjemput magrib.
Bukit Kasih
     Dengan satu optimisme, semoga semangat toleransi dari Bukit Kasih, menjadi salah satu rangkaian jembatan yang menghubungkan silaturahmi diantara aneka ragam sara di negeri tercinta ini.

     Pertama menjejak bumi Tondano, tidak terlintas sama sekali untuk melakukan penghitungan apalagi pendataan tentang mesjid yang ada di Tondano. Namun setelah beberapa waktu, saya menyadari bahwa pengunjung mesjid untuk beribadah adalah minoritas di tengah masyarakat Minahasa. Lalu tergelitiklah inisiatif reportase tentang keberadaan mesjid-mesjid tersebut, yang setidaknya bisa menjadi panduan untuk yang bermaksud mengunjungi Tondano agar mudah mengakses tempat ibadah tersebut.
     Total ada lima mesjid di kawasan Tondano. Tiga diantaranya saling berdekatan, dua buah di Kampung Jawa dan satu lagi di Tonsea Lama. Ketiganya hanya terpisah jarak beberapa ratus meter. Satu mesjid lagi berada di Kampung Gorontalo yang berlokasi di samping pasar Tondano. Lalu satu mesjid lainnya berada di daerah Sumalangka, kawasan pengembangan masa depan Tondano.
     Untuk wisata religi dengan mengunjungi semua mesjid tersebut, tidak sulit sama sekali. Kota Tondano yang tidak terlalu besar kalau tidak mau dikatakan kecil, dapat dikelilingi bahkan dengan berjalan kaki. Dengan menggenggam google map, maka semua mesjid yang saya maksudkan itu bisa dicapai dengan sangat mudah.

     Berikut, deskripsi masing-masing mesjid yang terletak di wilayah Tondano.
1. Mesjid Nurul Falah Kyai Modjo
     Inilah mesjid kedua yang hadir di Tondano, dibangun oleh Kyai Modjo dan pengikutnya. Mesjid termegah yang ada di Tondano itu terletak di Jalan Kampung Jawa, jalan yang sekaligus menjadi akses bila hendak berziarah ke makam Kyai Modjo.

2. Mesjid Nurul Yaqin Kampung Gorontalo
     Mesjid termegah kedua setelah mesjid Kyai Modjo adalah mesjid di Kampung Gorontalo ini. Letak yang strategis tentu saja, karena terletak persis di tepi pasar induk Tondano. Meskipun jalan depan mesjid tidak luas, namun menara yang tinggi memudahkan untuk menemukan mesjid ini meski dari jarak yang jauh.
     Mesjid ini lahir oleh banyaknya pedagang yang berasal dari Gorontalo yang beraktifitas di pasar Tondano.

3. Mesjid Al-Hikmah Sumalangka
     Sepertinya mesjid ini adalah mesjid yang termuda dari lima mesjid yang ada. Sengaja dibangun di area masa depan kota Tondano, sementara menjadi akses ibadah untuk karyawan dan pns yang berkantor di sepanjang jalan utama Sumalangka.

4. Mesjid Diponegoro Tonsea Lama
      Mesjid pertama di Minahasa? Yang pasti, inilah tempat ibadah pertama yang dibangun oleh Kyai Modjo dan pengikutnya bersama Pangeran Diponegoro. Kawasan Tonsea Lama yang oleh Kyai Modjo dan kawan-kawan diberi nama Tegajredjo, menjadi tempat berdirinya mesjid ini.
     Jejak Diponegoro yang adalah sepupu dari Kyai Modjo diabadikan dengan keberadaan mesjid ini. Diponegoro menyusul sebagai orang yang diasingkan oleh Belanda, setahun kemudian setelah Kyai Modjo mendahului di Minahasa tahun 1829. Saat ini mesjid Diponegoro sedang menggeliat untuk merenovasi bangunannya yang sudah tua.

5. Mesjid Jami Kampung Jawa
     Kampung Jawa yang seluruh penghuninya adalah Muslim, memiliki satu mesjid lagi yang kecil, di tepi perkampungan mereka. Mesjid yang diperuntukkan bagi pekerja di sawah dan kebun untuk bisa segera menunaikan ibadah, karena letaknya dekat dengan persawahan.

if You think this article is utilitarian
You may donate little cents for next more exploration

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.